Alissa Wahid Soroti Pasal Aborsi di RKUHP, Gus Mus: Makanya Jangan Sembarangan Pilih Wakil Rakyat
Putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Alissa Wahid, turut menyoroti RKUHP. Cuitannya pun dikomentari oleh KH Mustofa Bisri alias Gus Mus
TRIBUNTERNATE.COM - Putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Alissa Wahid, menyoroti pasal yang dianggap kontroversial dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Satu di antaranya yakni pasal terkait pelaku aborsi.
Di mana dalam RKUHP, perempuan yang menggugurkan kandungan atau aborsi berpotensi dihukum penjara paling lama empat tahun.
Pemidanaan tersebut tercantum dalam pasal 470 ayat (1) yang berbunyi, "Setiap perempuan yang menggugurkan atau mematikan kandungannya atau meminta orang lain menggugurkan atau mematikan kandungan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun".
Seakan tak setuju dengan pasal tersebut, Alissa Wahid lantas memberikan contoh kasus yang baru-baru ini menimpa seorang remaja asal Pariaman, Sumatera Barat.
Melalui akun Twitternya, Alissa Wahid menyematkan sebuah pemberitaan dari Kompas.com yang berjudul "Pelajar yang Hamil 5 Bulan karena Diperkosa 6 Buruh Pilih Putus Sekolah".
Alissa Wahid pun mengomentari artikel tersebut.
• Presiden Jokowi Minta Pengesahan RKUHP Ditunda, Sujiwo Tejo: Bagus Mas
Kakak Yenny Wahid ini merasa kasihan dengan nasib pelajar yang kini dikabarkan mengalami trauma berat.
Terlebih jika pelajar itu sampai menggugurkan kandungannya.
Di mana dalam draf RKUHP disebutkan jika perempuan melakukan aborsi, maka ia akan dipenjara.
"Gadis ini diperkosa 6 buruh. Menurut RKUHP 2019 ini, kalau dia menggugurkan kehamilannya, dia akan dipenjara.
Mesakke, 2 kali jadi korban: korban kebejatan syahwat dan korban sistem+politik.
Seumur hidup menderita lahir batin....," tulis Alissa Wahid, Jumat (20/9/2019).
• Pasal-pasal Kontroversial di RKUHP Jadi Sorotan, Jokowi Tunda Pengesahan
Alih-alih ikut berempati, KH Mustofa Bisri atau Gus Mus justru berkomentar lain.
Menanggapi cuitan Alissa Wahid, Gus Mus mengingatkan warganet untuk tidak sembarangan dalam memilih wakil rakyat.
Dalam hal ini, tentu yang dimaksud yakni anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang memiliki fungsi legislasi sebagai lembaga pembuat Undang-Undang.
"Makanya jangan sembarangan milih orang yang ditugasi bikin undang-undang," tulis Gus Mus.
• Di RKUHP, Wanita yang Aborsi Berpotensi Dipenjara Lebih Lama dari Koruptor
Sebelumnya, DPR bersama pemerintah sepakat untuk mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana untuk segera disahkan dalam rapat paripurna DPR.
Kesepakatan diambil dalam Rapat Kerja Pembahasan Tingkat I RKUHP yang dilakukan Komisi III DPR bersama Menkumham Yasonna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Rabu (18/9/2019).
Keputusan ini mendapat penolakan yang luas di masyarakat.
Sebab, sejumlah pasal yang terdapat di dalam RKUHP dinilai bertentangan dengan amanat reformasi dan kebebasan berekspresi.
Demonstrasi besar kemudian dilakukan aktivis dan mahasiswa di depan Gedung DPR pada Kamis (19/9/2019).
Mereka mempermasalahkan sejumlah pasal dalam RKUHP yang dianggap terlalu jauh masuk ke ruang privat warga negara.
Hal ini seperti yang tercantum dalam pasal perzinaan.
Pasal lain yang menjadi sorotan antara lain pidana terhadap pelaku penghinaan terhadap presiden.
Ketentuan itu dianggap bertentangan dengan amanat reformasi dan demokrasi.
Sebab, pasal bernuansa kolonial ini dianggap digunakan pemerintah untuk membungkam kritik.
• Lewat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jokowi Minta Pengesahan RUU KUHP Ditunda
Jokowi tunda pengesahan RKUHP
Presiden Joko Widodo meminta DPR menunda pengesahan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang menuai polemik di masyarakat.
Jokowi sudah memerintahkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly untuk menyampaikan sikap pemerintah ini kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Ia meminta pengesahan RKUHP tidak dilakukan oleh DPR periode ini yang akan habis masa tugasnya pada 30 September mendatang.
"Saya perintahkan Menkumham untuk menyampaikan sikap ini kepada DPR ini. Agar pengesahan RUU KUHP ditunda dan pengesahannya tak dilakukan DPR periode ini," kata Jokowi di Istana Bogor, Jumat (20/9/2019), seperti dilansir dari Kompas.com.
Jokowi menyebut permintaan ini karena ia mencermati masukan berbagai kalangan yang berkeberatan dengan sejumlah substasi RKUHP.
"Saya berkesimpulan masih ada materi-materi yang butuh pendalaman lebih lanjut," kata Jokowi.
Ia pun meminta Yasonna Laoly untuk mengkaji pasal-pasal yang menimbulkan kontroversi.
"Saya perintahkan Menkum HAM kembali jaring masukan-masukan dari berbagai kalangan masyarakat senagai bahan menyempurnakan RUU KUHP yang ada," ujarnya.
(TribunTernate.com/Rohmana Kurniandari, Kompas.com/Ihsanuddin)