Media Asing Ungkap Keterlibatan Inggris, AI Desak Jokowi Buka Kembali Investigasi Tragedi 1965
Terkuaknya dokumen black propaganda Inggris menjadi contoh betapa masih ada begitu banyak fakta yang masih harus diungkap dari Tragedi 1965.
TRIBUNTERNATE.COM - Beberapa waktu lalu, media Inggris mengungkap keterlibatan pemerintah Inggris dalam tragedi 1965 dan pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI).
Hal ini pun mendapat sorotan dari berbagai pihak, termasuk yayasan Amnesty International (AI) Indonesia.
Direktur Eksekutif AI Indonesia Usman Hamid pun mendesak Presiden Joko Widodo membuka kembali investigasi terkait tragedi 1965 setelah terungkapnya dugaan keterlibatan Inggris dalam peristiwa itu.
Terkuaknya dokumen black propaganda Inggris yang dilaporkan media tersebut, kata dia, adalah contoh betapa masih ada begitu banyak fakta yang masih tersedia dari tragedi 1965.
Fakta tersebut, kata Usman, menganulir argumen pemerintah yang menyebut bahwa tragedi tersebut tak mungkin lagi diusut karena jangka waktu yang telah lama dan bukti yang telah hilang.
Usman mengatakan fakta dari media Inggris tersebut sangat berharga untuk bangsa Indonesia mengetahui masa silamnya yang kelam.
Jika ada kemauan pemerintah untuk menyelesaikannya termasuk melalui proses rekonsiliasi, kata dia, maka fakta itu akan menyumbang sangat besar bagi pencarian kebenaran sejarah masa lalu Indonesia terutama dalam tragedi 1965-1966.
Sayangnya, lanjut Usman, berbagai pelanggaran hak asasi manusia serius termasuk pembunuhan di luar hukum, penghilangan paksa, penyiksaan, pemerkosaan, dan kejahatan kriminal seksual lainnya yang terjadi pada tahun 1965-1966 belum ditangani secara memadai.
Usman mengatakan Presiden Joko Widodo yang mulai menjabat pada bulan Oktober 2014 dalam kampanyenya berjanji untuk meningkatkan penghormatan terhadap HAM dan menangani semua pelanggaran HAM berat di masa lalu melalui sistem peradilan guna mengakhiri impunitas termasuk Tragedi 1965.
“Kami mendesak Presiden Jokowi untuk merealisasikan janjinya itu dan membuka kembali investigasi terhadap Tragedi 1965 untuk menjamin akuntabilitas dan rasa keadilan kepada para penyintas," kata Usman kepada Tribunnews.com pada Selasa (19/10/2021).
Baca juga: Dua Tahun Pemerintahan Jokowi-Maruf Amin, KontraS: Kebebasan Sipil Memburuk, Aparat Represif
Baca juga: Bupati Kuansing Andi Putra Resmi Jadi Tersangka Kasus Dugaan Suap Izin Perkebunan
Baca juga: Kim Seon Ho Rilis Permintaan Maaf Setelah Skandal Aborsi Mantan Pacarnya Terkuak
Diberitakan Intisari-Online sebelumnya, baru-baru ini, The Guardian menerbitkan sebuah artikel menarik tentang peran Inggris dalam pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) pada pertengahan 1960-an.
Berdasarkan dokumen yang baru-baru ini dirahasiakan dari Kantor Luar Negeri Inggris, artikel tersebut mengungkapkan bahwa para propagandis Inggris diam-diam menghasut para tokoh anti-komunis Indonesia.
Mereka itu termasuk para komandan senior angkatan darat, untuk melancarkan kampanye pembunuhan massal.
Penghancuran PKI oleh tentara Indonesia, yang diikuti dengan upaya kudeta misterius oleh para perwira militer pembangkang pada malam 30 September 1965, merupakan “salah satu yang terbesar dan tercepat."
Setidaknya 500.000 orang yang terkait dengan PKI, dan sebanyak satu juta, dibunuh selama tahun 1965 dan 1966.
Itu adalah 'pembersihan' yang menyebabkan jatuhnya Sukarno dan diganti oleh Jenderal Suharto nantinya yang memerintah Indonesia hingga tahun 1998.
Menjelang kampanye mengerikan, The Guardian melaporkan, Inggris meluncurkan kampanye propaganda.
Inggris menyerukan “PKI dan semua organisasi komunis” untuk “dilenyapkan.”
Kampanye tersebut memperingatkan bahwa Indonesia akan berada dalam bahaya “selama para pemimpin komunis masih buron dan anggotanya dibiarkan berkeliaran.”
Menurut laporan The Guardian, kampanye propaganda Inggris dimaksudkan sebagai tanggapan atas kampanye permusuhan Presiden Indonesia Sukarno terhadap pembentukan Federasi Malaysia pada tahun 1963.
Sukarno memandang pembentukan Malaysia, yang menyatukan Malaya merdeka dengan koloni Inggris di Singapura, Sarawak, dan British North Borneo (Sabah), sebagai plot untuk mengabadikan pengaruh kolonial London atas Asia Tenggara.
Untuk mencegah pembentukannya, ia meluncurkan kampanye militer diplomatik dan tingkat rendah yang dikenal sebagai Konfrontasi.
Konfrontasi ini melibatkan serangan bersenjata oleh pasukan Indonesia ke Malaysia, di mana dalam beberapa kasus mereka bentrok dengan pasukan Inggris dan Persemakmuran.
Baca juga: Anies Baswedan Dapat Rapor Merah, Kini Minta LBH Jakarta juga Menilai Seluruh Gubernur di Indonesia
Baca juga: Indonesia Kena Sanksi WADA, LADI Ungkap Ada Masalah Administrasi yang Belum Selesai Sejak 2017
Pada tahun 1965, ketika Sukarno mulai condong ke kiri dalam kebijakan luar negeri dan dalam negerinya, dokumen-dokumen yang tidak diklasifikasikan itu menunjukkan, para spesialis dari departemen penelitian informasi Kantor Luar Negeri dikirim ke Singapura untuk memproduksi agit-prop yang dirancang untuk melemahkan rezim Sukarno.
Ini melibatkan produksi buletin oleh para emigran Indonesia dan ditargetkan pada sejumlah individu terkemuka dan berpengaruh, termasuk jenderal-jenderal Angkatan Darat, yang meluas hingga Sukarno sendiri.
Selain itu, melalui stasiun radio di Malaysia mereka menyiarkan pesan-pesan anti-komunis ke Indonesia.
Upaya propaganda ini sudah mapan ketika para perwira tentara pembangkang melancarkan upaya kudeta mereka pada bulan September 1965, menculik dan membunuh enam perwira senior tentara.
Setelah menggagalkan kudeta, Jenderal Suharto mengoordinasikan pembunuhan massal terhadap komunis Indonesia.
Pada titik ini, propaganda London mulai secara terbuka menghasut penghapusan PKI.
Dalam edisi khusus buletin, para propagandis London mengeluarkan tuntutan “atas nama semua orang patriotik agar kanker komunis ini disingkirkan dari tubuh negara.”
PKI “sekarang menjadi ular yang terluka,” tambah mereka.
"Sekarang adalah waktu untuk membunuhnya sebelum mereka pulih."
Dalam buletin edisi lain, mereka mendesak para patriot Indonesia: “PKI dan semua yang diperjuangkannya harus dilenyapkan untuk selama-lamanya.”
Kantor Luar Negeri Inggris selalu menyangkal bahwa Inggris terlibat dalam kekerasan yang melanda seperti gelombang berdarah di seluruh kepulauan Indonesia setelah September 1965.
Namun The Guardian berpendapat bahwa pengungkapan ini menunjukkan bahwa badan intelijen dan spesialis propaganda Inggris terlibat, melakukan operasi rahasia.
Hal itu dilakukan untuk meruntuhkan rezim Sukarno dan melenyapkan PKI.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Usman Hamid Desak Jokowi Buka Lagi Investigasi Tragedi 1965 Setelah Media Asing Ungkap Fakta Baru