Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Opini

Ironi Mardani Maming dan Seruan Taat Hukum oleh Elit PBNU

Figur publik yang telah mencoreng kepercayaan publik, ia harus mengundurkan dirinya. Mardani jadi ironi karena masih berada di PBNU

Facebook Aguk Irawan Mn
Aguk Irawan, Warga NU Kultural Tinggal di Yogyakarta. 

Ironi semacam ini mengingatkan pada keinginan Boris Johnson, yang setelah mengundurkan diri dari jabatan Ketua Partai Konservatif, ia masih enggan mengundurkan diri dari jabatan Perdana Menteri Ingris.

Namun, George Freeman, Anggota Parlemen Ingris sekaligus politisi Partai Konservatif, mengatakan bahwa hal itu akan menyulitkan bagi semuanya untuk melihat Boris Johnson masih memimpin selama tiga bulan ke depan (abcnews, 08/7/2022).

Artinya, figur publik yang sudah merusak kepercayaan publik memang seharusnya sudah mengundurkan diri.

Borish Johnson, jika tidak segera mengundurkan diri dari jabatan perdana menteri, maka ia dikhawatirkan oleh para politisi Partai Konservatif menyalahgunakan kekuasaan, terkait penggantinya nanti.

Ini juga hampir sama dengan Mardani H. Maming, bila ia tetap enggan melepas jabatannya sebagai Bendum PBNU, kekhawatiran akan menyalahgunakan kekuasaan selama menjalani proses hukum terbuka lebar.

Siapapun yang sedang terjerat masalah hukum dan menodai kepercayaan publik, sudah seharusnya ia melepaskan posisi apapun yang sudah diamanahi oleh publik.

Pandangan Savic Ali dan Moh. Syafi’ Alielha sebagai elite-elite PBNU tidak masuk akal, jika mendorong Mardani Maming taat pada proses hukum yang berjalan, sementara mereka enggan mencopot jabatan tersangka kasus korupsi tersebut.

Posisi struktural yang bermuatan “politis” tersebut (Bendum PBNU) harus ditanggalkan lebih dahulu, supaya proses hukum yang dilakukan oleh aparat terlepas dari segala jenis bias kepentingan. Sejatinya, kata kuncinya di sini adalah menjauhkan bias kekuasaan dari poses hukum.

Persoalan hukum dan kekuasaan adalah dua hal yang memang harus dipisahkan, terutama bagi kita sebagai negara yang menganut sistem trias politik. Kekuasaan eksekutif adalah ranah berbeda dari kekuasaan Yudikatif.

Tentu saja, NU bukan bagian dari sistem pemerintahan, tetapi orang-orang NU banyak yang berada di kekuasaan. Jika Mardani Maming enggan melepas jabatannya sebagai Bendum PBNU, maka akses ke dalam kekuasaan politis di pemerintahan (eksekutif) sangat besar untuk mempengaruhi proses hukum di ranah Yudikatif.

Gestur PBNU hari ini, maaf-- terlihat seperti jungkir balik. Gus Yahya sejak awal tidak ingin membawa NU ke ranah politik kekuasaan. Tetapi anehnya, ketika salah satu pengurus harian tersandung masalah korupsi, ia terkesan tampil bagai politisi ulung, yang mengulur-ulur waktu untuk menyusun kekuatan, dan membela tersangka dengan kekuatan yang dimilikinya. Kesan penulis seperti ini mudah-mudahan salah.

Dalam medan pertempuran, waktu adalah senjata yang berbahaya. Kekuatan yang lebih besar bisa dikumpulkan jika waktunya mencukupi. Ini yang jangan sampai terjadi, lalu dengan segala daya upaya, Mardani Maming bebas dari jeratan hukum.

Berbeda halnya jika PBNU sudah memberhentikan Mardani Maming dari jabatannya, sehingga ia bisa fokus menjalani proses hukum, sebagaimana disuarakan oleh kiyai-kiyai NU kultural maupun struktural misal dari PWNU Jakarta dan Jatim.

Dengan memberhentikan Maming, PBNU telah menutup “pintu”, sehingga opini publik tidak sampai memiliki pikiran PBNU ikut campur dalam proses hukum. Jika sampai Mardani Maming dalam statusnya DPO dan masih sebagai Bendum PBNU, maka citra PBNU 'membela' seorang koruptor akan menjadi sejarah buruk selamanya.

Tentu yang membuat kita sangat bersedih adalah tercorengnya marwah NU, organisasi yang publik tahu, didirikan oleh kumpulan para wali, lali diteruskan oleh ulama dan santri
Efek domino lainnya adalah kiyai-kiyai kampung yang akan menjadi bulan-bulanan jamaah dan jam’iyah sebelah. Wallahu'alam Bishawab[]

*Warga NU Kultural, tinggal di Yogyakarta.

***Topik Opini diperuntukkan bagi Tribunners yang merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke redaksi kami, dengan mendaftar terlebih dahulu atau tulisan dikirim ke email tribunternateredaksi21@gmail.com. Isi konten tulisan yang tayang di rubrik Opini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis yang mengirim tulisan ke redaksi kami.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved