Pakar: Jokowi dan Pimpinan KPK Bisa Digugat Melawan Hukum, Jika Tak Taati Rekomendasi Ombudsman RI
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan pimpinan KPK bisa digugat secara perdata atas tindakan melawan hukum jika tidak melaksanakan rekomendasi Ombudsman.
TRIBUNTERNATE.COM - Ombudsman RI telah mengumumkan adanya maladministrasi dalam pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Diketahui, TWK merupakan salah satu syarat alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN), tetapi TWK ini menuai polemik dan dinilai sebagai upaya penyingkiran para pegawai yang berintegritas tinggi dalam pemberantasan korupsi.
Ombudsman pun telah mengeluarkan sejumlah rekomendasi terkait maladministrasi TWK KPK.
Hal ini pun mendapat sorotan dari Praktisi Hukum Abdul Fickar Hadjar
Fickar menilai, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan pimpinan KPK bisa digugat secara perdata atas tindakan melawan hukum jika tidak melaksanakan rekomendasi Ombudsman.
"Bisa digunakan mekanisme hukum perdata yaitu dengan menggugat Presiden dan Ketua atau Pimpinan KPK telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) secara pribadi telah merugikan orang lain yaitu para pegawai KPK yang ditolak dengan tidak menjalankan rekomendasi Ombudsman," kata Fickar saat dikonfirmasi, Minggu (25/7/2021).
Fickar menduga ada isyarat presiden Jokowi dan pimpinan KPK tidak mau mentaati rekomendasi Ombudsman.
"Karena meski KPK sekarang termasuk rumpun eksekutif, tetap karena pola rekruitmen pimpinannya dengan mekanisme independen, Presiden mungkin tidak berani untuk membatalkannya," ungkapnya.
Karena itu, kata Fickar, pengadilan nantinya diminta untuk bersifat objektif untuk meminta presiden Jokowi membatalkan hasil dari TWK KPK. Khususnya, melantik 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos.
"Pengadilan diminta untuk memerintahkan Presiden membatalkan TWK dan seluruh hasilnya dan memerintahkan KPK untuk mentaatinya," jelasnya.
Tak hanya itu, pengadilan juga diminta untuk menyita harta pimpinan KPK sebagai jaminan jika tidak menaati rekomendasi Ombudsman.
"Agar putusan itu efektif, maka bisa minta pengadilan untuk menyita harta-harta pimpinan KPK sebagai jaminan atas kerugian para penggugat jika TWK tidak dibatalkan," ujarnya.
Baca juga: Kasus Kematian Covid-19 Naik, Bagaimana Nasib PPKM Level 4, Diperpanjang atau Dilonggarkan?
Baca juga: Ada Penyaluran BNPT Sembako yang Tak Sesuai, Tri Rismaharini Marah-marah: Yang Satu Bulan ke Mana?
Baca juga: Seruan Demo Jokowi End Game, Mahfud MD: Ada Kelompok Manfaatkan Situasi untuk Serang Pemerintah
Presiden Jokowi Diminta Ambil Tindakan
Abdul Fickar Hadjar juga meminta presiden Joko Widodo (Jokowi) harus mengambil tindakan sesuai rekomendasi Ombudsman soal adanya maladministrasi TWK KPK.
Menurut Fickar, rekomendasi Ombudsman tentang maladministrasi menunjukkan bahwa adanya sebuah langkah dan keputusan yang tidak sesuai atau bertentangan dengan prosedur administratif yang ditetapkan negara.
Dari sudut administrasi negara, kata Fickar, keputusan tidak lolosnya 75 Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dianggap tidak sah karena tidak mengikut bahkan bertentangan dengan administrasi negara.
"Karena KPK sekarang ada pada wilayah rumpun kekuasaan pemerintahan (eksekutif), maka pimpinan tertinggi kekuasaan pemerintahan itu Presiden seharusnya mengambil tindakan sesuai dengan keputusan ombudsman RI dengan membatalkan keputusan pimpinan KPK yang maladministrasi dan menetapkan keputusan sendiri," kata Fickar saat dikonfirmasi, Minggu (25/7/2021).
Fickar menuturkan ketaatan presiden Jokowi terhadap rekomendasi Ombudsman menjadi bukti bahwa pemerintah taat aturan dan administrasi negara.
"Dari sinilah bisa diukur dan diindikasikan bahwa apakah penyelenggaraan pemerintahan telah taat asas, mematuhi prosedur utama, prosedur adminstrasi negara dan hukum," ungkapnya.
Dia menuturkan, jika Presiden Jokowi tidak mengambil langkah pembatalan, maka khusus dalam konteks operasional KPK menjadi tanggung jawab Presiden.
"Presiden memiliki dua pilihan membatalkan putusan-putusan lembaga KPK yang maladministrasi atau mengambil alih operasional KPK melalui Menkopolhukham bersama sama Jaksa Agung dan Kapolri. Langkah itu perlu ditempuh Presiden untuk menyelamatkan KPK baik dari prosedur administrasi negara dan hukum," ujarnya.
Ombudsman RI Temukan Maladministrasi dalam TWK Pegawai KPK
Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menyatakan adanya pelanggaran atau maladministrasi dalam pelaksanaan asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ketua Ombudsman Mokhammad Najih memerinci, setidaknya terdapat tiga pelanggaran yang ditemukan dalam proses TWK.
"Tiga hal ini yang oleh Ombudsman ditemukan potensi-potensi maladministrasi. Secara umum maladministrasi itu dari hasil pemeriksaa kita, memang kita temukan," ucap Najih dalam jumpa pers virtual, Rabu (21/7/2021).
Tiga hal yang dilanggar dalam pelaksaan TWK yaitu terkait dengan rangkaian proses pembentukan kebijakan proses peralihan pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Kedua, pada proses proses pelaksanaan dari peralihan pegawai KPK menjadi ASN.
Ketiga, pada tahap penetapan proses asesmen TWK.
Karena itu, menurut Najih, pihaknya akan menyampaikan dugaan maladministrasi ini kepada Ketua KPK Firli Bahuri dan pimpinan KPK lainnya.
Kemudian kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, serta kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
"Ketiga adalah yang kita sampaikan kepada presiden agar temuan ini dapat teratasi, bisa ditindaklanjuti dan diambil langkah-langkah selanjutnya," kata Najih.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Presiden Jokowi dan Pimpinan KPK Bisa Digugat Melawan Hukum Jika Tak Menaati Rekomendasi Ombudsman
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Presiden Jokowi Diminta Ambil Tindakan Sesuai Rekomendasi Ombudsman Soal Maladministrasi TWK KPK
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Ombudsman RI Temukan Maladministrasi dalam TWK Pegawai KPK