Virus Corona

Normalnya Butuh Waktu 10-15 Tahun, Mengapa Vaksin Covid-19 Bisa Dikembangkan dengan Singkat?

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dalam keadaan normal, membuat vaksin bisa memakan waktu 10–15 tahun. Mengapa vaksin Covid-19 bisa dikembangkan dengan singkat? Ini penjelasannya.

TRIBUNTERNATE.COM - Membuat vaksin Covid-19 dalam waktu kurang dari 1 tahun adalah sebuah prestasi besar.

Dalam keadaan normal, membuat vaksin bisa memakan waktu 10–15 tahun.

Hal ini disebabkan oleh proses pengembangan vaksin yang kompleks.

Dengan perkembangan penelitian yang cepat, beberapa orang mungkin mengkhawatirkan pembuatan vaksin Covid-19 yang dirasa terburu-buru.

Munculnya kekhawatiran ini seiring dengan adanya keraguan terhadap vaksin.

Sebuah penelitian pada bulan Oktober 2020 di Nature Medicine mensurvei 19 negara dan menemukan bahwa hanya 71,5% responden yang akan mempertimbangkan untuk bersedia disuntik vaksin COVID-19.

Kemudian 61,4% responden akan bersedia disuntik vaksin jika perusahaan mereka merekomendasikannya.

Sebelum vaksin Covid-19, vaksin tercepat yang diproduksi adalah vaksin gondok, yang membutuhkan waktu 4 tahun untuk dikembangkan.

Baca juga: Kasus Covid-19 Melonjak, PM India Narendra Modi Disebut Pilih Bangun Rumah Baru hingga Tuai Kritikan

Baca juga: Vaksin Nusantara Tidak Dikomersilkan, Tak Perlu Izin Edar BPOM, Jokowi Dukung Penelitiannya

Dengan cepatnya produksi vaksin Covid-19 ini, membuat kekhawatiran tentang keamanan dan keefektifannya.

Dilansir dari Medical News Today, Dr Sam Sun, direktur inDemic Foundation, dan kepala residen di Baylor College of Medicine di Houston AS, mengatakan bahwa transparansi selama proses pembuatan vaksin akan menjadi kunci untuk menyanggah informasi yang salah dan membangun kepercayaan publik.

Transparansi yang dimaksud olehnya adalah melihat bagaimana para peneliti membuat vaksin Covid-19 dalam waktu singkat tanpa mengorbankan keamanan.

Alasan pertama pengembangan vaksin Covid-19 bisa sangat singkat adalah, para peneliti tidak memulai dari awal ketika mereka mengetahui tentang SARS-CoV-2.

SARS-CoV-2 adalah anggota keluarga virus korona.

Menurut National Institute of Allergy and Infectious Diseases ada ratusan virus corona - termasuk empat yang dapat menyebabkan flu biasa, serta virus corona yang memicu SARS (sindrom pernapasan akut yang parah) yang menjadi epidemi pada tahun 2002, dan munculnya MERS (sindrom pernapasan Timur Tengah) yang terjadi pada 2012.

Dr Eric J Yager, seorang profesor mikrobiologi di Sekolah Tinggi Farmasi dan Ilmu Kesehatan Albany di Albany, New York AS mengatakan bahwa para ilmuwan telah mempelajari virus corona selama lebih dari 50 tahun.

Halaman
12

Berita Terkini