Sebut Menkes Temukan Cara Atasi Defisit BPJS Kesehatan, Jokowi: Tahun Depan Jurusnya Sudah Ketemu

Editor: Sansul Sardi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pelayanan di Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) di wilayah Pasuruan dan Probolinggo.

TRIBUNTERNATE.COM - Persoalan defisit keuangan BPJS sepertinya akan mendapatkan sebuah angin segar.

Hal ini disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut bahwa pemerintah saat ini telah memiliki cara untuk mengatasi persoalan defisit keuangan BPJS Kesehatan.

Hal tersebut disampaikan Jokowi saat melakukan sidak RSUD Kota Cilegon, Banten, Jumat (6/12/2019), bersama Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.

Menurut Jokowi, BPJS Kesehatan telat membayar rumah sakit karena mengalami defisit dan saat ini akan diatasi dengan baik oleh Menteri Kesehatan.

"Sudah empat tahun ini belum ketemu jawabannya. Tapi sekarang Menteri Kesehatan sudah menyampaikan di ratas kemarin, tahun depan jurusnya sudah ketemu," ujar Jokowi.

Namun, Jokowi tidak merinci cara apa yang akan ditempuh pemerintah dalam mengatasi defisit BPJS Kesehatan yang sudah bertahun-tahun.

Diperkirakan BPJS Kesehatan pada tahun ini meningkat dari perkiraan awal Rp 28 triliun menjadi Rp 32 triliun.

Ia menjelaskan, kunjungan ke RSUD Cilegon untuk memastikan pemegang BPJS Kesehatan dapat dilayani dengan baik oleh rumah sakit.

"Di kelas lll hampir 90 persen memakai BPJS Kesehatan, sama seperti rumah sakit lainnya, 70 persen sampai 80 persen itu PBI (penerima bantuan iuran), sisanya 20 persen memakai yang mandiri," tutur Jokowi.

Jokowi juga memberikan catatan kepada pemerintah daerah untuk memperbaiki fasilitas rumah sakit yang merupakan tanggung jawab pemerintah daerah.

"Masih banyak rumah sakit kita yang fasilitasnya belum diperbaiki. Itu tugas pemerintah daerah, tugas pemerintah kota, pemerintah kabupaten dan provinsi," paparnya. (Tribunnews.com/Seno Tri Sulistiyono)

Menkes Sebut Dokter Penyebab Tunggakan BPJS, Ini Tanggapan IDI...

Ikatan Dokter Indonesia ( IDI) angkat suara soal tudingan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto yang menyebut tindakan dokter sebagai salah satu penyebab tunggakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Kesehatan membengkak.

Menurut Ketua Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota IDI Dr HN Nazar, prosedur penanganan medis yang dilakukan dokter telah diatur di dalam sebuah mekanisme yang sangat ketat.

Mulai dari clinical pathway (CP) di tingkat dokter, Pedoman Pelayanan Kesehatan (PPK) di level profesi, hingga Pedoman Nasional Pelaksanaan Praktek Kesehatan (PNPPK) di tingkat nasional.

"Nah, semuanya itu harus masuk di situ. Kalau ada selisihnya, bukan hanya di rumah sakit, dari pembayar yaitu asuransi dan BPJS, tapi dari etika pasti akan kena sanksi berupa sanksi etika dan sanksi profesi," kata Nazar dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (1/12/2019).

Ia mencontohkan, di dalam penanganan kanker yang membutuhkan tindakan kemoterapi, maka ada sejumlah prosedur berlapis yang harus dilalui. Jika prosedur tersebut tidak dijalankan, maka BPJS juga tidak akan menanggung biaya yang dikeluarkan rumah sakit.

Oleh karena itu, ia menambahkan, seluruh tindakan yang dilakukan dokter harus melalui prosedur dan pengawasan yang ketat.

"Begitu satu item obat tidak cocok dengan kasusnya, itu tidak akan dibayar dan tidak akan diizinkan. Kemo ini ketat sekali. Bahwa obat ini racun, kita tahu, tapi dengan tataran tertentu dia akan jadi obat," kata dia.

Nazar menilai, sistem BPJS Kesehatan yang diterapkan pemerintah Indonesia sangat luar biasa. Pasalnya, hampir semua jenis penyakit yang diderita masyarakat dapat ditanggung penanganannya oleh BPJS ini.

Kondisi ini berbeda dengan negara lain, di mana pemerintahnya hanya menanggung jenis penyakit tertentu.

Menurut dia, dengan terbukanya kesempatan untuk berobat yang lebih lebar, masyarakat pun akan semakin banyak untuk memanfaatkannya.

Konsekuensinya, biaya yang harus ditanggung pemerintah pun akan semakin besar.

"Ada contoh begini, masyarakat kita terutama yang berada di dekat negara tetangga, berbobat di negara tetangga. Karena dengan era BPJS ini, tentu biaya kemonya mahal, dia pulang. Berobatnya di sini. Itu ada, itu pembengkakakan di situ," pungkasnya.

Sebelumnya, Menteri Terawan menyatakan akan berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan terkait banyaknya pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan literatur.

Menurut dia, apabila prosedur tersebut diperbaiki, maka biaya yang harus dikeluarkan negara untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dapat ditekan.

Sebagai contoh, pelayanan untuk penyakit jantung yang disebut Terawan tembus hingga mencapai angka Rp 10,5 triliun.

Menurut dia, ada sejumlah pembahasan dari berbagai jurnal yang menyebutkan bahwa pengobatan dengan menggunakan obat pencegah, tidak lebih efisien dibandingkan dengan metode stent atau tabung logam yang dimasukkan ke dalam arteri untuk membuat pembuluh darah jantung tetap terbuka, hingga operasi. (Kompas.com/Dani Prabowo)

Sumber:

Tribunnews.com: Jokowi Sebut Menkes Telah Temukan Cara Atasi Defisit BPJS Kesehatan

Kompas.com: Menkes Sebut Dokter Penyebab Tunggakan BPJS, Ini Tanggapan IDI...

Berita Terkini