Inilah Alasan Mengapa Indonesia Tak Bisa Kendalikan Harga Minyak Goreng, Padahal Punya BUMN Sawit
Indonesia dikenal sebagai negara dengan pasokan sawit melimpah, bahkan tercatat penghasil CPO terbesar di dunia, lantas mengapa minyak goreng mahal?
TRIBUNTERNATE.COM - Hanya dalam waktu singkat, harga minyak goreng di Indonesia meningkat pesat.
Diketahui pada tahun 2021, harga minyak goreng per liternya berada di kisaran Rp12.000.
Namun sejak awal tahun 2022, harga minyak goreng meroket dua kali lipat di kisaran Rp24.000 per liternya.
Para produsen pun kompak menaikkan harga dengan alasan menyesuaikan dengan harga minyak sawit (CPO) di pasar global.
Padahal, Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki pasokan sawit melimpah, bahkan tercatat sebagai negara penghasil CPO terbesar di dunia.
Lantas, mengapa negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia justru menjadi negara di mana rakyatnya kesulitan mendapatkan minyak goreng?
Sebenarnya, pemerintah memiliki Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit terintegrasi.
Dengan demikian, perusahaan milik negara memiliki kebun kelapa sawit sendiri yang lengkap dengan pabrik pengolahannya.
Baca juga: Daftar Harga Minyak Goreng di 2 Minimarket Ternama Sabtu, 9 April 2022, dari Sunco hingga Bimoli
Baca juga: Harga dan Stok Minyak Goreng Curah di Jateng Masih Kacau, Ganjar Komitmen Kejar hingga Tuntas
Namun, mengapa pemerintah seperti tak berdaya mengendalikan harga minyak goreng di pasaran lewat perusahaannya? Menteri BUMN Erick Thohir pun membeberkan alasannya.
Erick Thohir menyebut bahwa negara memang memiliki perkebunan kelapa sawit melalui BUMN PT Perkebunan Nusantara atau PTPN Group.
Namun, luas lahannya relatif masih kecil dibandingkan total kepemilikan perusahaan swasta.
Sejauh ini, perkebunan kelapa sawit memang banyak dikuasai pengusaha swasta besar. Bahkan, 6 dari 10 konglomerat terkaya di Indonesia adalah pengusaha kelapa sawit.
Satu orang konglomerat, bahkan memiliki perkebunan kelapa sawit hingga ratusan ribu hektare di atas lahan milik negara yang diberikan melalui skema Hak Guna Usaha (HGU).
Ia menjelaskan bahwa jumlah luasan perkebunan kelapa sawit yang dikuasai BUMN hanya mencakup sekitar 4 persen saja dari seluruh luas penanaman sawit di seluruh Indonesia.
Bahkan, apabila luasan perkebunan kelapa sawit milik BUMN digabung dengan seluruh kebun sawit milik petani kelapa sawit rakyat, totalnya masih kalah jauh dibandingkan milik para pengusaha swasta.

Hal inilah, lanjut Erick Thohir, yang membuat pemerintah tak bisa mengatrol harga minyak goreng melalui tangan BUMN.
"Lalu kita bersama menampung dari petani mungkin jadi 7 persen. Nah yang mayoritas itu dari swasta," ujar Erick dikutip pada Minggu (10/4/2022).
Baca juga: Foto-foto Penjara Manusia di Rumah Bupati Langkat, Diduga untuk Perbudak Puluhan Pekerja Sawit
Baca juga: Jokowi Hapus Limbah Sawit & Batu Bara dari Kategori Bahaya, Ini Respon Kontras Walhi dan Pengusaha
Menurut dia, BUMN sebenarnya sudah meningkatkan produksi minyak goreng dari pabrik kelapa sawitnya. Namun, hal itu memerlukan waktu panjang.
"Kalau BUMN saja yang hanya punya 4 persen melakukan perubahan seperempat dari produksinya. Yang tidak produksi minyak goreng tadinya kita. Kita lakukan sekarang seperempat dari produksinya untuk rakyat," tutur Erick.
Pemilik Grup Mahaka ini berujar, pengusaha swasta seharusnya bisa turut andil menekan harga minyak goreng karena mendapat untung besar dari sumber daya yang ditanam di tanah Indonesia.
Bukan sebaliknya, malah ikut menaikkan harga minyak goreng dengan dalih harga CPO global mengalami lonjakan.
"Jadi ketika ada seperti ini para swasta juga harus kembali bertanggung jawab menyelesaikan jangan menjadi orang asing. Menjadi orang asing ketika kayanya dari sumber daya alam Indonesia tetapi ketika rakyat membutuhkan tidak hadir," tutur Erick.
"Jadi saya sangat mengetuk para swasta. Ayo bersama-sama dengan BUMN, pemerintah pusat, pemerintah daerah ayo selesaikan masalah minyak goreng dan saya rasa bapak Presiden sudah mengambil kebijakan, Pak Menko, Pak Mendag. Tinggal kembali hatinya kita mau ngga tidak melakukan kebersamaan ini," sambungnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Punya BUMN Sawit, Kenapa Negara Tak Berdaya Kendalikan Harga Migor