Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Mudik Lebaran 2021

Kisah Suami-Istri Mudik Jalan Kaki dari Gombong ke Soreang: Bawa Dua Anak Balita, Bekal Rp120 Ribu

Selain berbekal uang Rp 120 ribu, kata Dani, ia dan istrinya hanya membawa pakaian yang mereka kemas dalam tas gendong kecil.

TRIBUNTERNATE.COM – Tradisi mudik setiap Hari Raya Idul Fitri selalu menyimpan cerita-cerita tersendiri, apalagi di tengah masa pandemi Covid-19 dan larangan mudik seperti saat ini.

Seperti cerita pasangan suami istri, Dani (38) dan Masitor Aninur Lubis (36).

Dani dan Masitoh melakukan cara yang mereka mampu demi bisa berlebaran di kampung halaman mereka.

Bahkan, cara mereka terbilang nekat.

Dani dan Masitoh berjalan kaki dari Gombong, Jawa Tengah, menuju kampung halaman mereka di Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Tak hanya berdua, suami-istri ini juga membawa kedua anak mereka yang masih balita, yakni Manpa (3 tahun 8 bulan) dan Hanum (1 tahun 5 bulan).

Saat ditemui Tribun Jabar, Jumat (7/5/2021), keempatnya baru saja sampai di Lingkungan Bolenglang, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.

Mereka sudah enam hari berjalan kaki.

Baca juga: 3 Hal yang Disebut ICW sebagai Upaya Pelemahan KPK: Revisi UU, Polemik Firli Bahuri, hingga Tes ASN

Baca juga: WN China Masuk RI di Tengah Larangan Mudik, DPR: Jika Tak Ingin Tuai Badai, Pemerintah Harus Waspada

Baca juga: Polemik Larangan Mudik Lebaran, Mardani Ali Sera: Pemerintah Harus Tinjau Ulang Kebijakannya

“Beginilah sehari-harinya. Kalau capai, langsung berhenti. Setelah istrahat sebentar, melanjutkan perjalanan lagi,” ujar Dani, yang ketika ditemui sedang berteduh di bawah pohon rindang di tepi Jalan A Yani.

Dani mengaku, ia sekeluarga berangkat dari Gombong pada Minggu (2/5/2021) sore.

Kemarin, pakaian ya mereka kenakan terlihat lusuh, begitu juga sandal jepit yang mereka pakai.

Dani mengatakan, mereka sekeluarga terpaksa nekat jalan kaki dari Gombong menuju Soreang karena sudah tidak punya apa-apa lagi setelah di-PHK dari perusahaan konfeksi rumahan di Gombong, tempatnya selama ini bekerja.

Di Gombong, Dani sekeluarga tinggal di rumah kontrakan.

“Jadi, kami ini sebenarnya bukan mudik, tapi pulang kampung. Pulang, karena di Gombong sudah tidak punya apa-apa lagi. Mudah-mudahan di Bandung nanti ada pekerjaan,” ujar Dani.

Selain berbekal uang Rp 120 ribu, kata Dani, ia dan istrinya hanya membawa pakaian yang mereka kemas dalam tas gendong kecil.

Sudah 6 hari ini Dani (38) berjalan kaki bersama isterinya Masitoh Aninur Lubis (36) menyusuri jalan nasional jalur selatan.
Sudah 6 hari ini Dani (38) berjalan kaki bersama isterinya Masitoh Aninur Lubis (36) menyusuri jalan nasional jalur selatan. (Tribunjabar.id/Andri M Dani)

“Tapi alhamdulillah, selama di perjalanan banyak yang bantu."

"Ada yang ngasih uang, ada yang ngasih makanan."

"Kami hanya berjalan di siang hari. Kalau malam, istirahat,” ujar Masitoh, yang selalu tersenyum saat bercerita.

Jika malam tiba, kata Masitoh, mereka memilih SPBU untuk istirahat malam sekaligus menumpang mandi.

“Setelah istirahat malam di pom bensin, pagi harinya melanjutkan perjalanan lagi,” kata Masitoh.

Selain yang membantu, ujar Masitoh, ada juga warga yang mereka temui di perjalanan yang curiga dengan mereka.

Masitoh mengaku bisa memahami hal itu.

Baca juga: Hari Pertama Larangan Mudik, 2000 Kendaraan di Karawang dari Arah Jakarta Diminta Putar Balik

Baca juga: Mudik Dilarang tapi Wisata Dibolehkan, Sudjiwo Tedjo: Pemerintah Nggak Fokus, Kalah Sama John Wick

Baca juga: Pandemi Covid-19, Jokowi Minta Masyarakat Tidak Lengah dan Imbau Kepala Daerah Larang Mudik

"Ini adalah bagian dari perjalanan hidup kami. Mohon doanya supaya kami selamat dalam perjalanan,” ujar Masitoh.

Masitoh mengatakan, mereka sebenarnya memiliki empat orang anak.

Anak yang sulung, Eva (16), kini nyantri di sebuah pesantren.

Anak yang nomor dua, Ihsan (10), tinggal bersama neneknya di Jalan Pancing Unmed, Medan, Sumatra Utara.

“Yang ikut jalan Manpa, dan yang digendong ini Hanum,” ujarnya.

Karena sedang melakukan pejalanan jauh, Dani sekeluarga terpaksa tidak berpuasa.

Keberadaan Dani bersama istri dan dua anaknya yang sedang makan di sisi jalan tersebut tentu menjadi perhatian warga dan pengguna jalan yang sedang melintas.

“Saya heran, siang-siang bulan puasa kok ada yang makan minum di sisi jalan. Setelah saya dekati ternyata mereka sedang melakukan perjalanan jauh dari Gombong menuju Soreang Bandung dengan berjalan kaki,” ujar Abdul Muhi, Kades Tigaherang, Kecamatan Rajadesa, Kabupaten Ciamis.

Setelah mengetahui kondisi Dani sekeluarga, Abdul Muhi pun menawari Dani sekeluarga ikut mobil, menumpang sampai Sindangrasa, Ciamis.

Kepala Desa Tigaherang, Kecamatan Rajadesa, Kabupaten Ciamis, itu pun menitipkan sedikit bekal untuk Dani dan keluarga.

“Alhamdulillah di perjalanan suka ada yang bantu, tidak hanya makanan dan minuman tetapi juga uang."

"Kadang juga tumpangan naik mobil,” ujar Dani.

Dani mengatakan, setiap hari mereka bisa melakukan perjalanan antara 25 kilometer sampai 30 kilometer.

Tapi, kadang lebih cepat kalau ada yang ngajak menumpang naik mobil.

Dani memperkirakan mereka akan sampai di Soreang pada hari kedua Lebaran.

“Doain kami selamat,” katanya.

Lebih Lengang

Hingga hari kedua larangan mudik, kemarin, sebanyak 22 ribuan kendaraan telah dipaksa kembali saat mencoba melintas di pos-pos penyekatan yang tersebar di 158 titik di Jabar.

"Proses pelarangan mudik berlangsung sangat dinamis. Per harinya itu Polda Jawa Barat memutarbalikkan sekitar 11 ribu kendaraan. Jadi selama dua hari terakhir sudah 22 ribu kendaraan yang diputarbalikan karena ketahuan curi-curi mudik," kata Gubernur Jabar Ridwan Kamil, seusai memimpin rapat Penanganan Covid-19 Jabar di Markas Kodam III Siliwangi, Jumat (7/5/2021).

Emil memngatakan, selama dua hari, terdapat 64 ribu kendaraan yang dirazia atau diperiksa oleh petugas kepolisian, Satpol PP, TNI, Dinas Perhubungan, dan instansi lainnya.

"Hikmahnya, per hari ini, laporan dari kepolisian, lalu lintas lebih lengang, karena mungkin ada pemberitaan terjadinya dinamika luar biasa kemarin, itu membuat banyak yang mau mudik mengurungkannya," katanya.

Dari sekitar 300 penyekatan se-Indonesia, kata Emil, setengahnya memang ada di Jabar.

Ada dua puluhan penyekatan di jalan tol dan jalan jalan nasional, sisanya 130 penyekatan di jalan-jalan kota kabupaten, melibatkan polsek terkait.

"Jadi, enggak usah menyiasati karena nanti capek sendiri. Semua potensi yang ke arah zona mudik itu ditutup."

"Contohnya yang paling ramai di Priangan kan, ke Tasik Garut itu, di Gentong juga juga dilakukan penyekatan luar biasa," katanya.

Emil juga kembali menegaskan, kegiatan mudik dilarang di daerah mana pun, termasuk kawasan aglomerasi di Jabar, yakni Bodebek dan Bandung Raya.

"Orang tinggal di Cimahi kerja di Bandung, tidak akan dirazia atau disekat, tapi tidak boleh dijadikan alasan untuk mudik."

"Kami dari satgas akan melakukan upaya juga, memilah-milah mana yang terlihat beberengkes, gayanya mau mudik, itu kita larang," kata Gubernur.

Gubernur menekankan tidak ada lagi istilah mudik lokal di Jabar, baik di kawasan aglomerasi maupun yang bukan kawasan aglomerasi.

Hal ini diharapkan ditindaklanjuti oleh pemerintah di tingkat kabupaten dan kota di Jawa Barat.

"Mudik intinya dilarang, tidak ada istilah mudik lokal."

"Kita koreksi semua jenis mudik, mau di aglomerasi mau interaglomerasi, interkota, interprovinsi, itu juga dilarang," katanya. (andri m dani/eki yulianto/syarif abdussalam)

Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul SUNGGUH Memilukan, Pemudik Jalan Kaki dari Gombong ke Bandung, Tidur di SPBU, Dua Balita Ikut Serta, 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kisah Pilu Pasutri dan 2 Balita Terpaksa Mudik Jalan Kaki Dari Gombong ke Bandung, Mohon Doa Selamat

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved