Sujiwo Tejo Akui Tak Suka Ahok: Kalau Ingin Saya Netral, Kurangi Menyalahkan Anies Baswedan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sujiwo Tejo

TRIBUNTERNATE.COM - Budayawan Sujiwo Tejo mengungkapkan bahwa ia tidak suka dengan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang kini resmi menjadi Komisaris Utama Pertamina.

Hal itu diungkapkan Sujiwo Tejo saat memberikan closing statement di acara Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (26/11/2019).

Awalnya, Sujiwo Tejo menyampaikan soal mafia migas.

Menurutnya, masyarakat kurang memiliki bayangan soal mafia migas.

"Di dalam kebudayaan, kalau terjadi kebekuan menghadapi mafia walaupun saya agak kecewa karena bang Karni sudah tahu dan semuanya juga sudah tahu, mafia migas itu sebenarnya kayak apa sih? contoh aja biar orang itu punya bayangan," ujar Sujiwo Tejo.

Sujiwo Tejo menyebut dalam memberantas mafia, dibutuhkan seseorang yang urakan.

"Untuk menghantam ini di dalam kebudayaan dibutuhkan orang urakan, orang urakan biasanya nggak banyak teori, kalau jenderal itu kayak Nagabonar itu lho," katanya.

Said Didu Blak-blakan Ungkap Cara Kerja Mafia Migas, Mampukah Ahok Memberantasnya?

Urakan, bagi Sujiwo Tejo, berbeda dengan kurang ajar.

"Urakan dan kurang ajar itu beda. Urakan itu menerjang aturan-aturan lama karena aturan lama sudah tidak sesuai. Kalau kurang ajar menerjang aturan-aturan lama untuk gaya-gayaan," terangnya.

Ia lantas mencontohkan aksi yang dilakukan Romeo dan Juliet.

Sujiwo Tejo menyebut aksi yang dilakukan Romeo memanjat pagar untuk berciuman dengan Juliet adalah urakan karena kedua keluarganya bermusuhan.

Pun dengan sosok Bung Tomo yang disebut Sujiwo Tejo merupakan orang yang urakan karena tidak banyak teori tetapi banyak bertindak.

"Bung Tomo itu urakan, bikin banyak korban saat perang, karena dia nggak ngerti soal perang, dia banyak menyuruh rakyat Indonesia untuk ikut perang, itu kan bikin Belanda tahu, tapi dia bisa mengobarkan semangat rakyat Surabaya," kata Sujiwo Tejo.

Lantas bagaimana dengan Ahok?

Sujiwo Tejo mengaku tidak bisa menjawab apakah Ahok termasuk orang yang urakan atau kurang ajar.

"Kalau dulu saya berani jawab karena masih murni. Sebelum di jadi gubernur saya pernah bertemu bertiga sama Hidayat Nur Wahid. Saya masih simpati sama Ahok saat menjabat sebagai bupati Belitung Timur," ujarnya.

Soal Nasionalisme Artis, Sujiwo Tejo: Nge-bully Itu ke Seniman, Jangan ke Artis!

Namun, lama kelamaan rasa simpati Sujiwo Tejo tersebut semakin memudar.

Hal itu tak lain karena semakin banyak orang yang membela Ahok.

"Lama-lama karena sering dibela. Wataknya Sujiwo Tejo itu gitu, karena semakin sering dibela aku semakin nggak seneng."

"Ya sorry, mungkin Ahok nggak salah tapi karena sering dibelain, kesal saya," kata Sujiwo Tejo.

Ia lantas meminta masyarakat untuk tak selalu menyalahkan Anies Baswedan dan terlalu membela Ahok.

"Kalau masyarakat pengen saya netral, maka mulai sekarang kurang-kurangin nyalahin Anies terus," ujar Sujiwo Tejo.

"Apapun salahnya Anies. Sampai Bekasi yang kebanjiran itu salahnya Anies. Sekarang ada salah satu sekolah roboh di provinsi Jawa Tengah salahnya Anies. Pokoknya yang salah-salah Anies semua. Masak sih Anies enggak ada bener-benernya?" tambahnya.

Kendati demikian, Sujiwo Tejo enggan dianggap lebih memihak ke salah satu tokoh.

Sebab, Sujiwo Tejo mengaku tidak ada urusan dengan keduanya.

"Aku nggak ada urusan sama blok Ahok, sama blok Anies karena aku enggak hidup dari keduanya. Saya hidup dari Tuhan melalui masyarakat, jadi aku nggak ada urusan," ujarnya.

Klarifikasi Pertamina Soal Gaji Ahok Rp 3,2 Miliar Hoaks, Begini Aturan Gaji untuk Komisaris Utama

Sujiwo Tejo berharap agar Ahok ketika memimpin Pertamina bisa bersikap urakan.

Ia juga menyimpulkan pernyataan yang disampaikan Said Didu, bahwa mafia pertamina justru ada di kekuasaan.

"Kelihatannya mafia migas itu ada di kekuasaan, sorry kalau saya salah," katanya.

Di balik hal itu, penulis buku 'Tuhan Maha Asyik' ini menduga Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ahok memiliki kedekatan dan sejarah bersama.

"Positifnya Pak Jokowi ingin menggunakan Ahok untuk memerangi yang ada di tubuhnya. Kenapa Ahok? Ini kehidupan, ini bukan teori. Hidup itu tidak di atas kertas tapi di atas bumi. Yang namanya orang itu pasti ada sejarahnya. Mungkin Pak Jokowi punya sejarah dengan Ahok yang kita enggak tahu," ungkap Sujiwo Tejo.

Video selengkapnya:

Ahok upaya Jokowi perangi mafia migas

Melansir Kompas.com, Presiden Joko Widodo dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir resmi mengangkat mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi Komisaris Utama Pertamina.

Penunjukkan Ahok sebagai komisaris utama (komut) Pertamina menuai pro kontra di publik.

Bahkan peneliti Alpha Research Database Indonesia Ferdy Hasiman berpendapat, Ahok yang notabene-nya adalah seorang eksekutor lebih cocok menjadi Direktur Utama.

Sementara tugas komisaris bukan di operasional, tetapi melakukan pengawasan terhadap direksi dan mengevaluasi program kerja.

Meski demikian, Ferdy menyebut bahwa nama Ahok tetap bisa menggentarkan para mafia.

"Meskipun komut, para mafia harus hati-hati, karena penunjukan Ahok adalah upaya Jokowi berperang melawan mafia migas yang sudah lama bercokol di Pertamina," kata Ferdy dalam siaran pers, Minggu (24/11/2019).

Ahok & Komjen Condro Kirono Masuk, Ini Daftar Susunan Komisaris dan Dewan Direksi Pertamina

Menurut dia, posisi komut bagi Ahok penting untuk mencegah intervensi non-korporasi, intervensi politik, maupun intervensi mafia ke Pertamina.

Sebab Komut lah yang akan mengevaluasi dan mengawasi kerja direktur utama.

Oleh karena itu, para direktur juga disarankan untuk bekerja dengan baik, mengingat Ahok berani mengeksekusi.

"Direktur-Direktur Pertamina juga harus bekerja dengan baik, karena Ahok itu berani menelanjangi Dirut berkinerja buruk ke publik. sama seperti ia menelanjangi para koruptor ke publik," ucapnya.

Di sisi lain kata Ferdy, dipilihnya Ahok sebagai Komisaris Utama Pertamina karena Jokowi belajar dari kegagalan Pertamina melakukan peremajaan kilang Balongan, kilang Cilacap, Kilang Duri, dan beberapa kilang lainnya untuk mengurangi impor.

"Jokowi juga belajar, percuma saja menempatkan komisaris mantan petinggi militer dan mantan menteri BUMN di Pertamina, tetapi tidak bisa membantu dalam proses pengawasan," tutur Ferdy.

(TribunTernate.com/Rohmana Kurniandari)

Berita Terkini