Sri Mulyani Tetapkan PPN Naik Jadi 11 Persen, Ekonom: Jumlah Orang Miskin Bisa Meningkat
Jika terjadi kenaikan tarif PPN, tapi tidak disertai perbaikan pendapatan masyarakat yang signifikan akan menggerus daya beli masyarakat.
TRIBUNTERNATE.COM - Menteri Keuangan RI (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa kenaikan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN akan tetap berlaku pada 1 April 2022.
Kata Sri Mulyani, pemerintah akan tetap menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) terkait tarif PPN.
Aturan itu menyatakan bahwa tarif PPN naik menjadi 11 persen pada 1 April 2022.
Kenaikan PPN jadi 11 Persen mulai 1 April 2022 ini pun mendapat sorotan dari pakar ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira.
Menurut Bhima, dampak kenaikan PPN jadi 11 persen mulai April 2022 cukup kompleks.
Sebab, jika terjadi kenaikan tarif PPN, tapi tidak disertai perbaikan pendapatan masyarakat yang signifikan akan menggerus daya beli masyarakat.
"Mereka yang masuk dalam kategori kelas menengah tanggung, bisa jadi orang miskin baru akibat kebijakan pajak yang agresif," ujarnya melalui pesan suara kepada Tribun, Rabu (23/3/2022).
Bagi masyarakat kelas menengah, jika ada kenaikan PPN, artinya mereka harus melakukan penghematan untuk belanja-belanja yang tidak mendesak.
"Mereka juga akan mencari produk yang jauh lebih terjangkau harganya, meskipun harus mengorbankan kualitas ataupun kuantitas dari produk itu," kata Bhima.
Baca juga: Balita di Bekasi Doyan Makan Benda Aneh, Sang Ibu Sebut Putranya Tak Alami Gangguan Pencernaan
Baca juga: Vaksin Covid-19 Booster Jadi Syarat Mudik Lebaran 2022, MUI dan YKMI Minta yang Halal
Baca juga: Update Kecelakaan Pesawat China Eastern Airlines: Black Box dan Jenazah Korban Ditemukan di Lokasi
Dari sisi produsen barang, dia menilai, kemungkinan mereka akan menaikkan harga barang lebih dari 1 persen karena tertekan biaya produksi sejak pandemi.
"Jadi di sini, produsen memanfaatkan momentum ini, sehingga dampak psikologis harus dimitigasi karena kenaikannya bisa lebih dari 1 persen sebenarnya secara riil di masyarakat," ujar Bhima.
Secara psikologis juga, produsen dinilainya sudah mengalami tekanan biaya produksi sejak akhir 2021, sehingga memanfaatkan situasi kenaikan PPN untuk menyesuaikan harga di level konsumen.
"Dengan demikian, mereka bisa mempertahankan margin keuntungannya. Apalagi berkaitan dengan momentum Ramadan, di mana permintaan biasanya naik tinggi," kata Bhima.
Dia menambahkan, soal PPN ini berarti kenaikan berdampak ke seluruh barang, kecuali beras atau beberapa kebutuhan pokok lainnya.
"Yang lainnya, misalkan kendaraan bermotor, restoran, bahkan iklan di sosial media dan gadget itu semua PPN-nya naik dari 10 persen menjadi 11 persen," ujarnya.