Kurangnya Skill Petani Lokal Jadi Alasan Indonesia Masih Impor Garam meski Punya Lautan Luas
Ketua Umum GAPMMI mengatakan, agar industri dapat menggunakan garam milik petani lokal, ada persyaratan tertentu yang harus dipenuhi oleh garam itu.
Menurut Adhi, petani garam lokal biasanya memproduksi garam di atas tanah, dan terkadang memanen garamnya saat masih muda.
Hal ini menyebabkan kualitas garam yang dipanen menjadi garam dengan grade KW 2 dan KW 3.
“Sekarang petani, meja garamnya itu menggunakan tanah, dan itu masih muda kadang (sudah) dipanen sehingga menghasilkan KW 3 dan KW 2,” ujar Adhi.
Menurut Adhi, garam dengan kualitas tersebut tidak dapat digunakan oleh industri pangan karena akan merugikan.
“Kalau diproses, loss-nya sangat tinggi sekali bisa sampai 40%. Ujung-ujungnya nya sangat tidak kompetitif harganya karena los-nya sangat tinggi,” kata Adhi.
Adhi juga menjelaskan, selain karena akan merugikan, garam dengan kualitas tersebut tidak dapat digunakan oleh industri pangan karena kadar kontaminannya tinggi.
“(Garam kualitas tersebut) kontaminannya tinggi, kadar Ca dan Mg-nya juga tinggi. Nah ini yang industri makanan tidak bisa pakai,” terangnya.
Baca juga: 13 Manfaat Minum Air Garam Hangat Setiap Hari yang Perlu Anda Ketahui
Baca juga: Begini Jawaban Ahok saat Ditantang Jokowi Kurangi Impor BBM
Meski demikian, Adhi mengatakan, saat ini pemerintah sedang berupaya untuk membuat industri pengolahan garam secara modern.
Adhi berharap agar upaya pemerintah tersebut dapat segera tercapai dan dapat memproduksi garam dalam jumlah yang banyak, sehingga dapat memenuhi kebutuhan garam industri.
“Setahu saya (petani garam lokal) bekerja sama dengan BPPT ristek sudah hampir berhasil yang 40 ribu di Gresik itu. Nah mudah-mudahan ini menjadi role model sehingga bisa diperbanyak,” ujarnya.
Kebutuhan Garam Industri Masih Menjadi Permasalahan
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Manves, Safri Burhanuddin mengatakan, untuk permasalahan kebutuhan garam domestik sudah tercukupi.
“Untuk kebutuhan garam domestik saya rasa gak ada masalah, kita sudah swasembada,” ujar Safri.
Menurutnya, yang menjadi permasalahan adalah bagaimana untuk memenuhi kebutuhan garam industri.
“Sekarang yang kita pikirkan adalah bagaimana memenuhi garam industri,” terangnya.