Motif di balik pembuatan video tersebut adalah untuk dokumentasi pribadi, imbuh Yusri.
Keduanya dikenakan pasal berlapis dari dari Undang-Undang Nomor 44 tentang Pornografi.
"Kami persangkakan Pasal 4 ayat 1 jo Pasal 29 atau Pasal 8 Undang-Undang Nomor 44 tentang Pornografi," ujar Yusri.
Mereka terancam hukuman penjara maksimal 12 tahun.
Namun hingga saat ini, polisi belum menangkap penyebar pertama video tersebut.
"Kami masih terus melakukan pengejaran," kata Yusri.
ICJR dan Komnas Perempuan menilai Gisel sebagai korban
Penetapan Gisel sebagai tersangka juga mendapatkan sorotan dari Komnas Perempuan dan ICJR.
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan juga menilai polisi seharusnya tidak menetapkan Gisel sebagai tersangka.
Ia mengingatkan bahwa pihak pembuat konten pornografi tidak bisa dipidana selama mereka melakukannya untuk dokumentasi pribadi.
Hal ini merujuk pada Pasal 4 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 44 tentang Pornografi.
"GA dan MYD merekam hubungan seksual itu kan tidak untuk kepentingan industri pornografi atau disebarluaskan. Jadi GA dan MYD adalah korban dari penyebaran konten pribadi mereka," ujar Siti kepada kepada Kompas.com, Rabu (30/12/2020).
Siti menegaskan bahwa korban seharusnya mendapatkan perlindungan hukum.
Hal senada juga disampaikan oleh Institute for Criminal Justice Reform (ICJR).
"Dalam konteks keberlakuan Undang-Undang Pornografi, orang dalam video yang tidak menghendaki penyebaran video tidak dapat dipidana," kata ICJR dalam keterangan persnya, Selasa.