Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Pakar Epidemiologi Sebut Omicron Bukan Varian Covid-19 yang Terakhir, Minta Jangan Dianggap Remeh

Sejauh ini, yang membedakan situasi gelombang Delta tahun lalu dengan Omicron saat ini adalah status vaksinasi Covid-19.

Dok. Pribadi
Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman 

TRIBUNTERNATE.COM - Di tengah pandemi Covid-19 yang belum juga mereda, saat ini varian Omicron menjadi sorotan dunia.

Sebab, varian tersebut memicu lonjakan kasus infeksi Covid-19 yang tinggi dan disebut-sebut lebih menular daripada varian Delta.

Pakar Epidemiologi Griffith University, Dicky Budiman menyebutkan sejauh ini riset memang mengatakan Omicron memang tidak seperti Delta.

Yaitu dapat membuat dampak serius di paru-paru seperti pneumonia, misalnya. 

Meski demikian, Dicky pun menekankan bahwa hal itu bukan tidak terjadi sama sekali, tapi tetap ada.

"Dari kasus yang ada bahkan tidak bergejala ternyata ada kerusakan di paru-paru. Jadi tidak bisa dianggap semua begitu. Tapi potensi lebih kurang," ungkap Dicky pada Tribunnews, Senin (7/2/2022). 

Baca juga: Omicron Mengamuk, Korea Selatan Catat Rekor 1 Juta Kasus Positif Covid-19

Baca juga: Diperkirakan Lebih Menular, Sub-varian Omicron BA.2 telah Terdeteksi di 57 Negara

Baca juga: Waspadai Gejala Masuk Angin, Bisa Jadi Itu Omicron, Ini Waktu yang Tepat untuk Tes Covid-19

Sejauh ini, yang membedakan situasi gelombang Delta tahun lalu dengan Omicron saat ini adalah status vaksinasi Covid-19.

Vaksinasi Covid-19 membedakan dampak atau output klinis akibat terinfeksi apa pun varian Covid-19.

Sehingga menurutnya salah besar jika ada yang menyatakan jika varian Omicron melemah.

Dirinya memprediksi bahwa Omicron bukan varian terakhir. 

"Bahwa contoh begini saya tegaskan, gelombang ini bukan berarti terakhir. Ke depan akan ada. Tapi dampaknya makin kecil, makin ke sana. Nah itu, karena orang yang memiliki imunitas makin banyak," kata Dicky.

Jangan Menganggap Remeh Covid-19 Varian Omicron

Masyarakat diimbau untuk tidak menganggap remeh Covid-19 varian Omicron.

Kondisi saat ini harus masyarakat hadapi dengan memastikan diri telah mendapatkan dosis vaksin lengkap dan disiplin menerapkan protokol kesehatan.

Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University Australia Dicky Budiman mengungkapkan, banyak orang di berbagai negara menderita gejala berat akibat Omicron karena belum vaksin. 

Dia mengatakan, masyarakat yang belum vaksin salah satu faktor yang membuat penyebaran Omicron jauh lebih cepat ketimbang varian Delta.

Maka, dia menegaskan, upaya mitigasi perlu masyarakat tingkatkan. 

“Ini bicara ketaatan kita dalam disiplin protokol kesehatan 5M, penguatan deteksi dini ditingkatkan, dan tentu akselerasi vaksinasi,” kata Dicky, Senin (7/2/2022).

Baca juga: Kecelakaan Bus Pariwisata di Bantul Diduga karena Rem Blong, Pakar UGM: Ada 2 Faktor secara Umum

Baca juga: Kasus Covid-19 Indonesia terus Melonjak, Media Asing Pertanyakan Perlindungan Vaksin Sinovac

Ilustrasi Omicron.
Ilustrasi Omicron. (sehatnegeriku.kemkes.go.id)

Menurut Dicky, Omicron tidak lemah. Varian ini terkesan lemah kalau menular pada orang yang sudah memiliki imunitas, baik karena sudah divaksin atau sudah terinfeksi kemudian sudah divaksin. 

Sehingga, dia mengimbau agar masyarakat tidak menganggap remeh varian Omicron

“Ini artinya kita enggak bisa menempatkan atau anggap ah saya sudah terinfeksi, belum vaksinasi pun biarin itu enggak berbahaya. Pada orang yang sudah vaksinasi pun tetap ada kematian, walaupun jauh lebih kecil, apalagi belum divaksinasi, bahaya banget,” ujarnya.

Kemudian, dia mengingatkan bahwa protokol kesehatan 5 M masih sangat relevan dan diperlukan untuk membantu penguatan fungsi atau manfaat dari vaksinasi. Selain itu, testing, tracing dan treatment atau 3T.

“Karena masih ada dari kelompok masyarakat kita ini yang belum divaksinasi, masih ada yang meskipun sudah divaksinasi ternyata menurun proteksinya, sehingga itu perlu dilindungi, dengan cara apa? ya memakai masker, jaga jarak, dan menghindari kerumuman,” ungkapnya.

Jika beberapa hal itu tidak dilakukan, dia menilai kecepatan penyebaran varian Omicron tidak bisa dikejar. 

"Sehingga akhirnya mereka terpapar yang berisiko tinggi ini, yang lansia dan sebagainya, sehingga mereka ini jadi korban masuk rumah sakit terus meninggal, ini harus jadi perhatian penting,” tuturnya.

Dicky mengingatkan bahwa virus ini merupakan satu penyakit yang erat kaitannya dengan perilaku masyarakat. 

“Jika perilaku yang menurun atau abai, ya ini cepat menyebar, akan lebih cepat, karena virus ini tidak menyebar dengan sendirinya, dia menyebar karena dibawa orang, dan oleh karena itu harus tetap disiplin sampai nanti sudah banyak orang divaksinasi harus di atas 90 persen sebetulnya,” ujar Dicky.

Sementara itu ahli epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Iwan Ariawan mengatakan bahwa vaksin sangat berpengaruh dalam mengurangi risiko terjadinya Covid-19 gejala berat dan meninggal, apalagi pada lansia dan orang dengan komorbid.

Iwan menyampaikan kepatuhan protokol kesehatan dan kepatuhan penggunaan aplikasi PeduliLindungi saat ini menurun di masyarakat.

“Kondisi ini perlu diperbaiki apalagi sekarang varian Omicron yang lebih cepat menular mendominasi. Dari segi orang yang perlu perawatan rumah sakit dan meninggal tidak separah gelombang 2 saat periode Delta,” pungkasnya.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Epidemiolog: Jangan Anggap Remeh Omicron!

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Pakar Epidemiologi: Omicron Bukan Varian Terakhir

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved