Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Arteria Dahlan Sebut Polisi, Jaksa, dan Hakim Tidak Boleh Di-OTT, Novel Baswedan: Belajar di Mana?

Arteria Dahlan membenarkan, para jaksa, polisi, dan hakim adalah simbol negara di bidang penegakan hukum yang harus dijaga marwah kehormatannya.

Tribunnews.com/Chaerul Umam
Anggota DPR RI fraksi PDI Perjuangan Arteria Dahlan. 

TRIBUNTERNATE.COM - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Arteria Dahlan tengah menjadi sorotan publik.

Hal ini lantaran dirinya menyebut bahwa polisi, jaksa, dan hakim tidak seharusnya terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) dalam sebuah diskusi daring.

Menurut Arteria, aparat penegak hukum tersebut adalah simbol negara.

"Bukan karena kita pro-koruptor, karena mereka adalah simbol-simbol negara di bidang penegakan hukum," kata Arteria dalam diskusi bertajuk 'Hukuman Mati bagi Koruptor, Terimplementasikah?' pada Kamis (18/11/2021).

Pernyataan Arteria Dahlan pun mendapat tanggapan dari sejumlah pihak, termasuk para mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Seperti Novel Baswedan dan Rieswin Rachwell.

Baca juga: India Sepakati Ekspor 20 Juta Dosis Vaksin Novavax ke Indonesia, Dikirim Mulai Desember

Baca juga: Serius Tangani Dampak Perubahan Iklim, Jokowi akan Paksa Perusahaan Bangun Pusat Persemaian

Baca juga: Perjalanan Kasus Pelecehan terhadap Mahasiswi UNRI: Dekan FISIP Jadi Tersangka, Berani Sumpah Pocong

Mantan penyidik senior KPK Novel Baswedan menanggapi pernyataan Arteria Dahlan.

Melalui akun Twitter pribadi-nya, @nazaqistsha, Novel merespons cuitan mantan penyelidik KPK Aulia Postiera yang mengunggah berita tentang pernyataan Arteria.

Membalas cuitan tersebut, Novel menyinggung dengan kalimat satir yang menyebut sekalian saja semua pejabat tidak boleh di-OTT.

"Sekalian saja, semua pejabat tadak boleh di-OTT agar terjaga harkat dan martabatnya.

Mau korupsi atau rampok uang negara bebas..," kata Novel dalam cuitannya yang dikutip Tribunnews.com, Jumat (19/11/2021).

"Kok bisa ya anggota DPR berfikir begitu? Belajar dimana..," tambah Novel.

Baca juga: Pimpinan KPK Ngeles Soal Raker di Yogya, Giri dan Novel Baswedan Sebut Antikritk dan Suka Bohong

Baca juga: Soal Pemecatan dari KPK, Novel Baswedan dkk akan Tempuh Jalur PTUN

Baca juga: KPK Tanggapi Pernyataan Bupati Banyumas: Selama Kepala Daerah Penuh Integritas, Tak Perlu Takut OTT

Baca juga: Viral Pernyataan Kepala Daerah Dipanggil Dulu sebelum Di-OTT KPK, Bupati Banyumas Beri Klarifikasi

Selain Novel, mantan penyidik KPK lainnya, Rieswin Rachwell juga merespons dengan hal serupa.

Melalui akun Twitter-nya, Rieswin menyebut seharusnya semua pejabat--tak hanya aparat penegak hukum--adalah simbol negara sehingga tidak boleh di-OTT.

Sebab, jika ditangkap, akan mengganggu pembangunan.

"Lebih mudah tidak OTT daripada menyuruh jangan korupsi. Inilah wawasan kebangsaan pancasila anti-taliban," tulis Rieswin, dikutip dari Tribunnews.com.

Anggota fraksi PDI Perjuangan DPR RI Arteria Dahlan.
Anggota fraksi PDI Perjuangan DPR RI Arteria Dahlan. (Tribunnews.com/ Chaerul Umam)

Penjelasan Lebih Lanjut Arteria Dahlan

Setelah dihubungi secara terpisah, Arteria kembali menjelaskan maksud dari pernyataanya.

Arteria tidak membantah pernyataan tersebut.

Ia justru membenarkan, para jaksa, polisi, dan hakim adalah simbol negara di bidang penegakan hukum yang harus dijaga marwah kehormatannya.

"Sebaiknya aparat penegak hukum, polisi, hakim, jaksa, KPK, itu tidak usah dilakukan instrumen OTT terhadap mereka."

"Alasannya pertama mereka ini adalah simbolisasi negara di bidang penegakan hukum, mereka simbol-simbol, jadi marwah kehormatan harus dijaga," kata Arteria saat dihubungi Kompas.com, Jumat (19/11/2021).

Ia menilai, OTT selama ini justru membuat gaduh dan menyebabkan rasa saling tidak percaya (distrust) antarlembaga.

Oleh sebab itu, menurut Arteria, OTT hendaknya tidak dimaknai sebagai satu-satunya cara untuk melakukan penegakan hukum.

Ia meyakini, lembaga-lembaga penegak hukum memiliki penyidik-penyidik yang andal sehingga dapat menguak sebuah kasus korupsi dengan melakukan konstruksi perkara, tidak hanya lewat OTT.

"Bukan hanya disharmoni lagi, sehingga hubungannya pada rusak, sehingga jauh dari apa yang dicita-citakan."

"Sedangkan kalau hanya untuk melakukan penegakan hukum ya kita masih bisa punya instrumen-instrumen yang lain," kata Arteria.

Arteria pun menegaskan, usul yang ia sampaikan itu bukan berarti menghalalkan perilaku korup dalam institusi Polri, Kejaksaan, dan Mahkamah Agung.

Ia juga menepis anggapan usulnya itu dapat menciptakan ketidakadilan di mata hukum.

Menurutnya, tanpa adanya OTT, asas persamaan di mata hukum tetap dapat diterapkan.

"Perlakuan di mata hukumnya sama, apa, polisi bisa ditangkap, jaksa bisa ditangkap hakim bisa ditangkap, perbedaannya dengan cara menangkapnya atau melakukan penegakan hukumnya, itu bukan diskriminasi itu namanya open legal policy," ujar Arteria.

Yang Dimaksud Simbol Negara dalam UUD 1945

Seperti diketahui, dalam UUD 1945 dan UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan sendiri mengatur secara rinci soal Simbol Negara.

Dalam konstitusi dan UU tersebut Simbol Negara terdiri dari Bendera Negara Indonesia yang adalah Sang Merah Putih, Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia, Lambang Negara yakni Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, serta Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya.

(Tribunnews.com/Maliana/Ilham Rian Pratama, Kompas.com/Ardito Ramadhan)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Arteria Dahlan Sebut Jaksa, Polisi, Hakim Tak Boleh Kena OTT, Novel Heran: Kok Bisa Berpikir Begitu

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved