Jokowi Tegaskan Indonesia Tak Gentar Digugat Uni Eropa soal Nikel, Apa Risikonya Jika Kalah?
Kebijakan pemerintah Indonesia yang berhentikan ekspor nikel berujung pada gugatan Uni Eropa terhadap RI ke WTO. Apa risikonya jika RI kalah?
TRIBUNTERNATE.COM - Kebijakan pemerintah Indonesia yang memberhentikan ekspor nikel dalam bentuk bahan mentah atau raw material, berujung pada gugatan Uni Eropa terhadap RI ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Namun demikian, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku tak akan gentar dan memastikan bahwa pemerintah tidak akan mundur hanya karena digugat.
Alih-alih menyerah, Jokowi justru ingin menyiapkan pengacara-pengacara internasional yang andal untuk menghadapi gugatan Uni Eropa itu.
"Meskipun kita digugat di WTO nggak apa-apa. Kan nikel, nikel kita, barang, barang kita, mau kita jadikan pabrik di sini, mau kita jadikan barang di sini, hak kita dong," tegas Jokowi di Istana Negara, Rabu (13/10/2021).
"Sekali lagi harus punya keberanian. Jangan sampai kita grogi gara-gara kita digugat di WTO."
"Ya disiapkan saja lawyer-lawyer yang kelas-kelas internasional juga nggak kalah kita," imbuhnya.
Jokowi juga memastikan bahwa ia tidak akan mengubah kebijakan mengenai larangan ekspor biji nikel, meskipun hal itu menuai protes dari Uni Eropa.
Lantas, apa yang akan terjadi jika Indonesia kalah dari Uni Eropa di WTO?
Baca juga: Alami Muntah-muntah dan Sesak, Mahasiswa yang Dibanting Polisi di Tangerang Dilarikan ke Rumah Sakit
Baca juga: Kata Fadli Zon & KontraS soal Aksi Anggota Polri Banting Mahasiswa, Sebut Cerminan Kebrutalan Polisi

Menurut Pakar Hukum Internasional, Hikmahanto Juwana, apabila kalah dari gugatan Uni Eropa risikonya cukup merugikan bagi Indonesia.
Seperti diketahui, Indonesia kini tengah gencar membangun smelter, salah satunya smelter PT Freeport Indonesia di Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
Apabila nanti Indonesia kalah dari gugatan Uni Eropa dan membatalkan pelarangan ekspor bahan mentah, maka smelter besar yang sudah dibangun tidak terpakai.
"Ya kalau misalnya kalah, menurut saya, kita tidak bisa melakukan pemurnian (bahan mentah) di dalam negeri."
"Artinya smelter-smelter tidak terpakai," ungkap Hikmahanto, dikutip dari tayangan KompasTV, Kamis (14/10/2021).
Dengan begitu, smelter yang sedang dibangun di Gresik dan digadang-gadang akan menjadi smelter terbesar di dunia tidak akan bisa menyerap tenaga kerja secara maksimal.
Hal yang akan menyebabkan kerugian besar bagi bangsa Indonesia itu, menurut Hikmahanto, tentu harus dilawan dengan usaha yang maksimal.