Sebab, kontribusi konsumsi ke PDB sebesar 57 persen.
Konsumsi pemerintah jadi penopang
Menurut Suhariyanto, konsumsi pemerintah menjadi satu-satunya sumber ekonomi dari sisi pengeluaran yang mencatat pertumbuhan positif.
Pada kuartal III 2020, konsumsi pemerintah tercatat tumbuh 9,76 persen.
Sementara konsumsi rumah tangga minus 4,04 persen,
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi minus 6,48 persen, konsumsi lembaga nonprofit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) minus 2,12 persen, ekspor minus 10,28 persen, dan impor minus 21,86 persen.
"Satu-satunya komponen yang memgalmi pertumbuhan positif dan sangat tinggi adalah konsumsi pemerintah yaitu sebesar 9,76 persen. Jadi kalau di kuartal II yang lalu konsumsi pemerintah minus 6,9 persen sekarang posisinya berbalik dan tumbuh tinggi sekali," kata Suhariyanto.
Baca juga: Ini Kata Sri Mulyani Soal Vaksin Covid-19 Belum Lolos Uji Klinis yang Diborong Jokowi
Baca juga: Belum Izinkan Sekolah Tatap Muka, Wali Kota Ambon: Miliki Resiko Tinggi Covid-19
Suhariyanto menambahkan, struktur PDB dari sisi pengeluaran tidak banyak berubah karena 88,4 persen PDB berasal dari konsumsi rumah tangga dan investasi.
Sementara konsumsi pemerintah menyumbang 9,69 persen. Apabila ketiga komponen ini terganggu maka pertumbuhan ekonomi juga mengalami tekanan.
Jumlah pengangguran tembus 9,77 Juta
Kinerja perekonomian yang melambat pun berdampak pada kondisi lapangan kerja.
Kegiatan ekonomi yang terhenti membuat banyak perusahaan memutuskan melakukan efisiensi, salah satunya dengan memangkas jam kerja karyawan atau melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
BPS pun mencatat, jumlah pengangguran periode Agustus 2020 mengalami peningkatan sebanyak 2,67 juta orang dibanding Agustus 2019 lalu.
Dengan demikian, jumlah angkatan kerja di Indonesia yang menganggur menjadi sebesar 9,77 juta orang.
Tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia mengalami kenaikan dari 5,23 persen menjadi 7,07 persen.