Resesi 2023
Jangan Overthinking Ancaman Resesi, Rhenald Kasali: Jangan Percaya yang Miskin Tambah Miskin
Sejumlah tokoh seperti influencer berlomba-lomba membuat konten mengenai resesi yang menakut-nakuti masyarakat.
Penulis: Ifa Nabila | Editor: Ifa Nabila
TRIBUNTENATE.COM - Kata resesi kini seolah menghantui perekonomian tak hanya di Indonesia namun juga di berbagai negara.
Sejumlah tokoh seperti influencer berlomba-lomba membuat konten mengenai resesi.
Tak jarang dari mereka yang memakai judul atau bahkan konten yang menakut-nakuti masyarakat, termasuk ancaman warga miskin akan semakin miskin akibat resesi.
Baca juga: Resesi 2023 Bikin Panik Ancaman PHK Massal, Rhenald Kasali: Padahal Indonesia Sudah Resesi di 2020
Baca juga: Sebut RI Mulai Keluar dari Resesi Ekonomi, Luhut: Data Ekonomi Semua Angkanya Baik
Pendapat ini kemudian diluruskan oleh pakar ekonomi sekaligus akademisi Universitas Indonesia, Profesor Rhenald Kasali.
Rhenald Kasali menjelaskan adanya kesalahpahaman dalam memaknai resesi ini.
Bahkan, solusi-solusi yang ditawarkan oleh para tokoh tadi juga disebut ngawur dan tak sesuai konteks.
Resesi adalah Istilah Ekonomi Makro
Hal ini justru menebar ketakutan pada masyarakat dengan ancaman-ancaman tertentu.
"Kemudian diterjemahkan oleh sejumlah orang bahkan dikatakan akan terjadi PHK massal besar-besaran."
"Dan kemudian diterjemahkan secara bisnis katanya jangan berinvestasi, tahan cash, jualan online saudara-saudara akan terganggu."
"Oleh karena itu tahan stok, jangan punya stok besar-besaran, kalau pun beli mereka akan beli yang murah-murah tidak akan melakukan pembelian dalam jumlah yang cukup," kata Rhenald Kasali dalam kanal YouTube-nya.
Rhenald Kasali kemudian menjelaskan bahwa resesi adalah istilah untuk makro ekonomi, bukan mikro ekonomi.

Baca juga: Indonesia Resesi Akibat Dampak Pandemi Covid-19, Pengangguran Tembus 9,77 Juta
Sedangkan bisnis seseorang bahkan UMKM termasuk mikro ekonomi.
Sehingga landasan ekonomi yang digunakan pun berbeda.
Jika kita membahas masalah makro ekonomi, maka kaitannya akan dengan pendapatan nasional hingga pendapatan per kapita.
Kemudian kita juga membicarakan hal-hal yang bersifat strategi negara dalam menangani masalah-masalah kemiskinan, pengangguran, inflasi.
Serta strategi fiskal, strategi moneter, investasi asing, hingga strategi-strategi ekonomi negara lainnya.
Jangan Overthinking
Rhenald Kasali menyarankan masyarakat untuk tidak ketakutan berlebihan dan lebih memahami apa makna dari resesi itu sendiri.
"Jadi jangan overthinking, jangan melebih-lebihkan, kuasai dulu pengertiannya," pesan Rhenald Kasali.
Ia juga menyorot soal influencer yang seenaknya menebar ketakutan pada masyarakat.
"Apalagi kemudian ada yang mendramatisasai mengatakan 'Percaya deh omongan gue, yang miskin tambah miskin, yang susah tambah susah' ya jangan begitu," tambahnya.
Baca juga: Indonesia Terperosok ke Jurang Resesi, Pengamat Sarankan Presiden Jokowi Lakukan Reshuffle Kabinet
Menurut Rhenald Kasali, dalam setiap kondisi berbahaya, misalnya resesi, masih ada saja kesempatan yang bisa dimanfaatkan.
"Jadi yang pertama, hati-hati terminologi makro dengan terminologi mikro."
"Yang kedua, ingat dalam setiap hal yang berbahaya selalu ada kesempatan."
"Ada orang yang melihat persoalan dalam resesi itu sebagai dangerous bahaya ya sudah tiarap saja kita."
"Tapi ada lagi yang melihat entar dulu justru pada saat orang tiarap kita investasi, begitu badai berlalu saya paling siap."
"Tentu saja siapa yang siap mereka yang punya cash, mereka yang bisa membaca data yang sebenarnya," paparnya.
Bagi Rhenald Kasali, kemampuan memahami data ekonomi ini penting untuk mengambil tindakan.
Solusi Resesi Menyesatkan
Menurut Rhenald Kasali, hal-hal tersebut di atas tidak melulu bisa diterjemahkan dalam ekonomi kita sehari-hari atau dalam bisnis kita.
"Bisnis ini landasannya adalah segmentasi. Anda bergerak dalam segmen-segmen," tegas Rhenald Kasali.
Maka dari itu, ada banyak solusi yang disebarkan oleh orang-orang yang kurang berkompeten dan cenderung malah menyesatkan.
Di antaranya adalah untuk menahan uang agar tidak digunakan untuk membeli.
"Nah kalau sudah begitu hati-hati ketika kemudian kita terjemahkan tahan uang, jangan spending."
"Ini justru akan mengakibatkan kita memasuki era yang disebut depresi jadi dari resesi, depresi, stagnasi, stagflasi," paparnya.
(TribunTernate.com/ Ifa Nabila)