TRIBUNTERNATE.COM - Sepuluh orang terkaya di dunia mengalami kenaikan harta kekayaan selama pandemi Covid-19.
Dikutip dari BBC, sepuluh orang terkaya di dunia yang kekayaannya naik sebesar 540 miliar sejak Maret 2020 itu termasuk founder Amazon Jeff Bezos, founder Tesla Elon Musk, dan founder Facebook Mark Zuckerberg.
Kenaikan harta kekayaan 10 miliarder tersebut jika diakumulasikan jumlahnya lebih dari cukup untuk dua hal terpenting saat ini.
Pertama, membiayai vaksin Covid-19 bagi setiap orang yang ada di muka Bumi.
Dan kedua, menekan angka kemiskinan yang ditimbulkan akibat pandemi virus corona.
Hal tersebut diungkap oleh konfederasi 20 organisasi amal nirlaba independen, Oxfam.
Dikutip TribunTernate.com dari Independent, Oxfam juga menyerukan pemungutan pajak lebih tinggi bagi orang-orang super kaya.
Selain itu, Oxfam juga meminta diterapkannya pajak temporer pada 'kelebihan' profit yang dihasilkan oleh 32 perusahaan global yang memperoleh pendapatan tertinggi selama 2020.
Oxfam telah mengalkulasikan bahwa, jika digabungkan, harta kekayaan dari 10 orang terkaya di dunia mengalami kenaikan sebesar 540 miliar dolar AS dari pertengahan Maret hingga akhir tahun 2020.
Dalam laporan barunya, Oxfam mengatakan, bantuan untuk kaum miskin saat ini semakin tertekan.
Inggris dan negara donor lainnya diketahui telah memotong bantuan bagi negara-negara miskin di dunia.
Baca juga: Viral Suap-suapan Satu Sendok di Acara PDIP Bali, Ahli Epidemiologi Desak Pemerintah Beri Sanksi
Baca juga: Donald Trump Membuat Kantor Mantan Presiden Padahal Joe Biden Sudah Dilantik, Apa Alasannya?
Baca juga: Selama Pandemi Covid-19 di Indonesia, Lebih dari 200 Ulama Meninggal Dunia Terinfeksi Virus Corona
Laporan Oxfam berjudul The Inequality Virus (Virus Ketimpangan, red.) dan dipublikasikan di hari pembukaan pertemuan 'Davos Dialogue' yang digelar oleh World Economic Forum di Davos.
Laporan itu menyebut, Covid-19 dapat memicu ketimpangan ekonomi di hampir setiap negara secara bersamaan.
Masifnya ketimpangan ini adalah yang pertama kali terjadi sejak rekor dimulai lebih dari satu abad yang lalu.
Laporan itu mengklaim bahwa perekonomian yang 'timpang' akan membuat kaum elite super kaya mengumpulkan harta kekayaan di tengah-tengah resesi terburuk sejak Great Depression pada 1930an.
Padahal, ada miliaran orang yang harus berjuang menghadapi krisis pekerjaan terburuk dalam setidaknya 90 tahun terakhir ini.
Jika meningkatnya kesenjangan sosial tidak ditekan, maka pada 2030 nanti akan ada tambahan lebih dari satu miliar orang yang hidup di lembah kemiskinan daripada sejak awal pandemi Covid-19.
Mereka hanya memperoleh penghasilan kurang dari 4 poundsterling atau sekitar Rp77.077 per hari, menurut laporan The Inequality Virus.
Bahkan, perempuan akan terdampak lebih buruk dibandingkan laki-laki.
Baca juga: Akhir Polemik Kewajiban Pakai Jilbab bagi Siswi Non-Islam di Padang: Tak akan Ada Pemaksaan
Baca juga: Jokowi: Bersyukur, Indonesia Berhasil Kendalikan Krisis Ekonomi dan Kesehatan dalam Pandemi Covid-19
Baca juga: Bupati Sleman Positif Covid-19 setelah Divaksin, Ini Penjelasan Dokter Tirta dan Zubairi Djoerban
Sementara itu, kesenjangan antar-negara terjadi terkait masalah pembelian vaksin Covid-19.
Kepala Bidang Kesehatan di Afrika Selatan mengatakan, negaranya harus membeli vaksin Oxford-AstraZeneca dengan harga hampir 2,5 kali lipat dari harga yang dibayar oleh sebagian besar negara-negara Eropa.
Meskipun pasar saham runtuh pada awal krisis pandemi, saat pulih, kekayaan 1.000 miliarder dunia kembali ke rekor tertinggi, kata Oxfam.
Kepala Eksekutif Oxfam GB Danny Sriskandarajah mengatakan, “Miliaran orang hidup dalam ketakutan ketika pandemi bermula dan tidak memiliki sumber daya atau dukungan untuk menghadapi badai yang dahsyat ini."
“Pada saat yang sama, segelintir orang kaya telah mengantongi lebih banyak uang dalam waktu sembilan bulan, jumlah uang yang lebih besar daripada yang dapat mereka belanjakan seumur hidup," terang Danny.
“Fakta-fakta ini memalukan. Pemerintah harus bertindak. Pengenaan pajak yang adil atas orang-orang terkaya dapat membantu pemulihan ekonomi global, mengumpulkan lebih banyak dana untuk memerangi kemiskinan, dan membantu membentuk masyarakat yang lebih setara," lanjutnya.
Pada 2020, Menteri Keuangan Inggris Rishi Sunak mengumumkan pemotongan sementara pada anggaran bantuan Inggris, dari 0,7 persen menjadi 0,5 persen dari pendapatan nasional.
Total kekayaan dari para miliarder terkaya di dunia telah mencapai 8,8 triliun poundsterling pada bulan Desember 2020 saja.
Jumlah ini sudah sama dengan biaya yang dikeluarkan negara-negara G20 untuk pemulihan dampak Covid-19, kata Oxfam.
Oxfam menambahkan, "Jika diterapkan, pajak sementara terhadap kelebihan profit yang dihasilkan oleh 32 perusahaan global dengan pendapatan terbanyak, maka akan ada dana sebesar 76 miliar poundsterling pada 2020."
"Dana ini akan cukup untuk memberikan benefit pengangguran bagi setiap pekerja dan bantuan finansial bagi seluruh anak-anak dan lansia di negara-negara berpendapatan rendah hingga menengah."
"Pajak-pajak itu praktis dan diperlukan. Pada Desember 2020, Argentina melakukan pungutan satu kali pada orang-orang super kaya untuk membantu membiayai penanganan Covid-19, termasuk pembelian persediaan medis dan bantuan untuk usaha kecil dan menengah."
Namun, proposal laporan Oxfam bukan tanpa kritik.
Direktur Jenderal Institute of Economic Affairs Mark Littlewood mengatakan, proposal Oxfam menunjukkan "kesalahpahaman yang fundamental," baik dalam bidang ekonomi maupun pengentasan kemiskinan.
“Menerapkan pajak yang lebih tinggi terhadap orang-orang kaya mungkin bisa menjadi berita utama yang bagus, tetapi itu akan memicu sesat pikir di mana publik mengira bahwa penerapan pajak untuk kaum yang berada di atas otomatis akan memberikan lebih banyak kekayaan bagi kaum di bawah. Pada kenyataannya, kebijakan intervensionis jauh lebih mungkin dalam menghancurkan kekayaan daripada keberhasilan untuk mendistribusikannya kembali, ” kata Mark.
Oxfam memang benar saat menyoroti efek pandemi Covid-19 terhadap orang-orang miskin.
Akan tetapi, Oxfam sebaiknya juga harus fokus pada cara-cara untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.
Mark menambahkan, “Itu bisa dimulai dengan meluncurkan kampanye untuk perdagangan bebas global, mempromosikan hak milik pribadi di semua yurisdiksi, serta penegakan kontrak hukum yang baik."
"Ini akan berdampak lebih banyak dalam mengentaskan kemiskinan daripada hanya terobsesi dengan kekayaan segelintir miliarder," lanjutnya.
SUMBER: BBC.COM, Independent.co.uk
(TribunTernate.com/Rizki A.)