Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Massa Kerusuhan Besar Akibat Tewasnya George Floyd Ternyata Terbagi Jadi Dua Kubu Ini di Minneapolis

Massa yang melancarkan demonstrasi menentang kematian George Floyd terbagi ke dua kubu di Minneapolis.

Editor: Sansul Sardi
REUTERS/DUSTIN CHAMBERS via Kompas.com
Sebuah mobil Polisi di Atlanta dibakar massa ketika demonstran memprotes kematian pria Afrika-Amerika George Floyd, dekat CNN Center di Atlanta, Georgia, AS, 29 Mei 2020. 

TRIBUNTERNATE.COM - Kerusuhan akibat demonstrasi kematian pria kulit hitam George Floyd meluas dan hampir terjadi ke seluruh Amerika Serikat (AS).

Seperti diketahui demonstrasi yang berujung ricuh ini merebak usai terjadi kasus kematian George Floyd, yang lehernya ditindih lutut polisi berkulit putih di Minneapolis.

Massa yang melancarkan demonstrasi menentang kematian George Floyd bahkan terbagi ke dua kubu di Minneapolis.

Satu kubu fokus menuntut keadilan, sedangkan yang lain membuat kekacauan dan melakukan penjarahan.

Dari foto dan video yang beredar, nyala api menyinari langit malam dan bau asap yang pekat menyelimuti jalanan di Minneapolis, beberapa ratus meter dari kantor polisi yang dibakar.

"Alasan sebenarnya kami di sini adalah karena polisi terus membunuh orang kulit hitam di seluruh Amerika Serikat," kata seorang pemuda Afrika-Amerika yang enggan disebut namanya.

Saat diwawancarai AFP, wajahnya ditutupi masker tapi tidak diketahui apakah untuk melindungi diri dari virus corona atau dari gas air mata.

Dia mengatakan, dirinya hadir untuk memprotes secara damai pada Jumat (29/5/2020) dengan teman-temannya, meski aturan jam malam saat wabah virus corona masih berlaku.

"Kita di tahun 2020 dan kita sedang menghadapi masalah yang sama di tahun 60-an... sepertinya Minneapolis akhirnya mencapai titik puncaknya."

"George Floyd bukan yang pertama," tambah Jerry (29) yang berkulit putih.

"Apa yang harus kamu lakukan, duduk dan pasrah?"

Kematian George Floyd Picu Kerusuhan Besar, Kini Meluas Hampir ke Seluruh Amerika Serikat

Trump Sudah Perintahkan FBI dan Departemen Kehakiman Lakukan Penyelidikan atas Kematian George Floyd

Lebih dari 1.000 orang tewas ditembak polisi di AS tahun lalu, menurut The Washington Post.

Banyak penembakan itu melibatkan orang kulit hitam.

Dalam kasus Floyd, ia tewas setelah polisi menindih lehernya dengan lutut.

Pelaku yang merupakan polisi bernama Derek Chauvin kemudian ditangkap dan dijerat dengan pasal berlapis.

Sementara itu kelurga Floyd ingin tiga polisi lainnya di lokasi kejadian juga didakwa.

"Membuatnya lebih buruk"

AFP memberitakan, Jumat malam (29/5/2020) waktu setempat di Minneapolis, helikopter terbang rendah kala demonstran bentrok dengan polisi. Suara ledakan menggema di jalanan.

"Itu menakutkan tapi juga dibutuhkan," kata seorang pelajar muda.

"Kadang-kadang keadaan harus memburuk sebelum membaik," ucapnya dikutip dari AFP.

Namun warga lainnya tidak sependapat.

"Mereka memperburuknya, mereka memberinya (polisi) alasan untuk menembak kami," kata Phae (34) wanita kulit hitam yang tinggal di dekat lokasi kerusuhan dan sudah benar-benar lelah.

"Saya benar-benar bersimpati tetapi saya tidak ingin kehilangan semua barangku," kata seorang wanita muda yang tinggal di atas toko yang dipasangi barikade. Ia juga takut tokonya dibakar.

Pihak berwenang meladeni demonstran secara damai pada hari-hari pertama demonstrasi, tetapi sejak Garda Nasional dipanggil situasinya langsung memanas.

"Tidak ada gunanya membakar kota Anda," kata Wali Kota Minneapolis, Jacob Frey, dalam konferensi pers yang diadakan tengah malam. "Itu harus dihentikan."

Beberapa toko yang dibakar dimiliki warga kulit hitam, ungkap Gubernur Minnesota Tim Walz.

"Ini bukan tentang kematian George. Ini tentang kekacauan." (Kompas.com/Aditya Jaya Iswara)

Polisi Pembunuh George Floyd Sering Bermasalah

Tangkapan layar yang menampilkan wajah Derek Chauvin saat menginjak leher George Floyd dengan lututnya, pada Rabu (27/5/2020) di Minneapolis, Amerika Serikat. Chauvin dikenal sebagai polisi bermasalah, yang sudah 10 kali menjadi subyek pengaduan.
Tangkapan layar yang menampilkan wajah Derek Chauvin saat menginjak leher George Floyd dengan lututnya, pada Rabu (27/5/2020) di Minneapolis, Amerika Serikat. Chauvin dikenal sebagai polisi bermasalah, yang sudah 10 kali menjadi subyek pengaduan. (DAVID HIMBERT/HANS LUCAS via REUTERS)

Dari empat pelaku pembunuhan pria kulit hitam George Floyd di Minneapolis, Amerika Serikat (AS), dua di antaranya adalah polisi bermasalah.

Keempat polisi itu, termasuk Derek Chauvin yang terlihat menginjak leher Floyd dengan lututnya, dipecat dari Kepolisian Minneapolis usai kematian korban.

Hingga berita ini diunggah, otoritas negara AS dan FBI sedang menyelidiki kasus ini, tetapi belum ada tuntutan yang diajukan terhadap para pelaku.

Dilansir dari Insider, ini bukan pertama kalinya Chauvin (44) terlibat dalam insiden kekerasan, selama 19 tahun kariernya di Departemen Kepolisian Minneapolis.

Sebelumnya ia sempat terlibat insiden-insiden kekerasan lainnya, termasuk tiga penembakan oleh polisi.

Ia juga telah diadukan 10 kali ke Otoritas Tinjauan Sipil Kota dan Kantor Perilaku Polisi.

Pelaku lainnya bernama Tou Thao memiliki catatan insiden serupa. Ia pernah digugat di pengadilan pada 2017.

Deretan kasus Chauvin

Viral Video George Floyd Tewas Akibat Lehernya Diinjak Polisi Minneapolis, Picu Kerusuhan Warga AS

Cuitannya Diberi Label Cek Fakta, Donald Trump Kesal: Twitter Sekarang Mencampuri Pilpres 2020

Chauvin diketahui banyak terlibat dalam kasus kematian dan penembakan sebelumnya, serta telah menjadi subyek dari beberapa keluhan.

Pada 2006 ia termasuk di antara enam polisi yang menangani kasus penikaman, menurut laporan kelompok aktivis Minnesota Communities United Against Police Brutality tahun 2016.

Laporan itu menyebutkan, Wayne Reyes yang dicurigai menikam pacar dan seorang temannya, dicegat di kendaraannya oleh keenam polisi itu. Mereka lalu menembaknya dan ia tewas seketika.

Polisi berdalih, itu dilakukan karena Reyes mengarahkan senapan ke arah mereka.

Kemudian dua tahun berselang, tepat setelah jam 2 dini hari Chauvin menanggapi panggilan 911 di daerah Phillips, Minneapolis, demikan yang diberitakan Pioneer Press.

Chauvin dan rekannya memasuki rumah pelapor dan berhadapan dengan Ira Latrell Toles, usai kekasihnya menelepon polisi.

Toles coba melarikan diri, tetapi "mereka menangkap dan coba melumpuhkannya," kata sebuah pernyataan polisi.

Laporan itu mengatakan, Toles "merebut salah satu senjata petugas", dan Chauvin menembaknya di dada.

Di awal 2008, Departemen Kepolisian memberi Chauvin medali atas keberaniannya menanggapi insiden dengan pria bersenjata, menurut pemberitaan Pioneer Press yang dilansir Insider.

Kemudian pada 2011, Chauvin terlibat dalam kasus penembakan oleh polisi yang ketiga.

Dia termasuk di antara lima polisi yang menanggapi laporan penembakan.

Leroy Martinez (23), seorang penduduk asli Alaska terlihat berlari dari lokasi kejadian dan para polisi mengejarnya, demikian laporan media setempat.

Polisi mengatakan, Martinez menodongkan pistol saat ia melarikan diri. Terry Nutter salah satu polisi kemudian menembak Martinez.

Star Tribune memberitakan, seorang saksi mata membantah klaim polisi bahwa Martinez menodongkan senjata saat ia ditembak.

"Dia menembak bocah itu tanpa alasan," kata Delora kepada Star Tribune. Perempuan itu menambahkan, Martinez telah menjatuhkan senjatanya dan mengangkat tangan, tetapi polisi justru menembaknya.

Selama hampir dua dekade mengabdi di Kepolisian Minneapolis, Chauvin telah menjadi subyek dari beberapa keluhan internal, menurut database Communities United Against Police Brutality (CUAPBP).

Dalam tiga ulasan terpisah dari Otoritas Tinjauan Sipil, Chauvin ditemukan menggunakan "nada merendahkan", "bahasa yang merendahkan", dan "bahasa-bahasa lain".

Dia juga menjadi subyek tujuh ulasan oleh Kantor Polisi setempat. Setiap ulasan menyimpulkan, "Ditutup - Tidak disiplin". Tidak ada keterangan lain dari keterangan itu.

Kasus Tou Thao

Sementara itu Tou Thao, polisi yang berjaga saat Chauvin menginjak leher George Floyd, pernah menyelesaikan gugatan penggunaan kekuatan berlebihan dengan membayar 25.000 dollar AS (Rp 366 juta).

Penuntutan itu terjadi pada 2017.

Si penggugat, Lamar Ferguson, sedang berjalan dengan seorang ibu hamil pada 2014, ketika Thao dan polisi lainnya bernama Robert Thunder mencegat mereka.

Thao dan Thunder lalu memukuli Ferguson, demikian dugaan yang diajukan saat proses hukum.

Pengaduan itu menerangkan, Ferguson menahan "pukulan, tendangan, dan lutut ke wajah dan tubuh" ketika "tidak berdaya dan diborgol", yang menyebabkan ia "patah gigi, memar, dan trauma."

Para polisi membawa Ferguson ke rumah sakit setempat untuk dirawat.

Saat mereka mengantarnya ke penjara, Thunder meninggalkannya hanya mengenakan "kaus dan celana dalam".

Dalam pembelaannya, Thai mengaku dia menangkap Ferguson karena ada surat perintah penangkapan, dan menambahkan dirinya memukul Ferguson karena salah satu tangannya lepas dari borgol, demikian lapor Star Tribune. (Kompas.com/Aditya Jaya Iswara)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Demonstrasi Tewasnya George Floyd, Massa Terbagi ke Dua Kubu di Minneapolis" dan "Polisi Pembunuh George Floyd Sering Bermasalah, Ini Deretan Kasusnya"

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved