Calon Pendeta di Kupang Cabuli Anak di Bawah Umur: Ada 12 Korban, Pelaku Mengaku Punya Trauma
Pihak kepolisian masih menunggu laporan dari korban lainnya. Diduga, masih ada korban lain yang belum berani melaporkan tindakan biadab SAS.
Sanksi itu berupa penundaan pentabisan menjadi vikaris dalam jabatan pendeta kepada SAS.
Pihak gereja juga telah mengirim tim psikolog serta pendamping untuk membantu korban kekerasan seksual yang dilakukan SAS.

Modus Pelaku
Dilansir Kompas.com, perbuatan bejat SAS diduga dilakukan sejak akhir Mei 2021 hingga Maret 2022.
Perbuatan tak senonoh itu dilakukan SAS di lingkungan gereja.
"Modus terlapor yakni melakukan tipu muslihat dan rangkaian kebohongan terhadap para korban sebelum melakukan persetubuhan tersebut," jelas Jems, Minggu (4/9/2022).
Aksi bejat itu dilakukan pelaku berulang kali pada waktu dan tempat yang berbeda-beda.
Ancam Sebarkan Video
Dari keterangan korban, pelaku ternyata merekam aksinya menggunakan telepon seluler.
Pelaku kemudian mengancam akan menyebarkan rekaman itu jika korban menolak melayani pelaku.
Dijelaskan Jems, awalnya ada sembilan orang yang melaporkan perbuatan SAS.

Namun, setelah ditelusuri, tiga laporan lainnya diputuskan tidak ditindaklanjuti.
Satu laporan tidak ditindaklanjuti karena pelapor telah berusia 19 tahun.
Lalu, dua lainnya tak diproses lantaran tidak terjadi hubungan badan.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana, Kompas.com/Sigiranus Marutho Bere)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul FAKTA Baru Calon Pendeta Cabuli Bocah, Jumlah Korban Bertambah hingga Punya Trauma Masa Lalu