Kilas Balik Soeharto Izinkan Freeport Menambang Emas di Papua Tahun 1967

Editor: Sansul Sardi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pemandangan area tambang Grasberg Mine di Kabupaten Mimika, Papua, yang dikelola oleh PT Freeport Indonesia, Minggu (15/2). Lubang menganga sedalam 1 kilometer dan berdiameter sekitar 4 kilometer itu telah dieksploitasi Freeport sejak 1988. Kompas/Aris Prasetyo (APO) 15-02-2015 *** Local Caption *** Pemandangan area tambang Grasberg Mine di Kabupaten Mimika, Papua, yang dikelola oleh PT Freeport Indonesia, Minggu (15/2). Lubang menganga sedalam 1 kilometer dan berdiameter sekitar 4 kilometer itu telah dieksploitasi Freeport sejak 1988. Hingga kini, cadangan bijih tambang di Grasberg Mine tersisa sekitar 200 juta ton dan akan benar-benar habis pada 2017 nanti. Kompas/Aris Prasetyo (APO) 15-02-2015

TRIBUNTERNATE.COM - Berikut rekam jejak berdirinya PT Freeport di Indonesia.

Di mana tahun 1967 adalah periode penting bagi keberadaan Freeport di Indonesia.

Tepatnya pada 7 April atau belum genap dua bulan setelah resmi menjadi presiden kedua Indonesia, Soeharto memberikan izin kepada Freeport Sulphur of Delaware untuk menambang di Papua.

Dilansir dari Kontan, selama masa pemerintahan Orde Lama, Presiden Soekarno sama sekali belum pernah mengizinkan investasi perusahaan asing di Indonesia.

Terbuat dari Emas, Uang Koin Pecahan Rp 850 Ribu Bergambar Soeharto Termahal Bank Indonesia

Bagikan Foto Lawas Bersama Mendiang Soeharto, Titiek Soeharto Kenang Momen Perayaan Ultahnya ke-19

Dengan kata lain, Freeport adalah perusahaan penanaman modal asing ( PMA) pertama di Tanah Air.

Saat Orde Baru masih berumur jagung, ekonomi Indonesia terbilang masih karut-marut.

Meletusnya peristiwa G30S dan huru-hara di sejumlah daerah pasca-peralihan kekuasaan membuat situasi ekonomi tidak stabil.

Salah satunya adalah inflasi yang mencapai 600-700 persen yang ditandai dengan meroketnya harga kebutuhan pangan.

Otomatis, pembangunan infrastruktur terhenti saat itu. Presiden Soeharto bergerak cepat melakukan stabilisasi ekonomi, termasuk membuka keran investasi bagi Freeport. 

Penandatanganan kontrak kerja dengan pemerintah Indonesia untuk penambangan tembaga di Papua Barat tersebut dilakukan di Departemen Pertambangan Indonesia.

Ketika itu, Pemerintah Indonesia diwakili oleh Menteri Pertambangan Ir. Slamet Bratanata dan Freeport oleh Robert C. Hills (Presiden Freeport Shulpur) dan Forbes K. Wilson (Presiden Freeport Indonesia), anak perusahan Freeport Sulphur.

Penandatanganan KK disaksikan pula oleh Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Marshall Green.

Freeport mendapat hak konsensi lahan penambangan seluas 10.908 hektar untuk kontrak selama 30 tahun terhitung sejak kegiatan komersial pertama dilakukan.

Soeharto resmikan operasional Freeport

Namun meski sudah mendapatkan izin dari pemerintah Indonesia di tahun 1967, Freeport baru bisa benar-benar menambang emas dan tembaga di Papua pada tahun 1973.

Penambangan Ertsberg dimulai Freeport pada Maret 1973.

Pada Desember 1973 pengapalan 10.000 ton tembaga pertama kali dilakukan dengan tujuan Jepang.

Saat itu, Presiden Soeharto bahkan terbang langsung ke Papua untuk meresmikan fasilitas produksi di Tembagapura.

Dalam pidatonya, Soeharto begitu tampak sumringah dengan keberhasilan pertambangan di Freeport.

Menurut Soeharto, investasi Freeport di Indonesia adalah bukti kepercayaan investor menanamkan uangnya di Indonesia.

Praktis setelah masuknya Freeport, arus investasi asing begitu deras masuk ke Indonesia, terbesar berasal dari AS dan Jepang.

Freeport diberikan izin menambah selama jangka waktu 30 tahun dalam skema Kontrak Karya (KK) yang bisa diperpanjang.

Ari Askhara Kini, Eks Dirut Garuda Resmi Jadi Tersangka Kasus Penyelundupan Brompton Sejak September

Temukan Staf Ahli Direksi BUMN Bergaji Rp 100 Juta per Bulan, Stafsus Erick Thohir: Tidak Transparan

Di awal kehadirannya, Freeport juga sempat berkonflik dengan penduduk setempat, terutama Suku Amungme.

Dalam kontrak karya pertama disepakati, royalti untuk pemerintah Indonesia dari penambangan tembaga yang dilakukan Freeport sebesar 1,5 persen dari harga jual (jika harga tembaga kurang dari 0.9 dollar AS/pound) sampai 3,5 persen dari harga jual (jika harga 1.1 dollar AS/pound).

Sedangkan untuk emas dan perak ditetapkan sebesar 1 persen dari harga jual.

Jelang Kontrak Karya berakhir, Freeport menemukan cadangan Grasberg atau tepatnya pada periode tahun 1980-1989.

Lalu pada tahun 1991, pemerintah Indonesia kemudian mengizinkan Freeport terus menambang di Papua untuk jangka waktu 30 tahun ke depan atau hingga tahun 2021 dengan gak perpanjangan sampai dengan 2 kali 10 tahun.

Di Papua, Freeport tak hanya menambang tembaga, namun juga menambang emas dan perak.

Grasberg bahkan disebut-sebut sebagai tambang emas terbesar di dunia.

Tambang Bekas Freeport Akan Diserahkan ke Antam

Kini sejumlah asosiasi pertambangan ikut buka suara terkait dengan penugasan yang diberikan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir kepada PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) untuk mengelola Blok Wabu, tambang emas hasil penciutan wilayah PT Freeport Indonesia (PTFI).

Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli mengatakan, eks wilayah kontrak karya (KK) yang diciutkan atau dikembalikan ke negara dapat menjadi wilayah pencadangan negara (WPN) dan wilayah usaha pertambangan khusus (WUPK) dengan prioritas penawaran kepada BUMN.

Sehingga, ANTM selaku bagian dari holding industri pertambangan BUMN, MIND ID, memang bisa mendapat prioritas untuk mengelola Blok Wabu.

Kendati begitu, pengelolaan tambang di Blok Wabu bukanlah tanpa kendala. Rizal bilang, beratnya medan serta belum adanya infrastruktur yang terbangun di wilayah tersebut menjadi tantangan utamanya.

"Sehingga siapapun yang akan masuk ke wilayah tersebut akan menghadapi kendala infrastruktur karena letaknya yang di tengah-tengah daratan Papua. Jauh dari laut yang merupakan moda transportasi termurah," kata Rizal kepada Kontan.co.id, Rabu (23/9).

Dengan kondisi isolasi daerah tersebut, Rizal mengingatkan, ANTM mau tidak mau harus terlebih dulu mengembangkan infrastruktur agar proyek bisa berjalan.

Rizal pun menyarankan pengelolaan Blok Wabu dengan sistem Roster sehingga semua proses pengolahan dapat dilakukan di daerah tersebut sampai menghasilkan bullio emas.

Lalu, hasilnya baru dikirim ke pabrik pengolahan dan pemurnian logam mulia di Jakarta. Kendati begitu, kajian yang lebih mendalam harus terlebih dulu dilakukan ANTM.

"Ini semua harus dikaji secara mendalam baik dari segi teknis, ekonomis, daya dukung lingkungan, social budaya dan hukum agar proyek feasible untuk dikerjakan," ujar Rizal.

Kendati begitu, Rizal yakin, ANTM sudah memiliki pengalaman dan kemampuan untuk melakukan penambangan di daerah yang terisolasi.

Kata dia, sumber daya manusia dan tenaga ahli yang ada di Indonesia sudah mumpuni untuk menjalankan metode penambangan, pengolahan dan pemurnian.

"Antam juga sudah memiliki pengalaman dalam mengelola tambang emas di beberapa wilayah walaupun cadangan emasnya belum sebesar yang di Blok Wabu," tutur Rizal.

Berdasarkan informasi yang didapat Perhapi, sumber daya (geological resources) emas di blok tersebut kira-kira 8 juta ounces dengan cog sekitar 1.0 g/t.

"Hal ini tentu sangat menarik untuk dikembangkan. Yang perlu dilakukan adalah melakukan studi detail untuk pengembangan proyek tersebut," kata Rizal.

Hal senada juga disampaikan oleh Asosiasi Pertambangan Indonesia atau Indonesia Mining Association (IMA).

Dihubungi terpisah, Pelaksana Harian Direktur Eksekutif IMA Djoko Widajatno mengatakan, secara formal, mengacu pada Undang-Undang Minerba, keputusan untuk menugaskan ANTM mengelola Blok Wabu memang sudah benar.

Namun, seberapa ideal pengelolaan tersebut, masih harus dilihat lebih lanjut.

"Secara hukum sudah benar. Apakah ideal? perlu dibuktikan dengan terwujudnya tambang emas di Wabu, yang memberikan kontribusi pada negara," kata Djoko saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (23/9).

Djoko bilang, proses pengelolaan Blok Wabu oleh ANTM masih lah panjang.

Sebab, melakukan operasional produksi, ANTM harus terlebih dulu melakukan eksplorasi lanjutan dalam mengkonversi sumberdaya menjadi cadangan, menentukan besaran cadangan, study kelayakan, mengajukan Amdal, serta konstruksi infrastruktur produksi. "Masih panjang menuju rencana operasi," sebutnya.

Meski demikian, Djoko yakin, kemampuan dan pengalaman, ANTM cukup kompeten secara teknis.

Selain itu, untuk modal investasi, ANTM juga bisa minta sokongan dari MIND ID selaku holding pertambangan. "Tinggal menjaga komitmen dan integrity," imbuhnya.

Asal tahu saja, Menteri BUMN Erick Thohir sudah mengirim surat kepada Menteri ESDM Arifin Tasrif terkait dengan pengelolaan Blok Wabu kepada Antam.

Erick menyebut, Antam sebagai perusahaan tambang emas pelat merah tidak memilik tambang baru, padahal Antam memiliki cukup banyak karyawan yang hingga menembus 1.000 orang.

"Karena itu kami mengirim surat ke Menteri ESDM (Arifin Tasrif). Dan sudah koordinasi juga dengan Kepala BPKM, agar lokasi yang sudah diterima diberikan Freeport kepada negara diprioritaskan kepada BUMN untuk masuk dalam pengelolaan emas itu," terangnya.

Dengan begitu, secara konkret Antam bukan hanya mini trading company tetapi juga perusahaan tambang emas.

Erick bilang, sangat menyakitkan dalam posisi Antam yang tidak memiliki tambang emas baru, sementara prospek emas di Indonesia menjadi salah satu suplai yang besar dan dalam kondisi seperti ini harga emas sangat baik "Karena itu kita memberanikan diri juga masuk ke lahan eks Freeport itu," tandasnya.

Merujuk pada pemberitaan Kontan.co.id, untuk mencapai kesepakatan dalam mendapat kelanjutan operasi berupa Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), PTFI mesti menaati sejumlah persyaratan.

Salah satunya ialah penyiutan atau pelepasan luas wilayah kerja yang mencapai 58% dari 212.950 hektare menjadi 90.360 hektare.

Pada 2 Juli 2015, PTFI pun mengembalikan sejumlah blok tembaga dan emas ke negara.

Satu diantaranya adalah Blok Wabu, yang ditaksir memiliki potensi tembaga 4,3 juta ores, dan kandungan kualitas emas yang cukup bagus dengan 2,47 gram per ton.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Gerak Cepat Soeharto Izinkan Freeport Menambang Emas Papua Tahun 1967"
Penulis : Muhammad Idris
Editor : Muhammad Idris

Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul Tambang emas eks Freeport bakal diserahkan ke Antam, begini pendapat IMA dan Perhapi

Berita Terkini