Tender Gorden Rumah Dinas Anggota DPR RI Senilai Rp43,5 Miliar, Ini Kata MAKI, KPK, dan Formappi
Tender penggantian gorden rumah dinas anggota DPR yang dimenangkan oleh perusahaan dengan penawaran tertinggi menuai tanggapan dari sejumlah pihak.
"Seolah-olah mau bilang anggaran yang sudah dialokasikan harus dihabiskan tanpa perlu memikirkan efisiensi anggaran yang bisa menguntungkan negara," imbuhnya.
Baca juga: Bayi 10 Bulan Diduga Hepatitis Akut, RSUD Dr Soetomo Lakukan Pemeriksaan Lebih Lanjut
Baca juga: Sejumlah Wilayah di Indonesia Dilanda Cuaca Panas, BMKG Tegaskan Bukan Gelombang Panas
Baca juga: Penyakit Kuku dan Mulut Jangkiti Ribuan Sapi di Jawa Timur, Bisakah Menular pada Manusia?
Kemudian jika dilihat dari sisi efisiensi, lanjut Lucius, proses pengadaan gorden rumah jabatan anggota DPR bermasalah.
Oleh karena itu, menurutnya harus ditelusuri proses tender tersebut.
"Jangan sampai pilihan pemenang tender pada perusahaan yang memberikan tawaran tertinggi karena ada kongkalikong antara perusahaan pemenang dengan penyelenggara proyek pengadaan," ucapnya.
"Tender jadi semacam prosedur formalitas saja. Mungkin saja keputusan siapa pemenang tender sudah ditentukan sebelum tender dilakukan," pungkasnya.
2. KPK: Harus Transparan dan Bisa Dipertanggungjawabkan
KPK mengimbau proses pengadaan gorden rumah dinas anggota DPR RI di Kalibata, Jakarta Selatan senilai Rp43,5 miliar harus transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Hal itu guna mencegah agar pihak-pihak tertentu tidak memanfaatkannya untuk mengambil keuntungan pribadi dengan cara-cara yang melanggar hukum.
"KPK mengimbau seluruh tahapan dalam proses pengadaan ini dilakukan secara transparan dan akuntabel," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada Tribunnews.com, Senin (9/5/2022).
Menurut Ali, prinsip transparansi dan akuntabilitas merupakan wujud pertanggungjawaban penggunaan APBN/APBD oleh setiap kementerian, pemerintah daerah, BUMN/BUMD, serta lembaga lainnya yang mengelola keuangan negara.
Selain itu, proses pengadaan rumah dinas DPR RI harus mengacu pada ketentuan dalam Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang perubahan atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Hal tersebut patut dilalui agar tata laksana prosesnya tidak menyalahi aturan.
"KPA [Kuasa Pengguna Anggaran] maupun PPK [Pejabat Pembuat Komitmen] pengadaan ini harus memastikan bahwa seluruh prosesnya sesuai prosedur, mengingat pengadaan barang dan jasa menjadi salah satu modus yang rentan terjadi korupsi," kata Ali.
KPK berharap masyarakat ikut mengawasi pengelolaan keuangan negara, dalam hal ini pengadaan gorden mewah rumdin DPR.
Jika ada pihak yang menemukan dugaan korupsi dalam pengadaan itu, lembaga antirasuah ingin publik melaporkannya.