Muncul Wacana Pemilu 2024 Ditunda karena Covid-19, Yusril Sebut Hanya Ada 3 Cara yang Bisa Ditempuh
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menyebut, hanya ada tiga cara yang bisa ditempuh untuk menunda pemilihan umum (pemilu) 2024.
TRIBUNTERNATE.COM - Setelah wacana masa jabatan presiden tiga periode mereda, kini muncul usulan dan wacana tentang penundaan pemilihan umum (Pemilu) 2024.
Usulan tersebut pertama kali dicetuskan oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar.
Pria yang akrab disapa Cak Imin tersebut mengusulkan agar Pemilu 2024 ditunda karena alasan pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Wacana itu disebut akan beriringan dengan potensi masa jabatan presiden yang diperpanjang.
Terkait hal itu, Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menyebut, hanya ada tiga cara yang bisa ditempuh untuk menunda pemilihan umum (pemilu) 2024.
Pertama, amendemen UUD 45; kedua presiden mengeluarkan Dekrit sebagai sebuah tindakan revolusioner; dan ketiga menciptakan konvensi ketatanegaraan (constitutional convention) yang dalam pelaksanaannya diterima dalam praktik penyelenggaraan negara.
Ketiga cara itu, menurut Yusril, sebenarnya berkaitan dengan perubahan konstitusi, yang dilakukan secara normal menurut prosedur yang diatur dalam konstitusi itu sendiri, atau cara-cara tidak normal melalui sebuah revolusi hukum.
"Dan terakhir adalah perubahan diam-diam terhadap konstitusi melalui praktik, tanpa mengubah sama sekali teks konstitusi yang berlaku," kata Yusril dalam keterangannya, Minggu (27/2/2022).
Yusril menilai, dasar paling kuat untuk memberikan legitimasi pada penundaan Pemilu adalah perpanjangan sementara masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden, MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Caranya dengan melakukan perubahan atau amendemen terhadap UUD 45.
Baca juga: Muncul Wacana Tunda Pemilu 2024 karena Alasan Covid-19, Perludem: Tak Relevan dan Tak Masuk Akal
Yusril menjelaskan, prosedur perubahan konstitusi sudah diatur dalam Pasal 37 UUD 45, Pasal 24 sampai Pasal 32, UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD sebagaimana telah diubah, terakhir dengan UU Nomor 13 Tahun 2019, serta Peraturan Tata Tertib MPR.

Menurutnya, yang perlu diubah bukanlah merevisi pasal-pasal UUD 45 yang ada sekarang secara harfiah, tetapi menambahkan pasal baru dalam UUD 45 terkait dengan pemilihan umum.
Misalnya, Pasal 22E UUD 45 dapat ditambahkan pasal baru, yakni Pasal 22 E ayat (7) yang berisi norma "Dalam hal pelaksanaan pemilihan umum sekali dalam lima tahun sebagaimana dimaksud oleh Pasal 22E ayat (1) tidak dapat dilaksanakan karena terjadinya perang, pemberontakan, gangguan keamanan yang berdampak luas, bencana alam dan wabah penyakit yang sulit diatasi, maka Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang untuk menunda pelaksanaan Pemilu sampai batas waktu tertentu."
Baca juga: Usulan Pemilu 2024 Diundur karena Covid-19 Dianggap Tak Relevan dan Picu Benturan Konstitusi
Jalan kedua, di luar mengubah UUD 45 adalah Presiden mengeluarkan Dekrit menunda pelaksanaan pemilu dan sekaligus memperpanjang masa jabatan semua pejabat yang menurut UUD 45 harus diisi dengan pemilu.
Jalan ketiga untuk menunda Pemilu dan memperpanjang masa jabatan para penyelenggara negara adalah dengan menciptakan konvensi ketatanegaraan atau “constitutional convention”.