Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Kepala Ilmuwan WHO Minta Dunia Tak Buru-buru Beri Vaksin Booster pada Populasi Umum, Ini Alasannya

Dr Soumya Swaminathan,Kepala Ilmuwan WHO mengatakan, vaksin booster atau dosis ketiga, saat ini belum diperlukan oleh populasi umum.

South China Morning Post
Ilustrasi Suntikan Vaksin Covid-19. 

TRIBUNTERNATE.COM - Kepala Ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa suntikan vaksin booster atau dosis ketiga, saat ini belum diperlukan untuk diberikan kepada semua orang.

Meskipun suntikan vaksin booster bisa mengembalikan efektivitas vaksin untuk beberapa orang seperti lansia, namun itu belum dibutuhkan bagi orang lain.

Dr Soumya Swaminathan mengatakan, dengan munculnya beragam jenis vaksin hingga munculnya beragam varian Covid-19, terdapat kelangkaan penelitian berkualitas tinggi tentang durasi perlindungan vaksin dan kebutuhan yang dihasilkan untuk suntikan booster.

"Hari ini, Delta adalah varian dominan di seluruh dunia, tetapi beberapa bulan lalu, berbagai negara memiliki varian yang berbeda yang beredar. Ada juga perbedaan demografi dan penyakit yang mendasarinya," tutur Dr Swaminathan, dikutip dari The Strait Times.

Hal tersebut disampaikan oleh Dr Soumya Swaminathan dalam Kongres Kesehatan dan Biomedis Singapura yang digelar secara virtual pada Kamis (7/10/2021).

Ilmuwan itu berbicara dalam diskusi panel yang dimoderatori oleh Associate Professor David Lye, direktur Kantor Penelitian dan Pelatihan Penyakit Menular di Pusat Nasional untuk Penyakit Menular (NCID).

Dr Swaminathan mencatat bahwa banyak dari data efektivitas vaksin yang saat ini tersedia berasal dari sejumlah kecil negara, seperti Inggris, Chili, dan Israel.

Sebagian besar vaksin yang saat ini digunakan, kata Dr Swaminathan, masih melindungi sebagian besar orang dari penyakit parah.

Baca juga: Izin Darurat BPOM Terbit, Ini Dosis dan Efek Samping Vaksin Zifivax, Efikasi 81,71 Persen

Baca juga: Dua Dosis Vaksin Pfizer sangat Efektif Lawan Covid-19 Gejala Berat, Setidaknya Selama 6 Bulan

Ilustrasi vaksin Covid-19.
Ilustrasi vaksin Covid-19. (Freepik)

Tetapi, beberapa sub populasi tertentu, seperti lansia, orang dengan respons kekebalan yang lemah dan mereka yang menggunakan vaksin spesifik tertentu di mana tampaknya kekebalan berkurang lebih cepat, mungkin berisiko.

"Oleh karena itu, kita mungkin melihat Sage (Kelompok Penasihat Strategis Ahli Imunisasi) sekarang membuat rekomendasi dosis ketiga untuk kelompok orang tersebut."

"Tetapi, kelompok itu masih kecil, dan ini jelas bukan waktunya untuk [memberikan suntikan] booster untuk populasi umum," tambahnya.

Sage memberi saran kepada WHO tentang kebijakan dan strategi global secara keseluruhan terkait dengan vaksin dan imunisasi.

WHO sendiri telah meminta negara-negara kaya untuk berhenti mendistribusikan dosis booster.

Hal tersebut dilakukan agar negara-negara miskin bisa mendapatkan lebih banyak stok vaksin untuk memvaksinasi populasinya.

Sebelumnya, WHO telah memperingatkan bahwa distribusi vaksin Covid-19 yang tidak merata adalah ancaman bagi semua negara.

Dikhawatirkan, negara-negara yang belum mendapatkan vaksin Covid-19 akan menjadi tempat berkembang biaknya varian Covid-19 yang lebih ganas.

Namun demikian, beberapa negara termasuk Amerika Serikat, Prancis, dan Singapura, sudah mulai memberikan suntikan vaksin booster kepada lansia.

Di Singapura, mereka yang berusia 50 tahun ke atas, termasuk mereka yang memiliki respons kekebalan yang lemah, dan penghuni panti jompo ditawari suntikan vaksin booster.

ILUSTRASI Vaksinasi Covid-19.
ILUSTRASI Vaksinasi Covid-19. (TRIBUNNEWS/JEPRIMA)

Baca juga: Vaksin Pertama untuk Melawan Malaria Telah Disetujui oleh WHO

Baca juga: Johnson & Johnson Ajukan Izin Otorisasi Suntikan Vaksin Booster ke FDA untuk Usia 18 Tahun ke Atas

Dr Swaminathan mengatakan, WHO memperkirakan penurunan kekebalan terjadi dari waktu ke waktu, meskipun penelitian lebih lanjut diperlukan.

Ada sejumlah besar penelitian yang menunjukkan bahwa perlindungan tingkat tinggi terus berlanjut terhadap penyakit parah, katanya.

Panelis lain dalam panel yang sama, Dr Richard Hatchett, kepala eksekutif Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI), setuju bahwa penggunaan booster secara luas dalam populasi pada saat ini tidak dibenarkan.

Dr Hatchett mengatakan bahwa meskipun vaksin saat ini sangat efektif, para ilmuwan sudah mengembangkan vaksin generasi kedua.

"Beberapa, misalnya, dapat memberikan kekebalan mukosa yang mungkin mencegah penularan, dan membantu mengurangi munculnya varian," katanya.

Sistem imun mukosa adalah komponen terbesar dari keseluruhan sistem imun.

“Kami tidak ingin mengejar varian vaksin. Jadi meski kami mempertimbangkan – apakah kami menggunakan vaksin saat ini untuk booster – kami juga perlu mengeksplorasi, mempelajari, dan mengoptimalkan penggunaannya untuk menghasilkan kekebalan yang terluas, terdalam, dan paling bertahan lama."

"Dan berinvestasi dalam mengembangkan vaksin generasi berikutnya, sehingga kita dapat hidup berdampingan dengan Covid-19 untuk jangka panjang," tambah Dr Hatchett.

Profesor Leo Yee Sin, direktur eksekutif NCID, mengatakan bahwa pasca-infeksi, seseorang dapat mengembangkan respons imun yang sangat tinggi dalam hal tingkat antibodi dengan satu dosis.

Ada juga data yang menunjukkan bahwa pasien ini akan mendapatkan infeksi yang sangat ringan jika mereka terinfeksi lagi. Tetapi, negara yang berbeda mungkin memiliki pengalaman yang berbeda.

Ilustrasi suntikan vaksin.
Ilustrasi suntikan vaksin. (Daily Mail UK)

Prof Leo mengatakan bahwa negara-negara dengan tingkat infeksi alami yang sangat tinggi dapat meningkatkan tingkat perlindungan di seluruh populasi secara efektif, jika mereka hanya memiliki satu dosis vaksin.

Kelompok kedua menyangkut daerah seperti Singapura dengan tingkat infeksi alami yang sangat rendah.

Tempat-tempat ini memvaksinasi populasi dan menggunakan booster untuk meningkatkan tingkat antibodi dan mempertahankan kekebalan seluler selama mungkin, kata Prof Leo.

Kelompok ketiga adalah mereka yang memiliki kebijakan nol-Covid-19.

Tempat-tempat ini ingin menggunakan vaksin untuk melindungi seluruh populasi dalam jangka waktu yang lama, misalnya.

Profesor Peter Piot, dari London School of Hygiene and Tropical Medicine, mengatakan bahwa saat ini kekebalan di Eropa sangat tinggi, karena ada perlindungan dari infeksi alami plus vaksinasi.

Prof Piot juga mnengatakan bahwa di Eropa, negara-negara dengan tingkat vaksinasi tinggi 70 hingga 80 plus persen sebenarnya lebih baik dari yang diperkirakan.

Dia menambahkan bahwa di Singapura, mengingat lonjakan infeksi baru saat ini, kekebalan alami kemungkinan akan meningkat secara bertahap.

(TribunTernate.com/Ron)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved