Polemik Keputusan Anies Baswedan Naikkan UMP DKI Jakarta, Kata Kemnaker hingga KSPI
Keputusan Anies Baswedan menaikkan UMP DKI Jakarta menuai pro kontra dari sejumlah pihak, seperti pengusaha, serikat buruh, hingga kementerian.
TRIBUNTERNATE.COM - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan untuk melakukan revisi soal upah minimum provinsi (UMP) Ibu Kota.
Dari revisi tersebut, Anies Baswedan menaikkan UMP DKI Jakarta sebesar 5,1 persen menjadi Rp4.641.854,00 atau naik senilai Rp225.667,00 dari UMP tahun 2021.
Anies Baswedan mengatakan, keputusan menaikkan UMP DKI Jakarta menjunjung asas keadilan bagi pihak pekerja, perusahaan dan Pemprov DKI Jakarta.
Sebagai gambaran, di tahun-tahun sebelum pandemi Covid-19, rata-rata kenaikan UMP di DKI Jakarta selama 6 tahun terakhir adalah 8,6 persen.
“Dengan kenaikan Rp 225 ribu per bulan, maka saudara-saudara kita, para pekerja dapat menggunakannya sebagai tambahan untuk keperluan sehari-hari. Yang lebih penting adalah melalui kenaikan UMP yang layak ini, kami berharap daya beli masyarakat atau pekerja tidak turun,” ujar Anies Baswedan dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (18/12/2021).
Keputusan Anies Baswedan menaikkan UMP DKI Jakarta pun menuai polemik, pro dan kontra datang dari sejumlah pihak, utamanya dari pihak pengusaha, serikat buruh, hingga kementerian terkait.
1. KSPI: Untungkan Pengusaha
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyebut keputusan Anies Baswedan menaikkan UMP DKI Jakarta akan menguntungkan pengusaha.
Menurutnya, revisi yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merupakan hal yang cerdas sebab akan memicu pertumbuhan daya beli.
"Kenaikan UMP 5,1 persen secara nasional akan membuat pertumbuhan daya beli Rp 180 triliun dan itu secara nasional. Kalau secara DKI, boleh jadi puluhan triliun. Jadi, bergembiralah pengusaha," ujar Said Iqbal secara virtual, Senin (20/12/2021).
"Pak Anies sangat cerdas menghitung angka-angka berdasarkan hukum yang ada dan juga berdasarkan kalkulasi rasa keadilan, serta kalkulasi ekonomi," lanjutnya, sebagaimana dilansir Tribunnews.com.
Said Iqbal mengatakan, sejumlah buruh di DKI Jakarta sangat mengapresiasi keputusan tersebut.
Kenaikan UMP DKI Jakarta yang diputuskan Anies Baswedan tidak hanya akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi, tetapi juga meningkatkan daya beli.
Keputusan ini, menurut Said Iqbal, menunjukkan bahwa Anies Baswedan meletakkan hukum di atas kepentingan politik.
"Pengusaha jangan gelisah dengan keputusan gubernur," ujarnya.

Baca juga: Penelitian Inggris: Belum Ada Bukti Virus Corona Varian Omicron Lebih Ringan daripada Varian Delta
Baca juga: Anies Baswedan Revisi UMP DKI Jakarta Jadi 5,1 Persen, Kemenaker: Itu Tak Sesuai Aturan yang Berlaku
2. Kemnaker RI: Langgar UU Cipta Kerja
Kepala Biro Humas Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Chairul Harahap mengatakan, Kemnaker RI menyayangkan keputusan Anies Baswedan jika seandainya benar dilaksanakan.
Disebutkan, penetapan UMP DKI Jakarta seperti yang diputuskan oleh Anies Baswedan tidak sesuai dengan regulasi yang ada yaitu PP nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan, yang merupakan aturan pelaksana UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Ini (PP 36/2021) memang harus kita laksanakan dan kita junjung amanat pelaksanaan UU (UU 11/2020),” ujar Chairul saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (20/12/2021).
Chairul menyebut, Kemnaker RI bersama kepala daerah mesti tunduk dan taat untuk melaksanakan UU dan aturan pelaksananya.
Sebab itu, kebijakan yang diterbitkan oleh kepala daerah mesti berpedoman pada sistem hukum dan ketatanegaraan.
Artinya, kebijakan pengupahan juga perlu dilaksanakan sesuai regulasi yakni UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan PP nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.
“Pelaksanaan yang ditetapkan tidak sesuai perundang-undangan berarti bertentangan dengan UU atau tidak sesuai dengan regulasi yang diatur,” terangnya.
Chairul mengatakan, pihaknya belum mengetahui apakah kebijakan revisi UMP 2022 yang dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan dilakukan atau tidak.
Menurutnya, Kemnaker RI menjunjung tinggi PP Nomor 36 Tahun 2021 dalam pelaksanaan kebijakan pengupahan.
“Bagaimana berkaitan dengan kepala daerah yang tidak melaksanakan itu, itu kan nanti diatur kembali dalam konteks UU 23/2014 tentang pemerintah daerah, bagaimana hal ini dan konsekuensinya,” ucap Chairul.
Baca juga: 107 Juta Orang di Indonesia Sudah Divaksin Lengkap, Program Vaksin Booster akan Dimulai Januari 2022
Baca juga: Tahu Mobil Warganya Mogok di Tengah Jalan, Pangeran Arab Saudi Belikan Mobil Baru
3. APINDO Berencana Gugat ke PTUN
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) pun keberatan dengan keputusan UMP tersebut dan berencana menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Kami sangat menyayangkan sekali atas kebijakan tersebut," ujar Wakil Ketua Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) Apindo DKI Jakarta Nurjaman kepada Kompas.com dikutip Tribunnews.com, Minggu (19/12/2021).
Nurjaman menyatakan, pihaknya menolak keras keputusan kenaikan UMP sebesar 5,1% karena selain memberatkan pelaku usaha, tetapi juga menyalahi aturan.
Menurutnya, keputusan Anies tersebut bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021, yang menyebut bahwa seluruh pemerintah provinsi di Indonesia harus menetapkan UMP sebelum 21 November 2021.
Anies pun telah menetapkan kenaikan UMP DKI Jakarta untuk 2022 sebesar 0,85% pada 21 November 2021 lalu dengan menerbitan Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 1395 Tahun 2021 soal Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI 2022.
"Tapi sekarang merevisi Kepgub tersebut, itu kami sangat sayangkan karena melanggar regulasi. Lalu apakah ada yang salah dari Kepgub yang lama? Kalau memang yang lama ada yang salah, kami setuju ada perubahan, tapi kalau tidak ada kesalahan kenapa mesti direvisi?" ungkapnya.
"Ini bukan bicara besar-kecilnya kenaikan upah, tapi apa memang ada regulasi yang memastikan untuk bisa ada perubahan itu? Jadi kami merasa keberatan lakukan perubahan atas Kepgub itu," lanjut Nurjaman.
Baca juga: Lagi Asyik Ngelem, 9 Remaja di Ternate Diamankan Satpol PP, Ini Bukan Kali Pertama
Baca juga: Profil 7 Kapolda Baru Pilihan Kapolri Listyo Sigit Prabowo, Salah Satunya Mantan Ajudan SBY

Saat ini, Apindo memang belum menerima dan mengetahui isi salinan Kepgub baru yang akan diterbitkan untuk merevisi kebijakan Anies sebelumnya. Pihaknya akan melakukan pendekatan dengan Pemprov DKI untuk kembali mendiskusikan kebijakan UMP.
Namun, dia memastikan akan menempuh jalur hukum dengan menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika Kepgub terkait kenaikan UMP 5,1 persen di 2022 tetap terbit.
"Kami akan lakukan pendekatan ke pemerintah DKI Jakarta, stakeholder, dan pengusaha DKI Jakarta untuk bersama-sama menyikapi atas Kepgub yang akan ditetapkan oleh Pak Gubernur itu," kata Nurjaman.
"Tentunya upaya-upaya yang akan kami lakukan, termasuk juga dimungkinkan upaya hukum dengan melakukan gugatan ke PTUN," imbuhnya.
Nurjaman pun berharap Anies tidak menerbitkan Kepgub yang menetapkan kenaikan UMP 5,1% sebab malah akan membuat kegaduhan di dunia usaha yang tengah terdampak pandemi.
"Berharap untuk pak gubernur mengurungkan niatnya untuk untuk membuat Kepgub yang baru, karena itu akan membuat kegaduhan bagi dunia usaha," pungkas dia.
Baca juga: Survei Elektabilitas Capres 2024 Charta Politika: Ganjar Pranowo Ungguli Anies Baswedan dan Prabowo
4. Desakan Serikat Buruh: Gubernur di Seluruh Wilayah Indonesia Ikuti Langkah Anies Baswedan
Buruh mendorong kepala daerah untuk mengikuti langkah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merevisi Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2022.
Anies merevisi UMP DKI Jakarta tahun 2022 menjadi 5,1% dari sebelumnya hanya 0,85%. Sementara, rata-rata kenaikan UMP nasional tabun 2022 berdasarkan keterangan Kemeterian Ketenagakerjaan sebesar 1,09%.
"Ini harusnya tidak hanya dilakukan oleh DKI Jakarta, tetapi juga dilakukan oleh semua Gubernur di Indonesia untuk melakukan revisi terkait dengan kenaikan UMP tahun 2022," ujar Wakil Presiden Dewan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (DPP FSPMI) Kahar S Cahyono dalam keterangannya, Minggu (19/12/2021).
Menurut Kahar, UMP yang sebelumnya telah ditetapkan oleh seluruh gubernur di Indonesia tersebut berada di bawah inflasi.
Sehingga, hal itu akan menekan daya beli masyarakat.
Revisi UMP juga mengacu pada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. MK memutuskan bahwa UU Cipta Kerja Inkonstutisional bersyarat.
Berdasarkan putusan tersebut, penghitungan UMP tahun 2022 sebelumnya tak memiliki dasar hukum. Oleh karena itu harus kembali pada aturan sebelumnya.
"Revisi upah minimum bukan sekadar pembelaan terhadap kaum buruh, tapi juga menjadi satu kewajiban bagi kepala daerah untuk taat pada konstitusi," terang Kahar.
Dorongan serupa juga diungkapkan oleh Presiden KSPI Said Iqbal.
Said bilang terdapat sejumlah wilayah yang harus segera merevisi upah minimum.
"Khususnya Gubernur Jawa Barat, Gubernur Banten, Gubernur Jawa Tengah, Gubernur Jawa Timur, Gubernur Sumatra Utara, Gubernur Kepri," ungkap Said Iqbal.
Sumber: Tribunnews.com, Kontan.co.id
(TribunTernate.com)