Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Terkini Internasional

WHO: Kekurangan Vaksin Covid-19 di Afrika akan Membawa Seluruh Dunia ke Titik Awal Virus Corona

WHO: Ketidaksetaraan dan kelambatan dalam pengiriman vaksin ke Afrika dapat mengancam dan mengubah wilayah itu menjadi tempat Covid-19 berkembang biak

AFP/PHILL MAGAKOE
ILUSTRASI Pemberian vaksin Covid-19 di Afrikas. - Dalam foto: Seorang petugas kesehatan memberikan vaksin SINOVAC Covid-19 pada anak di bawah umur selama Uji Klinis Vaksin Covid-19 Numolux/SINOVAC Pediatric di Universitas Ilmu Kesehatan Sefako Makgatho di Pretoria, pada 10 September 2021. 

TRIBUNTERNATE.COM - Saat ini Afrika sedang menghadapi kekurangan 470 juta dosis vaksin Covid-19, setelah aliansi Covax memotong pengiriman yang sudah direncanakan sebelumnya.

Pada Kamis (16/9/2021), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa hal ini mampu meningkatkan risiko Covid-19 varian baru yang lebih mematikan.

Mengutip The Straits Times, menurut unit badan global Afrika, baru ada 17 persen dari populasi benua Afrika yang akan divaksinasi pada akhir tahun ini.

Padahal target yang ditetapkan oleh WHO untuk benua Afrika ada sebanyak 40 persen.

"Ketidaksetaraan yang mengejutkan dan kelambatan yang parah dalam pengiriman vaksin ke Afrika dapat mengancam dan mengubah wilayah tersebut menjadi tempat berkembang biak bagi varian (virus corona) yang resisten terhadap vaksin," kata direktur WHO Afrika, Matshidiso Moeti.

"Hal ini bisa membuat seluruh dunia kembali ke titik awal," lanjutnya.

Karena kekurangan global, aliansi Covax yang dibentuk untuk memastikan pengiriman vaksin yang adil, akan mengirimkan vaksin sebanyak 150 juta lebih dari yang sudah direncanakan, ke Afrika.

Mempertimbangkan kekurangan ini, 470 juta dosis vaksin yang sekarang diharapkan oleh Afrika hanya akan memungkinkan 17 persen dari populasi untuk bisa dilindungi sepenuhnya, kata kantor regional WHO.

Baca juga: 3 Kunci Utama untuk Hidup Berdampingan dengan Covid-19, Ahli Prediksi Baru Bisa pada 2025

Baca juga: Penelitian: Vaksin Covid-19 mRNA Tidak Berisiko Menyebabkan Keguguran pada Ibu Hamil

ILUSTRASI Vaksin Covid-19 - Dalam foto: vaksin Covid-19 dari Johnson and Johnson, Janssen Covid-19 di klinik vaksinasi Departemen Pemadam Kebakaran Kota Culver di California.
ILUSTRASI Vaksin Covid-19 - Dalam foto: vaksin Covid-19 dari Johnson and Johnson, Janssen Covid-19 di klinik vaksinasi Departemen Pemadam Kebakaran Kota Culver di California. (AFP/PATRICK T. FALLON)

"Selama negara-negara kaya mengunci Covax dari pasar, Afrika akan kehilangan atau tidak akan bisa mencapai target vaksinasinya," kata Dr Moetti.

WHO mengatakan, pengurangan target vaksinasi terjadi ketika Afrika melewati angka delapan juta infeksi pada minggu ini.

Sekitar 95 juta dosis seharusnya telah diterima di Afrika melalui Covax selama bulan ini.

Tetapi, meskipun pengiriman sudah dimulai kembali, "Afrika hanya mampu memvaksinasi 50 juta orang atau 3,6 persen dari populasinya", kata WHO Afrika.

Mekanisme pendanaan internasional Covax seharusnya memungkinkan 92 negara bagian dan teritori yang kurang beruntung untuk menerima vaksin gratis yang didanai oleh negara-negara yang lebih makmur.

Baca juga: Taliban Berkuasa, PBB Sebut Afghanistan Kini Mengalami Krisis dan Butuh Donasi 1 Miliar Dolar AS

Baca juga: WHO: Makin Tinggi Kesenjangan Distribusi Vaksin Covid-19, Makin Banyak Varian Baru yang akan Muncul

Baca juga: CDC: Orang yang Tidak Divaksin 11 Kali Lebih Mungkin Meninggal karena Covid-19

Pemberian Vaksin Covid-19 Booster Kepada Orang Sehat Adalah Tindakan yang Tidak Benar

Pejabat WHO kembali menyerukan negara-negara kaya untuk berhenti mendistribusikan vaksin Covid-19 dosis booster.

Hal ini perlu dilakukan agar negara-negara miskin dengan tingkat vaksinasi yang tertinggal mendapatkan lebih banyak dosis vaksin Covid-19.

Mengutip CNBC, Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan bahwa WHO tidak memiliki data ilmiah yang cukup untuk membiarkan penggunaan vaksin booster meluas.

WHO telah berupaya untuk mengatasi ketidakmerataan distribusi vaksin Covid-19 sejak musim dingin lalu.

Pada Rabu (15/9/2021), organisasi tersebut meminta para pemimpin dunia untuk memberlakukan penundaan pemberian dosis ketiga hingga akhir tahun dan mengarahkan kelebihan vaksin ke negara-negara berpenghasilan rendah.

"Ada negara dengan cakupan vaksinasi kurang dari 2 persen, kebanyakan di Afrika, yang bahkan tidak mendapatkan dosis pertama dan kedua," kata Tedros.

"Memulai vaksinasi booster apalagi memberikannya kepada populasi yang sehat adalah tindakan yang benar-benar tidak benar," lanjutnya.

Di sisi lain, pemberian vaksin booster telah dimulai di seluruh Amerika Serikat (AS), di mana sudah ada hampir 54 persen populasinya telah divaksinasi penuh.

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS, sudah ada lebih dari 1,8 juta vaksin booster yang telah diberikan.

Ilmuwan: Vaksin Covid-19 Dosis Lengkap Sudah Sangat Baik, Vaksin Booster Belum Diperlukan

Sebuah ulasan panel ilmuwan dari seluruh dunia menyatakan bahwa vaksin Covid-19 bekerja dengan sangat baik.

Dengan demikian, kebanyakan orang belum membutuhkan vaksin booster.

Akan lebih baik jika pemerintah berfokus untuk memvaksinasi masyarakat yang belum mendapatkan vaksin dan menunggu lebih banyak data tentang penguat mana, dan pada dosis berapa, yang paling efektif.

Para penulis ulasan tersebut, yang mencakup dua ahli Administrasi Makanan dan Obat-obatan AS (FDA), menerbitkan tulisannya  di jurnal medis The Lancet.

Mereka mendasarkan penilaian mereka pada berbagai studi observasional dunia nyata serta data dari uji klinis sebelum vaksin disetujui.

"Tidak ada penelitian yang memberikan bukti kredibel tentang penurunan perlindungan secara substansial terhadap penyakit parah," tulis para penulis seperti dikutip dari The Straits Times.

Baca juga: Sindrom Guillain-Barre, Efek Samping Langka Vaksin AstraZeneca dan Johnson & Johnson Menyerang Saraf

Baca juga: Telah Berikan Vaksin Covid-19 Booster pada Agustus, Israel Mulai Persiapkan Stok untuk Dosis Keempat

ILUSTRASI Vaksin Covid-19.
ILUSTRASI Vaksin Covid-19. (Oasissamuel/Dreamstime via openaccessgovernment.org)

Peneliti mengatakan, kemungkinan juga terdapat risiko efek samping tambahan jika booster diberikan terlalu cepat kepada masyarakat luas.

Peninjauan tersebut dilakukan karena sebagian besar negara dengan persediaan vaksin yang cukup, berdebat apakah akan mengalokasikan dosis untuk suntikan booster untuk menopang kekebalan dan berpotensi membantu menghentikan penyebaran varian delta yang lebih menular.

AS berencana untuk meluncurkan suntikan penguat mulai 20 September mendatang, meskipun rencana tersebut masih memerlukan persetujuan dari FDA dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC).

Di antara para ilmuwan di balik kesimpulan tersebut adalah Dr Marion Gruber, yang memimpin Kantor Penelitian dan Peninjauan Vaksin FDA, dan wakilnya, Dr Philip Krause.

Dr Gruber dan Dr Krause adalah dua dari sekelompok staf FDA yang tahun lalu menolak tekanan oleh pemerintahan Trump untuk mempercepat otorisasi vaksin Covid-19.

Selanjutnya, Dr Soumya Swaminathan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Dr Ana-Maria Henao-Restrepo dan Dr Mike Ryan juga mengerjakan tinjauan tersebut.

WHO telah mendorong penundaan pemberian vaksin booster secara luas.

Pihaknya mengatakan bahwa akan lebih baik bagi masyarakat jika pemerintah fokus pada program vaksinasi kepada masyaraka yang belum mendapat suntikan, baik karena sentimen anti-vaksin di negara-negara dengan cadangan yang cukup, atau karena mereka tinggal di negara-negara dengan akses vaksin yang minim.

"Bahkan jika dengan suntikan booster pada akhirnya terbukti mengurangi risiko jangka menengah penyakit serius, persediaan vaksin saat ini dapat menyelamatkan lebih banyak nyawa jika digunakan pada populasi yang sebelumnya tidak divaksinasi," tulis para penulis.

Di seluruh studi observasional yang dilakukan sejauh ini, vaksinasi rata-rata 95 persen efektif terhadap penyakit parah, termasuk terhadap varian yang lebih menular seperti delta, dan lebih dari 80 persen efektif untuk mencegah infeksi varian apa pun.

Bahkan di negara-negara dengan tingkat vaksinasi yang tinggi, orang-orang yang tidak divaksinasilah yang mendorong penularan virus dan yang berisiko tinggi menjadi gejala parah.

(TribunTernate.com/Ron)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved