Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Rekam Jejak Irjen Pol Napoleon, Karirnya Melesat Sebelum Ditahan Terkait Kasus Djoko Tjandra

Irjen Napoleon dan Tommy Sumardi sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim sejak 14 Agustus 2020.

Editor: Sansul Sardi
Istimewa
Irjen Pol Drs. Napoleon Bonaparte MSi, Kadiv Hubinter Polri 

Djoko Tjandra dan Tommy Sumardi berstatus sebagai tersangka dan diduga sebagai pemberi suap.

Sementara Irjen Napoleon dan Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo diduga menerima suap.

Djoko Tjandra diduga mengucurkan dana untuk menghapus red notice atas nama dirinya dari basis data interpol.

Pihak yang ditujukan untuk membantu proyek itu adalah Napoleon Bonaparte yang merupakan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri dan membawahi Sekretaris NCB Interpol yang mengurus red notice.

Tersangka Djoko Tjandra sekaligus merupakan terpidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.

Ia pun sedang menjalani tahap persidangan untuk kasus surat jalan palsu yang menjeratnya.

Prasetijo juga menjadi tersangka di kasus surat jalan palsu yang sudah masuk tahap persidangan.

Baca juga: Nama Jaksa Agung dan Eks Ketua MA Muncul di Action Plan Jaksa Pinangki Dalam Fatwa MA Djoko Tjandra

Baca juga: Sosok King Maker yang Bantu Jaksa Pinangki Temui Djoko Tjandra Menurut Boyamin Saiman

Kasus terhapusnya red notice Djoko Tjandra mulanya diketahui setelah buronan 11 tahun itu masuk ke Indonesia tanpa terdeteksi untuk mendaftarkan Peninjauan Kembali kasusnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Belakangan diketahui nama Djoko sudah terhapus dari red notice Interpol dan daftar cekal Direktorat Jenderal Imigrasi.

Dalam perkembangan kasus ini, Napoleon sempat mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka. Namun gugatan itu ditolak hakim.

Bahkan, dalam sidang praperadilan terungkap bahwa proyek pencabutan red notice itu telah disepakati memakan upah biaya sebesar Rp10 miliar.

Protes

Terpisah, Kuasa hukum Irjen Napoleon, Santrawan Paparang memprotes penahanan kliennya. Ia menyebut tak ada perintah penahanan Napoleon untuk 20 hari ke depan mulai Rabu, 14 Oktober di Rutan Bareskrim Polri.

Santrawan pun berencana menempuh jalur hukum meski baru menerima kuasa resmi dari Napoleon pada 11 Oktober 2020.

”Kami tidak mengerti atas dasar apa, alasan subjektif dan objektif sudah selesai. Ini tinggal pelimpahan, beliau sangat kooperatif,” kata Santrawan, di gedung Bareskrim Polri.

Santrawan meminta kepada Kapolri, Wakapolri, Irwasum hingga Kabareskrim untuk menyalurkan hak hukum kliennya.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved