Merasa Berjasa Selama Jadi Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo Berharap Divonis Bebas
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo berharap dirinya divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, ini alasannya...
TRIBUNTERNATE.COM - Sidang dugaan suap izin ekspor benih lobster (benur) yang menetapkan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sebagai terdakwa kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (16/6/2021).
Dalam sidang kali ini, Edhy Prabowo berharap dirinya bisa divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Saya berharap dari hasil kesaksian 70 lebih yang dihadirkan di sini, saya berharap majelis hakim tuntutan maupun putusan bisa membebaskan saya," kata Edhy saat ditemui awak media disela-sela persidangan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (16/6/2021).
Meskipun demikian, Edhy Prabowo menyatakan bahwa dirinya siap mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan terus mengikuti proses hukum yang sedang berjalan.
"Tapi, saya tidak akan lari dari tanggung jawab, makanya saya hadir di sini," ujarnya.
"Saya sudah 6,5 bulan lebih ditahan di KPK. Saya enggak bangga, tapi saya jalani sebagai tanggung jawab moral saya sebagai seorang menteri, sebagai seorang pemimpin di tempat ini," lanjut dia.
Baca juga: Daftar Barang Mewah yang Dibeli Edhy dan Istri dengan Uang Eksportir Benur, Capai Rp 800 Juta
Baca juga: Didakwa Terima Suap Rp25,7 Miliar, Edhy Prabowo Tak Merasa Bersalah dan Tak Ajukan Keberatan
Di sisi lain, Edhy menilai dirinya telah banyak berjasa untuk negara saat menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.
Pasalnya, menurut politisi Partai Gerindra ini, saat dirinya menjabat sebagai menteri, ia memiliki dua tugas penting yang dinilainya menjadi pertimbangan hakim untuk memberikan kebebasan kepadanya.
"(Pertama) membangun komunikasi dengan nelayan, pembudidaya ikan, petambak, dan seluruh stakeholder perikanan. Kedua adalah membangun sektor perikanan budi daya," kata Edhy.
Selain itu, dirinya juga mengemban tugas yang dinilainya lebih berat, yakni harus bekerja cepat untuk mengimplementasikan sektor perikanan dan budi daya laut di Indonesia.
"Apa pun yang berhubungan dengan pembangunan komunikasi ya ini, Anda lihat selama satu tahun pertama, komunikasi kami dengan stakeholder bisa dicek langsung ke mereka," kata Edhy.

Diketahui, dalam perkara ini Edhy Prabowo didakwa menerima suap senilai Rp25,7 milar oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK.
Penerimaan suap ini dilakukan secara bertahap yang berkaitan dengan penetapan izin ekspor benih lobter atau benur tahun anggaran 2020.
Penerimaan suap itu diterima oleh Edhy Prabowo dari para eksportir benur melalui staf khususnya, Andreau Misanta Pribadi dan Safri; sekretaris Menteri KP, Amiril Mukminin; staf pribadi istri Iis Rosita Dewi, Ainul Faqih dan Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PLI), sekaligus pemilik PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadhi Pranoto Loe.
Pemberian suap ini dilakukan setelah Edhy Prabowo menerbitkan izin budidaya lobster untuk mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56/PERMEN-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp) dan Ranjungan (Portunus spp) dari wilayah negara Republik Indonesia.