Tikiri, Si Gajah Kurus di Sri Lanka yang Sempat Viral karena '70 Tahun Jadi Budak' Dilaporkan Mati
Tikiri, nama gajah betina tersebut terpaksa berparade bermil-mil di sebuah festival Buddha dikabarkan mati.
TRIBUNTERNATE.COM - Seekor gajah kurus yang hidup sebagai "budak" selama 70 tahun dilaporkan telah mati.
Tikiri, nama gajah betina tersebut terpaksa berparade bermil-mil di sebuah festival Buddha di Sri Lanka meski kondisinya rapuh dan kelaparan.
Tikiri merupakan satu dari sekitar 60 gajah yang berbaris berhari-hari sehingga para wisatawan dan penduduk setempat dapat merasa 'diberkati' di festival tahunan Esala Perahera di Kandy.
Festival Buddha selama sepuluh hari ini menampilkan binatang-binatang yang ditutupi dengan kostum berwarna-warni.
Gajah berbadan kurus ini dibelenggu setiap malam selama pawai.
Penjaga Tikiri mengkonfirmasi kepada Metro.co.uk bahwa Tikiri mati pada Selasa (24/9/2019) sore.
Pada Agustus lalu, Lek Chailert, pendiri Save Elephant Foundation di Thailand utara, mengunggah foto Tikiri dengan badan sangat kurus dan menyoroti bagaimana dia diperlakukan tidak baik.
Aktivis itu menulis, "Dia sakit. Dia tua. Dia lemah. Kenapa dia masih mengikat kedua kakinya di depan dan belakang?. Tentunya dia layak mendapatkan yang lebih baik."
Sontak hal itu menarik perhatian global ketika Lek Chailert membagikan foto Tikiri yang sangat kurus.
"Ini Tikiri, gajah betina berumur 70 tahun yang sakit," kata Lek pada foto tersebut, dilansir TribunTernate.com dari Thesun.co.uk.
"Tikiri bergabung dalam parade awal setiap malam hingga larut malam setiap malam selama sepuluh malam berturut-turut, di tengah-tengah kebisingan, kembang api, dan asap," imbuhnya.
Seorang juru bicara untuk Sacred Tooth Relic, sebuah kuil Buddha yang mengorganisir festival itu, mengklaim Tikiri menderita "penyakit pencernaan" yang diduga mencegahnya untuk menambah berat badan.
Tetapi para aktivis mengatakan dia tidak diberi makanan yang sesuai untuk gajah seusianya.
Baru-baru ini, pendiri SEF kembali mengunggah foto Tikiri.
Dalam unggahannya, disebutkan bahwa Tikiri telah mati.
"Penderitaan Tikiri sudah berakhir. Jiwanya kini telah bebas. Tidak ada lagi rasa sakit yang menimpanya," tulis Lek Chailert.
"RIP Tikiri tersayang. Engkau tidak akan pernah lagi menengok ke belakang dan emlihat dunia kejam yang memperlakukanmu dan temanmu," lanjutnya.
Sebelumnya, Pemerintah Sri Lanka telah memerintahkan untuk digelarnya penyelidikan terkait gajah kurus berusia 70 tahun yang masih dipaksa ikut dalam parade festival Buddha.
Menteri Pariwisata dan Margasatwa John Amaratunga mengatakan pihaknya telah memerintahkan kepada otoritas satwa liar untuk menggelar penyelidikan tentang bagaimana gajah Tikiri sampai dipaksa mengikuti parade saat sedang sakit.
"Saya telah diberi tahu kemarin bahwa gajah itu telah ambruk," kata Amaratunga dalam pernyataannya, Jumat (16/8/2019), dilansir dari Kompas.com.
"Mempertimbangkan apa yang terjadi, saya telah memerintahkan para pejabat untuk melakukan penyelidikan dan memastikan bagaimana dan mengapa seekor gajah yang sedang sakit digunakan dalam perehara (kontes). Saya juga telah memerintahkan agar diambil tindakan yang diperlukan terhadap mereka yang bertanggung jawab," lanjut sang Menteri.
Amaratunga menambahkan, pihak kementerian telah menginstruksikan kepada otoritas satwa liar untuk memastikan insiden serupa tidak kembali terjadi di kemudian hari.
Sekitar 200 ekor gajah yang ditempatkan di penangkaran telah secara rutin diikutsertakan dalam festival kuil Buddha, termasuk saat festival Esala di Kandy.
Dalam festival, hewan-hewan raksasa itu dipakaikan kostum yang rumit dan diarak keliling kota.
Pelaksanaan festival itu menuai kecaman setelah terungkap bahwa ada seekor gajah tua dan kurus yang diikutkan dalam arak-arakan, dengan kostum digunakan untuk menutupi kondisi kesehatannya.
Setelah menuai protes di media sosial, Kuil Tooth, selaku pihak penyelenggara festival Esala di Kandy, mengatakan bahwa Tikiri bukan gajah kuil dan telah menarik gajah itu dari puncak festival pada Rabu (14/8/2019).
Pakar gajah Asia, Jayantha Jayewardene, menggambarkan, perlakuan terhadap gajah itu sangat tidak pantas.
"Tampak jelas jika gajah itu kekurangan gizi dan hampir mati," kata Jayewardene kepada AFP.
"Pemilik memamerkan gajah mereka untuk mendapatkan jasa bagi diri mereka sendiri dan bukan untuk hewan itu. Tindakan ini seharusnya tidak boleh diizinkan," tambahnya.
Sebelumnya diberitakan, sebuah foto gajah yang diunggah organisasi Save Elephant Foundation, memperlihatkan gajah kurus yang diikutkan dalam parade festival di Sri Lanka.
Gajah bernama Tikiri itu disebut diikutsertakan dalam parade festival setiap sore hingga malam selama 10 hari berturut-turut dan dipaksa berjalan beberapa kilometer.
Organisasi melanjutkan, orang-orang tidak melihat tubuh kurus gajah Tikiri karena tertutup kostum yang dipakai.
"Tidak ada yang melihat air matanya, dia terluka oleh cahaya terang yang menghiasi topengnya, dan kesulitan melangkah ketika kakinya dibelenggu," ujar Save Elephant Foundation.
World Animal Protection menyebut ada 3.000 ekor gajah yang dipakai untuk kepentingan hiburan di Asia, dengan 77 persen di antaranya diperlakukan secara kejam.
(TribunTernate.com/Rohmana Kurniandari, Kompas.com/Agni Vidya Perdana)