Pilpres 2024
Jokowi Jangan Paksa Gibran Jadi Cawapres Prabowo, Pakar: Kinerja Bagus tapi Nanti Rakyat Muak
Ayah Gibran, Presiden Joko Widodo (Jokowi) disarankan agar tidak memaksakan putra sulungnya untuk langsung maju di kontestasi nasional ini.
TRIBUNTERNATE.COM - Nama Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, ikut terseret setelah adanya putusan MK yang mengizinkan individu di bawah 40 tahun untuk menjadi capres atau cawapres.
Ayah Gibran, Presiden Joko Widodo (Jokowi) disarankan agar tidak memaksakan putra sulungnya untuk langsung maju di kontestasi nasional ini.
Pasalnya, kinerja Jokowi yang cenderung bagus dalam pembangunan akan terkenang di hati rakyat.
Baca juga: Ternyata Mahfud MD Pernah Ditawari Jadi Cawapres Prabowo dan Anies, Ini Alasan Pilih Ganjar
Baca juga: Siapa Istri Mahfud MD Cawapres Ganjar, Zaizatun Nihayat Kenal saat Kuliah, Pekerjaan Guru SMA
Namun, Jokowi bisa meninggalkan kesan buruk, bahkan membuat masyarakat muak jika sampai Gibran maju menjadi cawapres.
Hal ini diungkapkan oleh pakar politik Ikrar Nusa Bhakti.
Ia berpendapat, Presiden Jokowi yang sudah memimpin Indonesia selama 2 periode seharusnya mengakhiri masa jabatannya dengan meninggalkan warisan yang baik.
"Presiden Jokowi itu sudah bagus, warisan pembangunannya sudah bagus, pendapatan per kapita sudah baik, dia membangun Papua, maka sebaiknya meninggalkan warisan yang baik dan smooth landing," kata Ikrar saat dihubungi pada Kamis (19/10/2023).
Ikrar menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi syarat batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sangat politis demi kepentingan pihak tertentu.
"Politisasi MK itu kental sekali. MK sudah menjadi lembaga yang melakukan yudisialisasi terhadap hal-hal yang berbau politik. Dan jangan menyalahkan kalau orang mencurigai putusan ini ada kepentingannya Gibran," papar Ikrar.
Ikrar mengatakan, putusan MK itu seolah memperlihatkan terdapat sinyal kuat buat menjaga kepentingan kekuasaan dari penguasa, dan tidak memikirkan kepentingan masyarakat.
"Seperti seolah jadi raja menurunkan ke putra mahkota," ucap Ikrar.
Dia mengatakan, jika Presiden Jokowi menegaskan sikapnya dengan melarang Gibran supaya tidak berlaga dalam Pilpres 2024, kemungkinan sikap rakyat akan melunak.
Akan tetapi, jika yang terjadi sebaliknya, menurut Ikrar, bisa memicu kegaduhan baru dalam perpolitikan Tanah Air, dan memberikan contoh buruk dalam proses demokrasi.
"Kalau enggak, ini bukan mustahil terjadi perlawanan rakyat. Bukan dalam artian amuk massa, tapi mereka kemungkinan akan berbalik, dari yang tadinya mendukung menjadi muak."
"Bisa-bisa akhir jabatannya hard landing, atau bisa jadi crash landing," ujar Ikrar.
Ikrar mengatakan, Presiden Jokowi seharusnya menyadari jika tidak tegas maka pemerintahan mendatang dan masyarakat yang harus membayar mahal atas kerusakan yang ditimbulkan dari permainan politik melalui proses hukum.
Padahal, menurut Ikrar, bangsa Indonesia sudah sepakat untuk tidak kembali ke masa pemerintahan yang kelam setelah Reformasi 1998 dan menuju kematangan demokrasi pada 2039.
"Tapi kalau sekarang terjadi seperti ini, ini namanya dia memutarbalikkan reformasi. Padahal di 1998 kita sepakat ini adalah point of no return."
"Bayangkan kalau kita kembali ke titik nol dalam persoalan politik. Itu akan lama mengembalikannya dan menghabiskan banyak uang," papar Ikrar.
Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua MK Anwar Usman memutuskan menerima sebagian gugatan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal syarat batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden.
Putusan itu dibacakan dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023) lalu.
Dalam putusannya, terdapat 4 hakim konstitusi yang menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion).
Mereka adalah Suhartoyo, Arief Hidayat, Saldi Isra, dan Wahiduddin Adams.
Putusan MK dalam gugatan itu membolehkan seseorang yang pernah menjabat sebagai kepala daerah atau pejabat negara lainnya, yang dipilih melalui pemilu, bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden meski berusia di bawah 40 tahun.
Gibran dalam sepekan lalu menjadi sorotan pemberitaan karena didorong dan dianggap layak disandingkan sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres).
Bahkan di beberapa daerah muncul baliho sampai reklame yang memampang wajah Gibran bersebelahan dengan foto bakal capres dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) Prabowo Subianto.
Padahal saat ini Gibran merupakan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
Partai berlambang banteng bermoncong putih itu sudah mengusung Ganjar Pranowo-Mahfud MD sebagai capres-cawapres.
Sebelum putusan MK, peluang Gibran masuk ke dalam bursa Pilpres 2024 masih tertutup karena usianya belum memenuhi persyaratan.
Namun, kini setelah putusan itu maka pintu buat Gibran sangat terbuka.
Mahfud MD Tidak Suka
Putusan MK soal batas usia capres dan cawapres langsung dikait-kaitkan dengan Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka.
Menanggapi hal itu, cawapres Mahfud MD ternyata tidak suka dengan keputusan MK.
Mahfud MD juga menyinggung soal dalil di mana melibatkan Katua MK Anwar Usman sebagai paman dari Gibran.
Bagi Mahfud MD, putusan MK itu tidaklah benar.
"Saya tidak suka karena sudah bilang (putusan) itu tidak benar," kata Mahfud, Kamis (19/10/2023), dikutip dari YouTube Najwa Shihab.
Kompas.com telah mendapatkan izin dari Najwa Shihab untuk mengutip isi wawancaranya dengan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD dalam video bertajuk "[LIVE] Eksklusif, Strategi Ganjar - Mahfud | Mata Najwa".
Pakar hukum tata negara ini menyampaikan, secara teoritis, MK tidak boleh memutus permohonan terkait syarat usia capres dan cawapres karena MK bersifat negative legislator.
Mahfud pernah mengatakan bahwa ketentuan syarat usia capres-cawapres merupakan open legal policy yang menjadi kewenangan DPR dan pemerintah untuk menentukannya.
Namun, di sisi lain, Mahfud mengingatkan bahwa setiap putusan MK bersifat final dan mengikat, suka atau tidak suka.
Oleh karena itu, mantan ketua MK ini menegaskan bahwa putusan MK tersebut salah tetapi mau tidak mau putusan itu sudah bersifat final.
"Iya salah, salah, secara fundamental, tapi secara fundamental ada dalil di kosntitusi, setiap putusan yang sudah inkrah itu tidak bisa dilawan," kata Mahfud.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan ini pun menyoroti Ketua MK Anwar Usman yang ikut menyidangkan perkara syarat usia capres-cawapres ini.
Padahal, perkara tersebut erat kaitannya dengan peluang keponakannya, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, untuk maju sebagai capres atau cawapres pada Pemilihan Presiden 2024.
"Ada dalilnya tidak boleh orang punya hubungan keluarga itu mengadili. Dalilnya tuh nemo judex in causa sua, tidak boleh orang mengadili hal-hal yang ada kaitan kekeluargaan, kaitan dengan kepentingan diri sendiri," kata Mahfud.
Oleh karena itu, Mahfud menilai tak salah apabila ada sejumlah pihak yang mempersoalkan putusan tersebut dengan mengadukan sejumlah hakim MK ke Dewan Etik MK.
"Yang salah saja ditindak, kan begitu kalau memang ada salah kan begitu," kata dia. MK menambahkan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden yang termaktub dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Hakim MK menyatakan, seseorang yang belum berusia 40 tahun bisa maju menjadi capres atau cawapres selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilu.
Hal ini diputuskan MK dalam sidang pembacaan putusan uji materi terkait batas usia capres-cawapres perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang digelar Senin (16/10/2023).
"Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang tidak dimaknai 'berusia 40 tahun, atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat.
MK menyatakan, putusan ini berlaku mulai Pemilu Presiden 2024. Atas putusan MK ini, putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka dapat maju sebagai capres/cawapres pada Pilpres 2024 meski belum berusia 40 tahun.
Kendati masih berusia 36 tahun, Gibran berpengalaman menjabat sebagai Wali Kota Surakarta sehingga ia memenuhi syarat menjadi capres atau cawapres.
"Ketentuan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagaimana dimaksud dalam putusan a quo berlaku mulai pada Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 dan seterusnya," kata hakim konstitusi Guntur Hamzah.
Hal ini berdasarkan putusan MK serta pantun yang dibacakan oleh Sekjen Gerindra Ahmad Muzani.
Dari petunjuk-petunjuk yang ada, Gibranlah yang paling cocok.
Hal ini diungkapkan pengamat olitik dari Universitas Esa Unggul M Jamiluddin Ritonga.
Jika membaca kisi-kisi yang dilontarkan oleh Gerindra, Jamiluddin meyakini sosok tersebut bukanlah kandidat kuat lainnya, yakni Menteri BUMN Erick Thohir.
"Gibran Rakabuming Raka tampaknya lebih berpeluang menjadi cawapres Prabowo daripada Erick Thohir," ujar Jamiluddin saat dimintai konfirmasi, Kamis (19/10/2023).
Menurut Jamiluddin, berdasarkan dua pantun yang dibacakan Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani mengenai kisi-kisi cawapres Prabowo, terdapat dua indikasi kuat kenapa Gibran yang akan menjadi pendamping Prabowo.
Yang pertama adalah sosok pendamping Prabowo disebut berasal dari kalangan anak muda. Jamiluddin mengatakan, di Indonesia, usia pemuda kerap dibatasi maksimal 40 tahun.
"Batas usia tersebut ada pada Gibran, bukan Erick Thohir. Saat ini usia Gibran 36 tahun," ucap dia.
Lalu, yang kedua, di dalam pantun juga disinggung "Stasiun Balapan".
Jamiluddin meyakini pantun itu ingin memberitahu bahwa anak muda yang dimaksud berasal dari Stasiun Solo Balapan atau Solo.
"Pemuda dari Stasiun Balapan atau Solo tentunya Gibran, bukan Erick. Hal ini menegaskan, pantun petinggi Gerindra itu mengarah pada Gibran," kata Jamiluddin.
Kisi-kisi selanjutnya yang dilontarkan Sekjen Gerindra adalah berpengalaman di pemerintahan.
Jamiluddin menyebut baik Gibran maupun Erick sama-sama berpengalaman.
"Sedangkan sisi berpengalaman di pemerintahan, baik Gibran maupun Erick sama-sama memilikinya. Gibran berpengalaman menjadi Wali Kota Solo, sementara Erick Menteri BUMN. Karena itu, faktor berpengalaman di pemerintahan bukan menjadi pembeda antara Gibran dan Erick," jelasnya.
Maka dari itu, Jamiluddin meyakini kisi-kisi Gerindra mengindikasikan bahwa Prabowo akan memilih Gibran sebagai pendampingnya.
"Jadi, kata anak muda dan Balapan mengindikasikan cawapres Prabowo jatuh pada Gibran, bukan Erick," imbuh Jamiluddin.
(Kompascom)
Artikel ini telah tayang di Kompascom dengan judul "Jokowi Berpotensi "Crash Landing" jika Gibran Tetap Didorong Jadi Cawapres"

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.