Menag Yaqut Bandingkan Azan dengan Gonggongan Anjing, Fadli Zon: Cari-cari Masalah, Bikin Gaduh
Menurut Fadli Zon, apa yang disampaikan Menag Yaqut justru akan menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
TRIBUNTERNATE.COM - Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas kembali menjadi sorotan.
Kali ini karena pernyataannya yang membandingkan suara azan dengan gonggongan anjing.
Diketahui, ketika disinggung soal surat edaran (SE) yang dikeluarkannya terkait pedoman penggunaan pengeras suara di masjid, Yaqut menyebut suara toa yang berbunyi secara bersamaan bisa mengganggu.
"Kita bayangkan, saya Muslim saya hidup di lingkungan nonmuslim, kemudian rumah ibadah mereka membunyikan toa sehari lima kali dengan keras secara bersamaan, itu rasanya bagaimana?" ucap Yaqut saat berkunjung ke Pekanbaru pada Rabu (23/2/2022).
Dia kemudian menggambarkan hal tersebut dengan gonggongan anjing milik tetangga.
"Contohnya lagi, misalkan tetangga kita kiri kanan depan belakang pelihara anjing semua, misalnya menggonggong di waktu yang bersamaan, kita terganggu enggak? Artinya semua suara-suara harus kita atur agar tidak menjadi gangguan," ujar Yaqut.
Sontak pernyataan Menag Yaqut tersebut menuai kritikan dari sejumlah pihak.
Salah satu yang mengkritik keras yakni Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon.
Melalui akun Twitter miliknya, Fadli Zon tampak mengomentari cuitan eks politisi Partai Demokrat, Roy Suryo, terkait pernyataan Yaqut.
Fadli Zon menilai Menag Yaqut hanya mencari-cari masalah.
Menurut Fadli Zon, apa yang disampaikan Menag Yaqut justru akan menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
Ia pun meminta kepada Menag agar fokus pada hal-hal yang lebih penting, seperti penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.
Fadli zon menilai diksi dan metafor yang dipakai Menag Yaqut salah kaprah dan tidak terkontrol.
Terlebih, Menag Yaqut menganologikan suara azan dengan gonggongan anjing.
Baca juga: Roy Suryo Kecewa, Polda Metro Jaya Tolak Laporannya soal Ucapan Gonggongan Anjing Menag Yaqut
Baca juga: Menag Terbitkan Aturan soal Pengeras Suara Masjid, Komisi VIII DPR RI Singgung Kualitas Sound System
"Pejabat ini cari2 masalah yg menimbulkan kegaduhan.
Sementara urus yg besar spt haji n umrah tak becus.
Diksi n metafornya tak terkontrol, apalagi seolah membandingkan adzan atau pengajian dg suara gonggongan anjing.
Astagfirullah," tulis Fadli Zon.
Klarifikasi Kemenag
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama (Kemenag) Thobib Al Asyhar, menegaskan bahwa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sama sekali tidak membandingkan suara azan dengan suara anjing.
Pemberitaan yang mengatakan Menag membandingkan dua hal tersebut adalah sangat tidak tepat.
“Menag sama sekali tidak membandingkan suara azan dengan suara anjing, tapi Menag sedang mencontohkan tentang pentingnya pengaturan kebisingan pengeras suara,” kata Thobib Al-Asyhar dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (24/2/2022).
Melansir Tribunnews.com, Thobib mengatakan, saat ditanya wartawan tentang Surat Edaran (SE) Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala dalam kunjungan kerjanya di Pekanbaru, Menag menjelaskan bahwa dalam hidup di masyarakat yang plural diperlukan toleransi.
Sehingga perlu pedoman bersama agar kehidupan harmoni tetap terawat dengan baik, termasuk tentang pengaturan kebisingan pengeras suara apa pun yang bisa membuat tidak nyaman.
Baca juga: Sebelum Indonesia, Mesir & Arab Saudi Sudah Lebih Dulu Terapkan Pembatasan Pengeras Suara di Masjid
Baca juga: Panduan Kemenag RI tentang Penggunaan Pengeras Suara untuk Azan di Masjid, Langgar dan Mushala
"Dalam penjelasan itu, Gus Menteri memberi contoh sederhana, tidak dalam konteks membandingkan satu dengan lainnya, makanya beliau menyebut kata misal. Yang dimaksud Gus Yaqut adalah misalkan umat muslim tinggal sebagai minoritas di kawasan tertentu, di mana masyarakatnya banyak memelihara anjing, pasti akan terganggu jika tidak ada toleransi dari tetangga yang memelihara,” jelasnya.
“Jadi Menag mencontohkan, suara yang terlalu keras apalagi muncul secara bersamaan, justru bisa menimbulkan kebisingan dan dapat mengganggu masyarakat sekitar. Karena itu perlu ada pedoman penggunaan pengeras suara, perlu ada toleransi agar keharmonisan dalam bermasyarakat dapat terjaga. Jadi dengan adanya pedoman penggunaan pengeras suara ini, umat muslim yang mayoritas justru menunjukkan toleransi kepada yang lain. Sehingga, keharmonisan dalam bermasyarakat dapat terjaga,” tuturnya.
Menag, lanjut Thobib, tidak melarang masjid dan musala menggunakan pengeras suara saat azan.
Sebab, itu memang bagian dari syiar agama Islam.
Edaran yang Menag terbitkan hanya mengatur antara lain terkait volume suara agar maksimal 100 dB (desibel).
Selain itu, mengatur tentang waktu penggunaan disesuaikan di setiap waktu sebelum azan.
"Jadi yang diatur bagaimana volume speaker tidak boleh kencang-kencang, 100 dB maksimal. Diatur kapan mereka bisa mulai gunakan speaker itu sebelum dan setelah azan. Jadi tidak ada pelarangan," tegasnya.
"Dan pedoman seperti ini sudah ada sejak 1978, dalam bentuk Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam," tandasnya.
(TribunTernate.com/Rohmana) (Tribunnews.com)