Terjaring OTT KPK, Bupati Ade Yasin Ikuti Jejak Sang Kakak, Rachmat Yasin yang Kena Kasus Korupsi
Penangkapan Ade Yasin pun mengingatkan publik tentang kasus korupsi yang juga menjerat kakaknya, mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin.
TRIBUNTERNATE.COM - Bupati Bogor Ade Munawaroh Yasin diciduk oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga terlibat dalam kasus dugaan suap.
Tak sendirian, Ade Yasin juga ditangkap oleh lembaga antirasuah itu bersama sejumlah pihak lainnya.
Penangkapan Ade Yasin pun mengingatkan publik tentang kasus korupsi yang juga menjerat kakaknya, mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin.
Ade Yasin mengikuti jejak sang kakak, Rachmat Yasin, yang turut terjerat kasus korupsi.
Perlu diketahui, dalam penangkapan Ade Yasin dan pihak-pihak terkait lainnya kali ini, KPK telah mengamankan sejumlah barang bukti, salah satunya berupa uang.
"Telah mengamankan beberapa pihak dari Pemda Kab Bogor, pemeriksa BPK dan rekanan serta sejumlah uang serta barang bukti lainnya," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron lewat keterangan tertulis, Rabu (27/4/2022).
Baca juga: Larangan Ekspor Minyak Goreng Berlaku hingga Harga Kembali ke Rp14 Ribu per Liter
Baca juga: Kena OTT KPK, Ini Unggahan Terakhir Medsos Bupati Bogor Ade Yasin, Kini Ramai Dihujat Warganet
Adapun KPK sebelumnya telah menjerat Rachmat Yasin.
Diketahui, pada November 2014, Rachmat divonis bersalah dan dihukum 5 tahun 6 bulan pidana penjara dan denda Rp300 juta atas perkara suap izin alih fungsi lahan hutan yang dikelola PT Bukit Jonggol Asri.
Dalam perkara tersebut, dia terbukti menerima suap sekitar Rp4,5 miliar dari Kwee Cahyadi Kumala selaku Komisaris Utama PT Jonggol Asri dan Presiden Direktur PT Sentul City.
Rachmat kemudian bebas dari tahanan pada pertengahan 2019 lalu.
Hanya saja, KPK kembali menjeratnya atas dua kasus dugaan korupsi.
Kasus pertama, dia diduga telah meminta, menerima atau memotong pembayaran dari beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebesar sekitar Rp8,93 miliar.
Uang tersebut diduga digunakan untuk biaya operasional Rachmat selaku Bupati Bogor saat itu.
Selain itu, uang tersebut juga diduga dipergunakan untuk kebutuhan kampanye Pemilihan Kepala Daerah dan Pemilihan Legislatif yang diselenggarakan pada 2013 dan 2014.
Dalam kasus kedua, Rachmat diduga menerima gratifikasi berupa tanah seluas 20 hektare di Jonggol, Kabupaten Bogor dari seseorang untuk memuluskan perizinan pendirian Pondok Pesantren dan Kota Santri.