Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Timses Prabowo-Gibran Jadi Dewan Komisaris BUMN Dianggap Politik Balas Budi, Pengamat: Harus Ahli

Pembagian kursi Dewan Komisaris BUMN untuk timses Prabowo-Gibran itu terjadi di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Editor: Ifa Nabila
Dok Tribunnews.com
Pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 2 Prabowo Gibran. Pembagian kursi Dewan Komisaris BUMN untuk timses Prabowo-Gibran itu terjadi di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

TRIBUNTERNATE.COM - Inilah pendapat pengamat soal pembagian kursi Dewan Komisaris BUMN untuk tim suskses capres dan cawapres Prabowo Subianto serta Gibran Rakabuming Raka.

Pembagian kursi Dewan Komisaris BUMN untuk timses Prabowo-Gibran itu terjadi di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Sehingga tindakan itu dianggap sebagai politik balas budi.

Baca juga: BREAKING NEWS: Saksi Prabowo-Gibran Pukul Ketua PPK Gane Barat Utara Halmahera Selatan Suratno Taib

Baca juga: Soal Dugaan Hilangnya Ribuan Suara Prabowo-Gibran di Halmahera Selatan, PPK: Mansur Ngawur Baca Data

Pemilik kekuasaan yang notabenenya pemegang saham perusahaan pelat merah menjadikan posisi komisaris sebagai bancakan.

Melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), pemerintah berwenang menempatkan seorang dewan komisaris tanpa harus melewati mekanisme asesmen.

Terkini, Prabu Revolusi dan Siti Zahra Aghnia bagian dari timses Prabowo-Gibran yang diberikan jabatan komisaris independen di PT Kilang Pertamina Internasional dan PT Pertamina Patra Niaga, anak usaha PT Pertamina (Persero).

Kondisi tersebut ditangkap oleh Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto sebagai sebuah permasalahan yang pelik.

Menurutnya, fungsi Komisaris BUMN adalah melakukan pengawasan dan kontrol terhadap Board of Director (BOD) atas target yang telah ditetapkan.

"Idealnya komisaris tersebut memiliki kompetensi yang memadai di bidang keuangan, legal serta industri terkait," ucap Toto kepada Tribun Network, Sabtu (9/3/2024).

Dia menuturkan bahwa Dewan Komisaris BUMN dibantu oleh beberapa Komite seperti Komite Audit, Komite Risiko, serta Komite Nominasi/Remunerasi.

Dengan alat kelengkapan ini seharusnya Dekom BUMN bisa kerja optimal.

"Problemnya tidak seperti pemilihan BOD BUMN yang melalui mekanisme asesmen oleh lembaga independen maka penunjukan komisaris perusahaan pelat merah tidak wajib ikut ketentuan tersebut," ungkap Toto.

Toto menyebut perusahaan BUMN pun sulit menolak dewan komisaris titipan pemilik kekuasaan dengan kompetensi yang kurang memadai.

Dalam kata lain, background sebagai koneksi pihak penguasa tidak bisa dihindarkan oleh suatu perusahaan pelat merah.

"Prinsipnya Dekom BUMN itu harus profesional maka syarat profesional, tidak partisan serta integritas tinggi menjadi mandatory requirements," imbuhnya.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved