Halmahera Selatan

Dinilai Janggal, Warga Halmahera Selatan Tolak Kehadiran PT KTS

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

AKSI - Puluhan warga Desa Bobo, Kecamatan Obi Selatan, Halmahera Selatan, Maluku Utara, ketika menggelar aksi penolakan PT KTS, Jumat (15/8/2025).

TRIBUNTERNATE.COM, BACAN - Puluhan Warga Desa Bobo, Kecamatan Obi Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara, menggelar aksi penolakan terhadap PT Karya Tambang Sentosa (KTS).

Aksi berlangsung di depan Balai Desa Bobo, Jumat (15/8/2025) saat pihak manajemen PT KTS melakukan sosialisasi.

Dalam aksi tersebut, warga membawa sejumlah spanduk memuat narasi penolakan terhadap PT KTS yang berencana mengeruk nikel di wilayah Desa Bobo dan Fluk.

Baca juga: Selain 3 OPD, Gubernur Maluku Utara Sherly Laos Akui Ada Temuan Anggaran Tanpa SPJ di Dishub

‎Warga menilai kehadiran tambang berpotensi merusak lingkungan, mencemari udara dan air termasuk mengganggu lahan pertanian, hingga memicu konflik sosial.

Tokoh pemuda Desa Bobo, Brayen Lajame, mengatakan gerakan penolakan warga terhadap perusahaan tambang ini adalah sah dan beralasan.

Pasalnya, terdapat kejanggalan dalam proses administrasi perusahaan, yakni perubahan nama dari PT Intim Mining Sentosa (IMS) menjadi PT KTS.

‎“Izin Usaha Pertambangan (IUP,red) yang dikeluarkan Kementerian ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup adalah atas nama PT Intim Mining Sentosa, bukan PT Karya Tambang Sentosa."

"Ini merupakan skenario yang mencoba menipu warga. Maka wajar jika rakyat protes menolak kedatangan perusahaan ini,” ucap Brayen.

Alumni magister administrasi publik UNAS Jakarta ini bilang, warga mempersoalkan peralihan nama perusahaan dari IMS menjadi KTS yang dilakukan oleh Sandes Tambun, selaku direktur perusahaan.

‎"Hal yang dilakukan sangat fatal, kami menduga ini bagian dari skenario mengelabui warga terkait masalah administrasi yang belum diubah atau diadendum secara resmi," katanya.

‎Menurut Brayen, salah satu alasan aksi penolakan yang dilakukan warga Desa Bobo adalah PT KTS melakukan sosialisasi eksplorasi dengan menggunakan IUP dan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) milik PT IMS, yang diterbitkan pada tahun 2011.

‎“Bagaimana bisa IUP dari perusahaan lain, tapi yang melakukan sosialisasi eksplorasi dari perusahaan yang berbeda, ini ada apa?," tegasnya.

Baca juga: Dipimpin Yuliaswati Hairil, DWP BPBJ Maluku Utara Sabet Juara II dalam Semarak HUT RI ke 80

‎Untuk itu, Brayen menegaskan keterlibatan warga dalam pertemuan yang digelar bukan mendengar janji perusahaan, melainkan mempertahankan kampung dari ancaman ekspansi tambang nikel.

Ia juga mengatakan pihaknya akan melakukan konsolidasi dengan sejumlah tokoh senior di Jakarta untuk mendatangi Kementerian ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup.

"Kami ingin memastikan keabsahan peralihan nama perusahaan dan menyampaikan aspirasi rakyat menolak kehadiran perusahaan tersebut," tandasnya. (*)

Berita Terkini