Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Virus Corona

Covid-19 Varian Delta Merebak, Presiden Filipina Duterte Ancam Penjarakan Warga yang Enggan Divaksin

Di tengah merebaknya kasus varian baru virus corona, Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengancam akan memenjarakan warganya yang menolak divaksin.

AFP via Kompas.com
Presiden Filipina Rodrigo Duterte. Di tengah merebaknya kasus varian baru virus corona, Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengancam akan memenjarakan warganya yang menolak divaksin. 

TRIBUNTERNATE.COM - Di tengah merebaknya kasus virus corona varian Delta, Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengancam akan memenjarakan warganya yang menolak divaksin.

Diketahui, pemerintah Filipina memberlakukan kontrol perbatasan negara pada level "waspada tinggi" atas kasus-kasus baru Covid-19 varian Delta.

Departemen Kesehatan Filipina melaporkan, pihaknya telah mendeteksi empat kasus baru dari varian Delta yang sangat menular.

Hal ini pun mendorong pemerintah Filipina untuk menaikkan pembatasan ke tingkat "waspada tinggi".

“Anda dapat memilih: Anda disuntik vaksin atau saya akan mengirim Anda ke penjara,” kata Rodrigo Duterte dalam bahasa Tagalog untuk pidato yang direkam sebelumnya pada Senin (21/6/2021) malam.

Baca juga: Profil Steven Nugraha Kaligis atau Tepeng, Vokalis Steven & Coconut Treez yang Meninggal Dunia

Baca juga: Lindungi Diri dari Varian Baru Virus Corona, Simak Panduan Terbaru Cara Mengenakan Masker

Dikutip TribunTernate.com dari laman Al Jazeera, Filipina memulai program vaksinasi Covid-19 pada bulan Maret 2021.

Akan tetapi, sejumlah laporan menyebutkan rendahnya jumlah peserta vaksin di beberapa pusat vaksinasi di negara itu.

Namun di sisi lain, sejumlah orang juga dilaporkan berebut untuk mendapatkan pasokan vaksin Pfizer BioNtech yang terbatas.

Presiden Rodrigo Duterte mengaku dirinya semakin jengkel terhadap warganya yang menolak divaksin dan dan menyebut mereka sebagai "orang-orang bodoh."

Bahkan, Rodrigo Duterte kemudian mengancam akan menyuntik vaksin pada mereka "dengan suntikan yang ditujukan untuk babi".

"Kalian semua keras kepala," kata Duterte.

Ancaman Tembak Warga yang Langgar Pembatasan Lockdown

Rodrigo Duterte juga sebelumnya mengancam akan menembak warga Filipina yang ketahuan melanggar ketentuan lockdown atau kuncitara selama pandemi Covid-19.

Sejak ancaman itu, ada beberapa kasus dugaan pelanggar yang dibunuh oleh pihak berwenang, termasuk seorang pria tua dan seorang mantan tentara, yang belakangan diketahui menderita gangguan stres pasca-trauma (PTSD).

Dari 110 juta penduduk Filipina, baru sekitar 1,95 persen yang tercatat sudah mendapat vaksin lengkap pada Senin kemarin, menurut otoritas pelacak vaksin, Herd Immunity PH.

Menurut laporan terpisah oleh pemerintah pada Senin malam, sudah ada 8,4 juta dosis vaksin Covid-19 yang telah diberikan kepada rakyat.

Setidaknya 6,2 juta orang telah menerima dosis pertama, sementara 2,15 juta orang telah divaksin lengkap.

Hingga Senin, Filipina telah melaporkan 1,3 juta kasus infeksi virus corona, dengan hampir 56.000 kasus aktif.

Banyak kasus baru yang dikaitkan dengan lonjakan infeksi di kubu politik Duterte di Mindanao.

Sementara itu, tercatat lebih dari 23.700 orang meninggal dunia akibat Covid-19, termasuk 138 kasus kematian yang tercatat pada Senin.

Baca juga: Kasus Covid-19 Terus Melonjak, Indonesia Hadapi Dominasi Varian Baru Virus Corona

Baca juga: Kasus Covid-19 Terus Melonjak, Epidemiolog: Indonesia Sudah Lama dalam Kondisi Herd Stupidity

Baca juga: Dengan Satire, Bintang Emon Umumkan Dirinya Positif Virus Corona: Ini Gue Lagi Di-endorse Covid-19

Presiden Filipina Rodrigo Duterte.
Presiden Filipina Rodrigo Duterte. (AFP via Kompas.com)

Rodrigo Duterte juga mengatakan, mereka yang menolak untuk divaksin harus “meninggalkan negara ini”, dan pergi ke India atau Amerika Serikat.

Komunitas medis Filipina telah meningkatkan upaya untuk mendorong warga supaya mendapatkan vaksin virus corona.

Misalnya, membuka pusat vaksinasi/inokulasi di gereja, mal, dan bioskop, demi memberikan akses yang lebih mudah terhadap vaksin Covid-19  kepada warga Filipina.

Pemerintah juga menggunakan insentif agar warganya bersedia menjalani vaksinasi Covid-19, termasuk memberikan hewan ternak.

Namun, pernyataan terbaru Presiden Rodrigo Duterte langsung menuai kecaman dari para praktisi kesehatan Filipina.

Dalam sebuah pernyataan kepada Al Jazeera, Harold Chiu, spesialis endokrinologi di Rumah Sakit Umum Filipina di Manila, mengatakan bahwa ancaman penjara pada warga yang menolak divaksin itu “berlawanan dengan otonomi pasien, dan memenjarakan orang karena menolak intervensi.”

“Saya mendorong semua orang untuk divaksin karena vaksin mampu bekerja dan mencegah kita dari [gejala, red.] Covid-19 yang parah,” lanjut Harold.

Cristina Palabay, pimpin kelompok hak asasi Karapatan, mengatakan ancaman Rodrigo Duterte “tidak memiliki dasar hukum.”

“Dasar hukum untuk pernyataan seperti itu sangat dipertanyakan, dan secara moral maupun sosial, itu tidak dapat diterima,” kata Palabay, seraya menambahkan bahwa pendekatan Duterte hanya akan menakut-nakuti orang.

“Ini akan menimbulkan implikasi luas tentang bagaimana kita mempromosikan dan meningkatkan sistem perawatan kesehatan yang benar-benar komprehensif di negara ini,” katanya kepada Al Jazeera.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengatakan bahwa semua negara di dunia harus mendorong warganya untuk menjalani vaksinasi, tetapi tidak dapat memaksa warga jika mereka menolak.

Dalam konferensi pers yang disiarkan televisi pada Selasa, Myrna Cabotaje, wakil menteri kesehatan Filipina, mengklarifikasi bahwa ancaman presiden itu “muncul dari passion”, dan bahwa itu harus dipandang lewat konteks keinginan sang presiden untuk “melindungi” orang Filipina.

Namun dalam jumpa persnya pada hari Selasa, Harry Roque, juru bicara presiden, mengatakan dalam bahasa campuran Tagalog dan Inggris, ada yurisprudensi yang dapat mewajibkan vaksinasi, dan bahwa negara “memiliki hak untuk menjadikan program vaksinasi sebagai sesuatu yang wajib” sebagai bagian dari “kekuatan polisi-nya”.

Menurut Harry, hal itu bisa dilakukan melalui undang-undang.

Sumber: Al Jazeera

(TribunTernate.com/Rizki A.)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved