Inkonsistensi Kebijakan Minyak Goreng, Jokowi Dinilai Dipengaruhi Kelompok-kelompok Tertentu
Pengamat melihat, kebijakan yang berubah-ubah menunjukkan Presiden Jokowi seperti dipengaruhi oleh kelompok-kelompok tertentu.
TRIBUNTERNATE.COM -- Kebijakan pemerintah dalam menghadapi polemik minyak goreng di dalam negeri terus menjadi sorotan.
Terlebih, kebijakan tersebut mudah sekali berubah.
Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah menilai kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mengatasi persoalan minyak goreng tidak konsisten.
Perubahan kebijakan dalam waktu satu hari dinilai membingungkan publik.
Pemerintah turut melarang ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau minyak kelapa sawit, bersamaan dengan bahan baku minyak goreng lainnya.
Sebelumnya, pemerintah sempat menyatakan CPO tidak termasuk ke dalam larangan ekspor.
"Inkonsistensi itu menunjukkan pemerintah tidak punya resep, tidak punya perencanaan yang matang terhadap bagaimana solusi terkait dengan persoalan minyak goreng. Baik dari tata kelola, pengawasan, dan sebagainya," ujar Trubus dalam keterangannya, Kamis (28/4/202).
Baca juga: Pemerkosa 13 Santriwati Herry Wirawan Ajukan Kasasi ke MA, Menteri PPPA Bakal Kawal Proses Hukumnya
Baca juga: Ade Yasin Tertangkap OTT KPK, Ridwan Kamil: Berkali-kali Selalu Diingatkan
Baca juga: Sama-Sama Terjaring OTT saat Jadi Bupati Bogor, Ini Reaksi Rachmat Yasin Tahu Ade Yasin Ditangkap
Trubus melihat kebijakan yang berubah-ubah menunjukkan Presiden Jokowi seperti dipengaruhi oleh kelompok-kelompok tertentu.
Ia juga melihat tim di Istana Kepresidenan tidak bekerja secara optimal.
"Seharusnya Pak Jokowi punya Stafsus-Stafsus, ada KSP, ada Setkab, yang memberikan informasi yang akurat. Ini kesalahan tidak hanya Pak Jokowi, tapi bagaimana mekanisme prosedur itu diberikan kepada Presiden," tutur Trubus.
Trubus melihat kepemimpinan seorang presiden harus tegas.
Termasuk dalam mengatasi kebijakan, khususnya persoalan minyak goreng yang masih menjadi persoalan masyarakat Indonesia.
"Ketika kebijakan itu dihadapkan persoalan publik, secara teori publik harus penerima manfaat idealnya. Bukan pihak yang dirugikan oleh kebijakan itu. Yang terjadi publik jadi pihak yang dirugikan karena inkonsistensi kebijakan." ucap Trubus.
Sebelumnya Pemerintah menjelaskan ke publik terkait produk kelapa sawit yang masih diperbolehkan untuk diekspor, yakni minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dan Red Palm Oil (RPO).
Namun dalam hitungan jam, aturan itu kembali direvisi di mana CPO serta RPO juga termasuk yang dilarang untuk diekspor.

Presiden Didesak untuk Bentuk Badan Kelapa Sawit
Mantan Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) perlu segera membentuk satu badan sawit Indonesia sebagai solusi persoalan minyak goreng di tanah air.
Badan ini nantinya akan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Sekarang ini ada sejumlah kementerian ikut bertanggung jawab dan memiliki wewenang dari Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian ESDM, Kementerian Agraria dan Tata Ruang dan Kementerian Koordinator Perekonomian.
Asosiasi-asosiasi yang berkaitan dengan industri sawit juga cukup banyak, antara lain Dewan Minyak Sawit Indonesia, GAPKI, Apkasindo, GPPI, GIMNI, AIMMI, APOLIB, APROBI, MAKSI.
Di samping itu, masih ada beberapa asosiasi petani sawit.
“Perlu sekali adanya suatu badan pemerintah yang beranggotakan ahli-ahli yang selalu dapat membaca tantangan dan memberikan jalan keluar yang baik bagi industri sawit,” ujar pakar sawit ini dalam Webinar Series Corona Mea Vos Estis (CMVE), Rabu (27/4/2022) malam.
Webinar Series CMVE bertajuk “Pembaruan Tata Kelola Industri Sawit di Indonesia, Sudah Mendesak kah?” CMVE adalah organisasi alumni Seminari Menengah Pematang Siantar, Sumatera Utara.
Hadir juga pembicara lain, yakni Founder dan Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), Tungkot Sipayung, Ketua Umum DPP Asosiasi Sawitku Masa Depanku (SAMADE) Tolen Ketaren dan petani sawit Ridwan Sijabat.
Derom membandingkan dengan di Malaysia ada MPOB, yakni suatu otoritas yang berwenang melakukan tindakan-tindakan dan peraturan-peraturan, sehingga kementerian-kementerian lain tidak mencampurinya lagi.
“Jadi kementerian-kementerian lain tidak mencampuri dan ikut bicara lagi soal industri sawit,” ungkapnya.
“Di Indonesia, saat ini kita lihat di Indonesia banyak terlibat Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian ESDM, Kementerian Agraria dan Tata Ruang dan Kementerian Koordinator Perekonomian,” jelasnya.
Menurut dia, Badan sawit Indonesia itu harus diisi oleh tenaga-tenaga ahli yang dapat merumuskan berbagai ketentuan untuk diusulkan menjadi Undang-Undang yang akan dibahas di DPR RI.
Dengan begitu, lanjut dia, misalnya akan ada UU yang mengatur cara-cara mengatasi minyak goreng dalam situasi apa pun juga baik ketika harga naik atau turun. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Pakar Dorong Presiden Bentuk Badan Sawit Indonesia Atasi Persoalan Minyak Goreng
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Pengamat Sebut Kebijakan Jokowi Tidak Matang Atasi Persoalan Minyak Goreng