Eks Mensos Dihukum Rendah, ICW Taruh Curiga pada KPK: Pimpinan KPK Janji Hukum Berat Koruptor
peneliti ICW, Kurnia Ramadhana menilai, hukuman yang diberikan KPK pada Juliari sangatlah rendah dan kontradiktif dengan pernyataan pimpinan KPK.
TRIBUNTERNATE.COM - Eks Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara dijatuhi hukuman 11 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi pada Rabu (28/7/2021).
Selain itu, jaksa juga menuntut Juliari dengan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan dan pidana denda Rp14,5 miliar subsider 2 tahun penjara.
Mengetahui hal ini, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana menilai, hukuman yang diberikan oleh KPK terhadap Juliari sangatlah rendah.
Menurut ICW, tuntutan hukuman KPK pada Juliari tersebut hanya menambah luka di hati masyarakat Indonesia, terutama mereka yang seharunya menerima bantuan sosial.
"Ringannya tuntutan tersebut semakin menggambarkan keengganan KPK menindak tegas pelaku korupsi bansos. Tuntutan KPK ini terkesan ganjil dan mencurigakan," ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Kamis (29/7/2021).
Pasal 12 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kata Kurnia, sebenarnya mengakomodasi penjatuhan hukuman hingga penjara seumur hidup dan denda Rp1 miliar.
Kurnia juga menilai tuntutan pembayaran pidana tambahan uang pengganti sebesar Rp14,5 miliar juga jauh dari memuaskan.
Sebab, besaran tersebut kurang dari 50 persen dari total nilai suap yang diterima Juliari Batubara, yakni sebesar Rp32,48 miliar.

Baca juga: Di Sidang Korupsi Bansos Covid-19 Juliari Batubara, Hotma Sitompul Bantah Terima Uang Rp3 Miliar
Baca juga: Novel Baswedan: Negara Tidak Serius Menangani Pemberantasan Korupsi
"Tuntutan yang rendah ini kontradiktif dengan semangat pemberantasan korupsi. Padahal, pimpinan KPK telah sesumbar menyatakan akan menghukum berat koruptor bansos Covid-19," kata Kurnia.
Kurnia mengingatkan penegak hukum merupakan representasi negara dan korban yang bertugas meminta pertanggungjawaban atas kejahatan pelaku.
Hal ini pun telah ditegaskan dalam Pasal 5 huruf d UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
"Regulasi itu menjelaskan bahwa dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, KPK mengedepankan asas kepentingan umum.”
“Alih-alih dijalankan, KPK justru lebih terlihat seperti perwakilan pelaku yang sedang berupaya semaksimal mungkin agar terdakwa dijatuhi hukuman rendah," ujar Kurnia.
Lebih lanjut kata Kurnia, dalam dakwaan, Juliari disebut telah menerima suap Rp32,4 miliar.
Selain itu, Juliari diyakini telah menarik fee dari 109 penyedia bansos melalui Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Adi Wahyono dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Matheus Joko Santoso yang juga menjadi terdakwa dalam kasus ini.
Perbuatan korupsi yang diduga terjadi dalam distribusi bansos Covid-19 ini, diduga kuat tidak hanya terkait dengan suap-menyuap, tetapi juga berpotensi merugikan keuangan atau perekonomian negara.
Potensi tersebut, lanjut Kurnia, dapat muncul dari besaran keuntungan yang tidak wajar yang diambil oleh para penyedia, yang minim pengalaman atau bahkan tidak memiliki pengalaman sama sekali, sebagai produsen utama program bansos.

Baca juga: Profil Dorinus Dasinapa, Bupati Mamberamo Raya yang Jadi Tersangka Korupsi Dana Covid-19 Rp3,1 M
Baca juga: Tanggapi Korupsi dan Polemik TWK KPK, Mahfud MD: Jangan Salahkan Jokowi, Pelemahan KPK Ulah Koruptor
"Sebagaimana diketahui, Juliari diduga kuat turut mengoordinasikan atau membagi-bagi pengadaan agar dilakukan oleh penyedia tertentu, yang proses penunjukannya mengabaikan ketentuan pengadaan darurat."
"Para penyedia minim pengalaman tersebut, kemungkinan dipilih karena ada kedekatan atau afiliasi politik tertentu," katanya.
Karena itu, Kurnia memandang adanya kesengajaan para terdakwa dalam menghambat upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan sosial kepada warga terdampak pandemi Covid-19.
Kondisi itu semestinya menjadi dasar pemberat bagi penuntut umum, dalam menyusun dan membaca surat tuntutan kepada Juliari.
"Namun, JPU KPK gagal mewakili kepentingan negara dan korban," kata Kurnia.
Kurnia berharap hakim mengambil langkah progresif dengan menjatuhkan hukuman maksimal, yaitu pidana penjara seumur hidup kepada mantan Menteri Sosial tersebut.
Penjatuhan hukuman yang maksimal terhadap Juliari Batubara, sudah sepatutnya dilakukan, mengingat ada banyak korban bansos yang haknya dilanggar di tengah pandemi Covid-19, akibat praktik korupsi ini.
"Ke depannya, vonis maksimal tersebut diharapkan berdaya cegah terhadap potensi terjadinya kasus serupa, terutama di tengah kondisi pandemi," ujar dia.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul ICW Endus Aroma Keganjilan di Balik Tuntutan Rendah KPK Terhadap Eks Mensos Juliari Batubara