Diterjang Pandemi dan Cuaca Tak Menentu, Sejumlah Petani Ini Justru Raup Untung Puluhan Juta

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mujiono (56), seorang petani asal Desa Durenan, Kecamatan Gemarang, Kabupaten Madiun sukses membudidayakan porang.

TRIBUNTERNATE.COM - Sudah setahun lebih pandemi Covid-19 melanda Indonesia.

Tak hanya menciptakan krisis kesehatan masyarakat, pandemi juga secara nyata mengganggu aktivitas ekonomi nasional.

Namun, ketika sejumlah sektor perekonomian mengalami penurunan pertumbuhan di masa pandemi, hal sebaliknya justru dirasakan oleh sektor pertanian.

Seperti diberitakan Kompas.com, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, sektor pertanian justru mampu tumbuh di tengah pandemi Covid-19.

Tercatat, sektor pertanian mampu tumbuh sebesar 16,4 persen.

Hal tersebut disebabkan karena sangat dibutuhkannya produk-produk dari sektor pertanian oleh masyarakat.

Hal tersebut lantas dibuktikan dengan sejumlah kisah petani yang meraup untung besar di masa pandemi.

Berikut TribunTernate.com merangkum sederet kisah petani yang sukses meraup untung di masa pandemi, dari berbagai sumber:

Baca juga: Jualan Ikan Cupang saat Kuliah Online, Mahasiswa di Bandar Lampung Dapat Untung Puluhan Juta

Baca juga: Bisa Jadi Alternatif Orang yang Kena PHK, 8 Peluang Usaha Ini Paling Untung Saat Covid-19 Merebak

1. Petani Porang yang Dulu Melarat, Kini Bisa Beli Mobil dan Rumah

Tanaman porang kian diminati oleh para petani karena keuntungannya yang menggiurkan.

Berkat menanam porang, para petani bisa untung puluhan juta hingga miliaran rupiah.

Contohnya warga di Durenan, Kecamatan Gemarang, Kabupaten Madiun, Jawa Timur.

Kepala Desa Durenan, Purnama (50) mengatakan, 98 persen warganya merupakan petani dan sebagian besar menanam porang.

Dengan menanam porang, kesejahteraan warga mulai meningkat dan angka kemiskinan di desa itu turun.

Bahkan, banyak warga desanya kembali dari perantauan dan menanam porang di kampung halaman.

"Terbukti saat pandemi, ada 68 warga Desa Durenan yang membangun rumah berkat panen porang 2020 kemarin. Artinya ketika seluruh warga menanam porang, kita bisa melibas angka kemiskinan. Dan ketika kualitas porang terjaga, pasar pasti membutuhkan," jelas Purnama, seperti dikutip dari Surya, Selasa (13/4/2021).

Mujiono (56), seorang petani asal Desa Durenan, Kecamatan Gemarang, Kabupaten Madiun sukses membudidayakan porang. (Surya/Rahadian BP)

Purnama menjelaskan, sebenarnya pengembangan porang di Desa Durenan sudah mulai berjalan sejak 10 tahun yang lalu.

Namun, para petani baru serius menggarap sekitar tiga tahun lalu. Dia menyebut porang merupakan komoditi yang menjanjikan.

Perawatan porang terbilang mudah, namun modal untuk membeli bibit lumayan besar.

Untuk satu hektare lahan dibutukan modal sekitar Rp 55 hingga Rp 60 juta. Namun, ketika panen, petani bisa memperoleh Rp 300 juta lebih.

"Bahkan sebelah rumah saya, ia beli bibit Rp 12 juta, ketika panen dijual laku Rp 55 juta," urainya.

Dengan begitu, pantas bila lahan porang disebut bak tambang emas bagi mereka yang tekun membudidayakan porang.

"Untuk wilayah Desa Durenan, jumlah lahan milik warga yang ditanami porang ada sekitar 200 hektare. Dan ada sekitar 149 hektare kawasan hutan milik perhutani yang ditanami porang oleh warga," kata Purnama.

2. Untung Besar, Petani Cabai di Desa Mojokerto Ramai-Ramai Beli Motor, Mobil, dan Bangun Rumah

Harga cabai yang tinggi dan bertahan cukup lama membuat petani cabai di Desa Pucuk, Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, mendapatkan untung yang berlimpah.

Bahkan, dari hasil menjual cabai para petani ramai-ramai mampu memborong motor dan mobil.

Kepala Desa Pucuk, Nanang Sudarmawan mengatakan, selain membeli motor dan mobil, ada juga yang membangun rumah dari hasil panen cabai rawit.

"Kalau jumlah kendaraan yang dibeli itu setahu saya sampai saat ini ada puluhan sekitar 30-50 motor. Memang paling banyak motor Scoopy, ada juga motor PCX dan juga dua mobil," ujar Nanang, seperti diberitakan Surya pada Minggu (28/3/2021).

Dikatakan Nanang, para petani cabai ramai-ramai membeli kendaraan baru secara bertahap sejak awal Maret 2021.

"Alhamdullilah tahun 2021 ini masyarakat Desa Pucuk panen cabai banyak jadi hampir setiap hari beli sepeda motor," ucap Nanang.

Menurut dia, paling banyak petani cabai yang memborong motor berada di Dusun Pucuk yang wilayahnya lebih luas dan mayoritas penduduknya adalah petani cabai.

Foto ilustrasi cabai. (TRIBUNNEWS/JEPRIMA)

Baca juga: Kurangnya Skill Petani Lokal Jadi Alasan Indonesia Masih Impor Garam meski Punya Lautan Luas

Baca juga: Hebohkan Warga, Uang Puluhan Juta Berceceran di Saluran Irigasi, Seorang Petani Dapat Rp 10 Juta

Di Desa Pucuk terdapat lima dusun yaitu Dusun Wotgaru, Dusun Pucuk paling besar, Dusun Brejel Lor, Dusun Brejel Kidul, dan Dusun Kwarigan.

Dari penduduk Desa Pucuk yang berjumlah 1.100 KK (Kepala Keluarga), sekitar 95 persen bekerja sebagai petani yang rata-rata mempunyai lahan cabai.

Mereka menanam cabai di lahan persawahan pribadi dan sebagian manfaatkan lahan tanaman kayu putih milik Perhutani.

"Paling banyak ya di Dusun Pucuk itu petani cabai yang beli kendaraan, ada yang merenovasi atau membangun rumahnya dari hasil panen cabai," jelasnya.

Nanang menyebut harga cabai dalam masa panen di Dawarblandong tahun 2021 ini memang relatif bagus dan bertahan lama hampir 1,5 bulan.

Harga cabai rawit di tingkat petani dari Rp 50.000 saat awal panen dan pada Februari terus merangkak naik hingga puncaknya mencapai Rp 90.000 hingga Rp 95.000 per kilogram.

Apalagi, saat itu di luar daerah minim ketersediaan cabai sehingga petani di Dawarblandong beruntung mempunyai banyak pasokan.

"Sekali panen memperoleh 2 sampai 3 kwintal, itu setiap seminggu sekali kalau dikalikan sekitar Rp 24 juta dan bisa sampai 10-12 kali panen," bebernya.

3. Petani di Cisarua Lembang Raup Untung Jutaan Rupiah

Di tengah pandemi Covid-19 yang memukul mundur perekonomian di Indonesia, sejumlah petani sayuran di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat (KBB) justru tuai untung berlimpah.

Salah seorang petani asal Kampung Jambudipa, Ani mengatakan, dirinya kewalahan menerima permintaan pasar yang kian hari kian meningkat.

"Alhamdulillah, dengan bertani saya untung, karena tiap hari permintaan terhadap pasar terhadap sayuran saya terus meningkat," ujarnya saat diwawancarai Tribun Jabar, Minggu (4/4/2021).

Di perkebunan seluas kurang lebih 50 meter persegi miliknya itu, Ani menanam berbagai macam sayuran, mulai dari tomat, brokoli hingga cabai rawit.

Baca juga: Waspada! Cabai Rawit Dicat Merah Ditemukan di Sejumlah Pasar Banyumas, Tak Bisa Larut dalam Air

Baca juga: Mengenal Porang, Umbi yang Dulu Dianggap Makanan Ular Kini Jadi Emas Petani, Segini Harganya

Wanita yang dulunya pekerja pabrik itu mengatakan, dengan bertani pendapatnnya bisa mencapai Rp 5 Juta dalam satu bulan.

"Modal yang saya keluarkan itu kira-kira Rp 10 Juta, jika lancar seperti sekarang saya bisa mendapatkan keuntungan hingga dua kali lipat dari modal, sekitar Rp 5 Juta bahkan lebih," katanya.

Di tengah cuaca ekstrim, sebagai petani, Ani mengatakan harus senantiasa merawat perkebunannya agar hasilnya maksimal dengan harapan.

"Banyak petani yang merawat kebun mereka asal-asalan terus nyalahin cuaca deh, padahal kita sebagai petani bisa mengakali hal itu dengan maksimal merawatnya," pungkas Ani.

4. Petani Cabai di Sidodadi Ramunia Panen 25 Ton Per Hektar meski Cuaca Tak Menentu

Meskipun cuaca panas dan curah hujan rendah terlebih di masa pandemi Covid-19, petani cabai di Dusun Cilacap, Desa Sidodadi Ramunia, Kecamatan Beringin, Deli Serdang justru panen cabai hingga 25 ton per hektar.

Ketua Kelompok Tani Sadar Dusun Cilacap, Muhammad Sofyan mengatakan, tanaman cabai bisa sangat menjajikan jika harganya stabil.

Dia sendiri baru menanam cabai sekitar 6 hingga 7 tahun terakhir. Sebelumnya, dia menanam padi dan kedelai.

Cabai, menurutnya, menjadi harapan baru bagi petani, di luar padi dan kedelai yang kini ditinggalkan.

"Cabai ini menjanjikan kalau harganya stabil dan hasilnya memuaskan. Walaupun juga pernah mengalami kerugian ketika harganya jatuh," kata Sofyan, seperti diberitakan Kompas.com pada Kamis (25/2/2021).

Menurutnya, pandemi Covid-19 berpengaruh ke hampir semua sektor, tak terkecuali petani di Dusun Cilacap ini.

"Perekonomiannya agak berat. Bekerja pun katanya ini itu. Jadi kita kan pening juga. Jadi kita inilah usaha nanam cabai," ujarnya. 

Namun, tanaman cabai bisa menyelamatkan para petani di dusun tersebut.

Dijelaskannya, saat ini di lahan seluas 4 hektar baru dua kali panen. Masih ada sekitar 13 kali panen lagi. Perhitungannya, dari 1 batang bisa menghasilkan 1 - 1,2 kg.

Dalam 1 hektar, dia menanam sekitar 17.000 batang. Jika dikalikan, maka hasil panen cabai mencapai 20 hingga 25 ton.

"Hasil panen per hektar 25 ton dan untuk dijual di lokal saja. Agen datang sendiri kemari," katanya.

(TribunTernate.com/Kompas.com/Surya.co.id/TribunJabar.id)

Berita Terkini