Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Virus Corona

Penelitian Inggris: Belum Ada Bukti Virus Corona Varian Omicron Lebih Ringan daripada Varian Delta

Namun, mantan Ketua Satuan Tugas Vaksin Inggris Dr Clive Dix menegaskan, penting untuk tidak menginterpretasikan data tersebut secara berlebihan.

NICOLAS ASFOURI / AFP
ILUSTRASI - Foto diambil pada tanggal 29 April 2020 ini. seorang ilmuwan melihat sel-sel ginjal monyet saat melakukan tes pada vaksin eksperimental untuk virus corona COVID-19 di dalam laboratorium Cells Culture Room di fasilitas Sinovac Biotech di Beijing. 

TRIBUNTERNATE.COM - Pandemi Covid-19 yang disebabkan oleh virus corona jenis baru yang terus bermutasi telah berlangsung selama hampir dua tahun.

Selama kurun waktu itu pulalah penelitian terhadap virus corona SARS-CoV-2 beserta mutasi dan turunannya masih dikembangkan demi penanganan pandemi yang lebih efektif.

Saat ini, virus corona varian Omicron menjadi sorotan, sebelumnya varian Delta memancing kekhawatiran global karena keganasannya.

Terkini, peneliti Inggris mengungkapkan, belum ada bukti varian Omicron lebih ringan dari Delta, menimbulkan keraguan pada optimisme hati-hati dari beberapa ahli bahwa jenis baru virus corona itu mungkin tidak virulen (ganas, red).

Studi oleh Imperial College London (ICL) yang rilis Jumat (17/12) pekan lalu menemukan risiko infeksi ulang varian Omicron lebih dari lima kali lebih tinggi dari Delta.

Penelitian non-peer-review ini berdasarkan data Badan Keamanan Kesehatan Inggris (HSA) dan Layanan Kesehatan Nasional (NHS) terhadap orang yang positif Covid-19 dalam tes PCR antara 29 November dan 11 Desember.

“Kami tidak menemukan bukti Omicron memiliki tingkat keparahan (untuk risiko rawat inap dan status gejala) yang berbeda dari Delta,” sebut penelitian itu, meskipun menambahkan bahwa data rawat inap masih sangat terbatas.

“Mengacu status vaksin, usia, jenis kelamin, etnis, status tanpa gejala, wilayah, dan tanggal spesimen, Omicron dikaitkan dengan risiko infeksi ulang 5,4 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan Delta,” ungkap studi tersebut, seperti dikutip Al Jazeera.

Baca juga: Tahu Mobil Warganya Mogok di Tengah Jalan, Pangeran Arab Saudi Belikan Mobil Baru

Baca juga: 107 Juta Orang di Indonesia Sudah Divaksin Lengkap, Program Vaksin Booster akan Dimulai Januari 2022

Omicron menimbulkan ancaman besar

Namun, ICL mengatakan dalam sebuah pernyataan, perlindungan yang diberikan oleh infeksi masa lalu terhadap infeksi ulang oleh varian Omicron mungkin lebih rendah 19%.

Penelitian, yang melibatkan vaksin AstraZeneca dan Pfizer, juga menemukan peningkatan risiko yang signifikan untuk mengembangkan kasus Omicron simtomatik dibanding Delta bagi mereka yang dua minggu atau lebih melewati dosis suntikan kedua, dan dua minggu atau lebih setelah dosis booster mereka.

Bergantung pada perkiraan yang digunakan untuk efektivitas vaksin terhadap infeksi simtomatik dari varian Delta, ini berarti efektivitas vaksin 0%-20% setelah dua dosis dan antara 55%-80% setelah dosis penguat.

"Studi ini memberikan bukti lebih lanjut tentang sejauh mana Omicron dapat menghindari kekebalan sebelumnya yang diberikan oleh infeksi atau vaksinasi," kata pemimpin studi Profesor Neil Ferguson dalam pernyataan ICL.

“Tingkat penghindaran kekebalan ini berarti bahwa Omicron menimbulkan ancaman besar dan segera bagi kesehatan masyarakat,” ungkapnya.

Namun, mantan Ketua Satuan Tugas Vaksin Inggris Dr Clive Dix menegaskan, penting untuk tidak menginterpretasikan data tersebut secara berlebihan.

Baca juga: Survei Elektabilitas Capres 2024 Charta Politika: Ganjar Pranowo Ungguli Anies Baswedan dan Prabowo

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved