Eskalasi situasi selama sepekan terakhir, menurut Suardi, membuat masyarakat ketakutan bahkan trauma pasca-penembakan gas air mata yang terjadi hingga di sekolah-sekolah pada 7 September.
Sehari pasca-bentrokan, Dinas Pendidikan Kota Batam menerbitkan surat untuk menghentikan sementara proses pembelajaran di sekolah.
Tak hanya itu, Suardi mengatakan banyak anak-anak takut pergi sekolah atau dilarang orang tuanya pergi ke sekolah karena khawatir dengan keamanan mereka.
“Saya punya cucu kelas 1 SD, disuruh mamanya sekolah tidak mau lagi, dia takut ditembak. Alasannya, dia masih mau hidup. Ini yang saya rasakan.. miris, sedih, melihat kejadian itu,” kata Suardi.
Selain itu, polisi juga mendirikan posko-posko di wilayah Pulau Rempang.
Pertemuan Warga dan Komnas HAM
Dalam pertemuan yang dilakukan Komnas HAM bersama warga Pulau Rempang, Sabtu (16/9/2023), seluruh warga dengan tegas menyampaikan bahwa mereka tetap menolak proses relokasi yang dilakukan BP Batam.
“Kami sepekat menolak relokasi tersebut. Selain itu kami juga meminta agar tim terpadu untuk tidak ada di lokasi pemukiman kami ini di Pulau Rempang. Kemudian meminta warga yang ditahan polisi dilepaskan dan menghentikan aktivitas tim terpadu yang mendatangi setiap rumah untuk memaksa agar segera mendaftar bersedia direlokasi,” ujar Husni, salah satu warga Pulau Rempang, Sabtu, dikutip dari Kompas.com.
Husni menyebutkan apa yang dilakukan tim terpadu dengan mendatangi warga, merupakan bentuk intimidasi.
“Jujur kami para warga merasa tidak nyaman dengan hal ini. Kami juga meminta agar BP Batam untuk berhenti berbohong dengan menyebutkan sebagian warga bersedia untuk direlokasi, karena sampai saat ini, kami warga Pulau Rempang tidak akan terima dan bersedia direlokasi,” tegas Husni.
Komisioner Mediasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Prabianto Mukti Wibowo dalam pertemuan itu meminta agar warga tetap menahan diri.
Prabianto juga mengatakan apa yang dikeluhkan warga masuk diakal, apalagi dengan keberadaan pos pengamanan di Pulau Rempang.
“Inikan perkampungan warga. Selagi mereka tidak melakukan kekerasan, tidak perlu didirikan pos kemanan di pulau Rempang. Yang ada keberadaan pos keamanan inilah yang bisa menimbulkan suasana tidak nyaman,” terang Prabianto dikutip dari Kompas.com.
Prabianto juga menyarankan agar masyarakat mau untuk berdialog dengan pihak pemerintah, terlebih pemerintah pusat.
“Kami akan memfasilitasi dialog tersebut. Untuk saat ini, Bapak Ibu posisinya tetap menolak relokasi dan hal ini sudah kami data. Nanti akan kami bicarakan dengan pihak pemerintah,” papar Prabianto.