Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Jika Memang Negarawan Sejati, Jokowi Disarankan Tolak Tegas Usul Presiden 3 Periode

"Kejelasan sikap presiden akan menunjukkan bahwa dirinya adalah benar-benar negarawan, bukan kemaruk kuasa,"

Youtube/Sekretariat Presiden
Presiden Joko Widodo (Jokowi) 

TRIBUNTERNATE.COM - Usulan perpanjangan masa jabatan presiden jadi 3 periode saat ini tengah mengemuka dan menuai pro dan kontra.

Sejumlah pihak meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tidak menerimanya, salah satunya adalah Peneliti Paramadina Public Policy Institute, Septa Dinata.

Septa menilai Presiden Jokowi masih memiliki kesempatan untuk menyelamatkan dirinya soal isu liar perpanjangan masa jabatan presiden dengan bersikap secara tegas menolak usulan tersebut.

Sebab, Septa menyebut bahwa perpanjangan atau penambahan periode jabatan presiden akan menjadi preseden buruk bagi demokrasi di Indonesia.

"Kejelasan sikap presiden akan menunjukkan bahwa dirinya adalah benar-benar negarawan, bukan kemaruk kuasa," kata Septa kepada wartawan, Selasa (5/4/2022).

Baca juga: Survei SMRC: Hanya 5 Persen Responden yang Dukung Jokowi 3 Periode, Mayoritas Menolak

Baca juga: Tanggapi Isu Presiden 3 Periode, Joko Widodo: Kita Harus Taat, Patuh terhadap Konstitusi

Baca juga: PDIP Tegur Luhut soal Wacana Tunda Pemilu 2024 dan Jokowi 3 Periode, Minta Menko Marves Klarifikasi

Septa mengatakan hal tersebut usai gerilya yang dilakukan para kepala desa dalam Silatnas Apdesi soal rencana dukungan 3 periode kepada Presiden Jokowi.

Namun, diketahui bahwa siasat tersebut kelihatan tak semulus yang direncanakan. Septa masih ingat bagaimana Jokowi pernah  menolak jabatan 3 periode.

"Namun, belakangan presiden tampak lebih ambigu dalam merespons isu ini. Tak ada lagi penolakan tegas yang darinya, tapi kalimat bersayap seperti patuh terhadap konstitusi," kata dia.

Septa lebih lanjut mengatakan bahwa sosok Presiden Jokowi pada awalnya dianggap merepresentasikan harapan rakyat akar rumput.

'Dia dianggap banyak pihak sejalan dengan kepentingan keberlanjutan demokrasi pasca reformasi, terlebih saingan politiknya dipandang identik dengan Orde Baru. Alasan ini turut menjelaskan kenapa ada banyak aktivis yang bertengger di barisannya," kata dia.

Namun, setelah hampir tujuh tahun berkuasa, Septa menilai Presiden Jokowi semakin menampakkan bahwa dirinya semakin jauh dari semangat reformasi.

"Di bawah kepemimpinannya justru, alih-alih melakukan penguatan terhadap institusionalisasi demokrasi, wacana penundaan dan penambahan periodisasi jabatan presiden justru mencuat," kata dua.

Yang lebih mengejutkan lagi, dikatakan Septa, adalah terendusnya skenario bahwa operasi ini dipimpin oleh orang yang selama ini dikenal paling dekat dan paling sering mendapat kepercayaan penting dari Presiden Joko Widodo.

Maka itulah, menurutnya, masih lemahnya institusionalisasi demokrasi di Indonesia adalah alasan paling utama kenapa jabatan presiden harus tetap dua periode.

"Institusionalisasi demokrasi memerlukan waktu yang panjang. Hal ini bukan hanya soal membangun lembaga, tapi penguatan sistem yang tertanam dalam pikir dan laku. Dengan kata lain, demokrasi di Indonesia masih butuh waktu untuk menjelma menjadi tradisi atau budaya politik yang kokoh dan meritokratik," kata dja.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved