Masyarakat Makin Tak Mampu Beli, Direktur Eksekutif Indef Nilai Kebijakan Pajak Sembako Tidak Tepat

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi sembako - Direktur eksekutif Indef menilai rencana kebijakan pajak sembako tidak tepat karena akan semakin menurunkan daya beli masyarakat.

Namun, kata Said, rakyat kecil justru semakin kesulitan bahkan hanya untuk makan saja sembako dikenakan kenaikan pajak.

“Sekali lagi, ini sifat kolonialisme. Penjajah!” tegas Said Iqbal.

Jika rencana menaikkan PPN sembako ini tetap dilanjutkan, kata Said, kaum buruh akan menjadi garda terdepan dalam melakukan perlawanan. Baik secara aksi di jalanan maupun mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dengan adanya kenaikan PPN, maka harga barang akan naik. Hal ini akan merugikan masyarakat, terutama buruh, karena harga barang menjadi mahal.

“Sudahlah kaum buruh terjadi PHK di mana-mana, kenaikan upahnya dikurangi dengan omnibus law, nilai pesangon yang lebih kecil dari peraturan sebelumnya, dan pembayaran THR yang masih banyak dicicil, sekarang dibebani lagi dengan harga barang yang melambung tinggi akibat kenaikan PPN,” kata Said Iqbal.

Selain menolak kenaikan PPN, KSPI juga menolak diberlakukannya tax amenesty jilid II.

Sebagaimana diketahui, tax amnesty jilid I yang diterbitkan tahun 2016 ditolak oleh buruh dengan menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Gugatan tersebut ditolak MK, dengan salah satu pertimbangan tax amnesty bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara dari harta kekayaan orang kaya yang tersimpan di luar negeri.

“Tetapi, faktanya sampai hari ini, apa yang disampaikan bertolakbelakang. Tax amnesty jilid 1 tidak sesuai dengan harapan.”

“Buktinya ABPN tetap defisit, pajak tidak sesuai target yang diharapkan, dan sekarang pertumbuhan ekonomi negatif,” ungkapnya.

Baca juga: 21 Model dari 6 Merek Mobil Dapatkan Insentif Pajak 0 Persen: Toyota Sienta hingga Wuling Confero

Baca juga: Presiden Jokowi Pastikan Pemerintah Menanggung Pajak Insan Pers hingga Juni 2021

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal saat konferensi pers secara virtual, Senin (15/2). (Tribunnews/Dennis Destryawan)

Said Iqbal juga mengingatkan kembali, setidaknya ada 5 alasan kaum buruh saat menolak tax amnesty jilid II.

Pertama, tax amnesty mencederai rasa keadilan kaum buruh sebagai pembayar Pajak Penghasilan (PPh) 21 yang taat.

Buruh terlambat membayar pajak, dikenakan denda, namun pengusaha 'maling' pajak justru diampuni.

Kedua, tax amnesty telah menggadaikan hukum dengan uang demi mengejar pertumbuhan ekonomi.

Ini sama saja dengan menghukum mereka yang aktif membayar pajak dengan memberikan keringanan melalui pengampunan para maling pajak.

Halaman
123

Berita Terkini