Sebut Interaksi Obat Picu Kematian Pasien Covid-19, Guru Besar Farmasi UGM Luruskan Ucapan dr. Lois

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi obat-obatan.

TRIBUNTERNATE.COM - Pernyataan kontroversial terkait Covid-19 yang dilontarkan oleh seorang dokter bernama Lois Owien kini tengah ramai diperbincangkan.

Dalam sebuah acara yang dipandu oleh Hotman Paris, Lois mengatakan bahwa dirinya tak percaya dengan Covid-19.

Lois berani mengatakan bahwa puluhan ribu orang yang meninggal dan dikuburkan dengan protokol Covid-19, kematiannya bukan disebabkan oleh virus corona.

Bahkan, Lois berani menyatakan bahwa banyaknya pasien di rumah sakit saat ini bukan karena Covid-19 melainkan karena stres.

Selain itu, Lois juga mengatakan bahwa pasien rumah sakit yang selama ini diklaim meninggal dunia karena Covid-19 sebenarnya disebabkan oleh interaksi obat.

Lantas, apakah benar hal yang dikatakan Lois bahwa interaksi obat bisa menyebabkan kematian pada pasien Covid-19?

Mengutip TribunJakarta, Berikut penjelasan Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt.

Benarkah Kematian Pasien Covid-19 karena Interaksi Obat?

Ilustrasi obat-obatan. (Kompas.com)

Apa Itu Interaksi Obat?

Interaksi obat adalah adanya pengaruh suatu obat terhadap efek obat lain ketika digunakan bersama-sama pada seorang pasien.

Secara umum, interaksi ini dapat menyebabkan meningkatnya efek farmakologi obat lain (bersifat sinergis atau additif), atau mengurangi efek obat lain (antagonis), atau meningkatkan efek yang tidak diinginkan dari obat yang digunakan

Karena itu, sebenarnya interaksi ini tidak semuanya berkonotasi berbahaya, ada yang menguntungkan, ada yang merugikan.

Jadi tidak bisa digeneralisir, dan harus dikaji secara individual.

Baca juga: Kritisi Vaksin Covid-19 Berbayar Kimia Farma, Komisi IX DPR: Bukannya Malah Jadi Komersialisasi?

Baca juga: Update Covid-19 di Indonesia Minggu, 11 Juli 2021: Kasus Kematian Harian Kembali Tembus Angka 1.000

Kapan Interaksi Obat dapat Menguntungkan?

Banyak kondisi penyakit yang membutuhkan lebih dari satu macam obat untuk terapinya, apalagi jika pasien memiliki penyakit lebih dari satu (komorbid).

Bahkan satu penyakit pun bisa membutuhkan lebih dari satu obat, seperti misalnya hipertensi.

Pada kondisi hipertensi yang tidak terkontrol dengan obat tunggal, dapat ditambahkan obat antihipertensi yang lain, bahkan bisa kombinasi 2 atau 3 obat antihipertensi.

Dalam kasus ini, memang pemilihan obat yang akan dikombinasikan harus tepat, yaitu yang memiliki mekanisme yang berbeda.

Sehingga ibarat menangkap pencuri, dia bisa dihadang dari berbagai penjuru.

Dalam hal ini, obat tersebut dapat dikatakan berinteraksi, tetapi interaksi ini adalah interaksi yang menguntungkan, karena bersifat sinergis dalam menurunkan tekanan darah.

Memang tetap harus diperhatikan terkait dengan risiko efek samping, karena semakin banyak obat tentu risikonya bisa meningkat.

Bagaimana dengan terapi Covid? Covid memang penyakit yang unik di mana kondisi satu pasien dengan yang lain dapat sangat bervariasi.

Pada pasien Covid-19 yang bergejala sedang sampai berat misalnya, maka dapat terjadi peradangan paru, gangguan pembekuan darah, gangguan pencernaan, dan lain-lain.

Untuk itu, sangat mungkin diperlukan beberapa macam obat untuk mengatasi berbagai gangguan tersebut, di samping obat antivirus dan vitamin-vitamin.

Justru jika tidak mendapatkan obat yang sesuai, dapat memperburuk kondisi dan menyebabkan kematian.

Dalam hal ini, dokter tentu akan mempertimbangkan manfaat dan risikonya dan memilihkan obat yang terbaik untuk pasiennya.

Tidak ada dokter yang ingin pasiennya meninggal dengan obat-obat yang diberikannya.

Kapan Interaksi Obat dapat Merugikan?

Interaksi obat dapat merugikan jika adanya suatu obat yang bisa menyebabkan berkurangnya efek obat lain yang digunakan bersama.

Atau bisa juga jika ada obat yang memiliki risiko efek samping yang sama dengan obat lain yang digunakan bersama, maka akan makin meningkatkan risiko total efek sampingnya.

Jika efek samping tersebut membahayakan, tentu hasil akhirnya akan membahayakan.

Seperti contohnya obat azitromisin dan hidroksiklorokuin yang dulu digunakan untuk terapi Covid-19, atau azitromisin dengan levofloksasin.

Obat-obatan tersebut sama-sama memiliki efek samping, yakni mengganggu irama jantung.

Jika digunakan bersamaan, maka bisa terjadi efek total yang membahayakan.

Selain itu, interaksi obat dapat meningkatkan efek terapi obat lain.

Pada tingkat tertentu, peningkatan efek terapi suatu obat akibat adanya obat lain dapat menguntungkan, tetapi juga dapat berbahaya jika efek tersebut menjadi berlebihan.

Misalnya, efek penurunan kadar gula darah yang berlebihan akibat penggunaan insulin dan obat diabetes oral, bisa menjadi berbahaya.

Baca juga: Bisakah Orang yang Sudah Divaksin Covid-19 Donor Plasma Konvalesen? Ini Penjelasan FDA

Baca juga: Tak Ingin Tertular Covid-19 saat Terima Makanan dari Ojol? Ini 7 Kiat Aman Pesan Makanan Online

Bagaimana Menghindari Interaksi Obat?

Kadangkala dalam terapi tidak bisa dihindarkan untuk menggunakan kombinasi obat, bahkan bisa lebih dari lima macam obat. Untuk itu, perlu dipilih obat yang paling kecil risiko interaksinya.

Banyak buku-buku teks tentang Interaksi Obat yang dapat digunakan sebagai panduan dalam memilih obat yang akan dikombinasikan untuk meminimalkan interaksi obat.

Faktanya, tidak semua obat yang digunakan bersama itu menyebabkan interaksi yang signifikan secara klinis, yang artinya aman-aman saja untuk dikombinasikan atau digunakan bersama.

Pada dasarnya, interaksi obat dapat dihindarkan dengan memahami mekanisme interaksinya.

Mekanisme interaksi obat itu sendiri bisa melibatkan aspek farmakokinetik (mempengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat lain), atau farmakodinamik (ikatan dengan reseptor atau target aksinya).

Untuk obat yang interaksinya terjadi jika mereka bertemu secara fisik, seperti obat antibiotika golongan kuinolon dengan kalsium yang membentuk ikatan kelat misalnya, maka pemberian dengan jeda waktu yang lebar dapat menghindarkan interaksinya.

Tetapi, jika mekanismenya adalah mempengaruhi metabolisme obat sehingga menyebabkan kadar obat lain meningkat atau berkurang, maka pengatasannya adalah dengan penyesuaian dosis obat, karena hanya memberi jeda waktu pemberian tidak akan mengurangi dampak interaksinya.

Jika pemberian jeda dan penyesuaian dosis tidak dapat mencegah dampak interaksi, maka cara lain menghindari interaksi obat adalah dengan mengganti obat yang berinteraksi dengan obat lain yang kegunaannya sama, tetapi kurang berinteraksi.

Sekali lagi, dampak interaksi obat tidak bisa digeneralisir dan harus dilihat kasus demi kasus secara individual, sehingga pengatasannya pun berbeda-beda pada setiap kasus.

Interaksi Obat Tidak Semudah Itu Menyebabkan Kematian

Interaksi Obat tidak semudah itu bisa menyebabkan kematian. Jika ada penggunaan obat yang diduga akan berinteraksi secara klinis, maka pemantauan hasil terapi perlu ditingkatkan.

Sehingga, jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan akibat interaksi obat, dapat segera dilakukan tindakan yang diperlukan, misal menghentikan atau mengganti obatnya.

Dan hal ini menunjukkan juga perlunya kerjasama antar tenaga kesehatan dalam memberikan terapi kepada pasien (dokter, perawat, apoteker, dll) sehingga dapat memantau terapi dengan lebih cermat, sehingga tidak berdampak membahayakan bagi pasien.

Jadi, jika ada yang menyebutkan bahwa kematian pasien Covid adalah semata-mata akibat interaksi obat, maka pernyataan itu tidak berdasar dan tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Artikel ini telah tayang di TribunJakarta dengan judul Guru Besar Farmasi UGM Luruskan Ucapan Dokter Lois Soal Interaksi Obat Picu Kematian Pasien Covid-19

Berita Terkini