TRIBUNTERNATE.COM - Virus corona Varian Delta saat ini tengah menjadi sorotan, seiring pandemi Covid-19 masih terus merebak di ratusan negara di dunia.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, varian yang sangat menular dari Covid-19 itu diperkirakan akan menjadi jenis virus yang dominan dalam beberapa bulan mendatang, Rabu (21/7/2021).
Dikutip TribunTernate.com dari laman Channel News Asia, varian Delta sudah tercatat di 124 wilayah - 13 wilayah lebih banyak dibandingkan pekan lalu.
Varian yang pertama kali terdeteksi di India itu juga sudah menyumbang lebih dari tiga perempat spesimen yang disekuensikan di banyak negara besar, kata WHO.
"Diperkirakan [varian Delta] itu akan dengan cepat bersaing dengan varian lain dan menjadi varian dominan yang beredar selama beberapa bulan mendatang," kata badan kesehatan di bawah naungan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) itu dalam pembaruan epidemiologi mingguannya.
Sementara itu, tiga varian virus corona yang juga masuk kategori mengkhawatirkan (Variant of Concern/VoC) mengalami pertambahan wilayah tempat terdeteksinya lebih sedikit ketimbang varian Delta.
Pertama, varian Alpha, yang pertama kali terdeteksi di Inggris, telah dilaporkan di 180 wilayah (naik enam wilayah dari minggu lalu).
Kedua, varian Beta, pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan, telah dilaporkan di 130 wilayah (naik tujuh wilayah), dan varian Gamma, pertama kali terdeteksi di Brasil, di 78 (naik tiga wilayah).
Menurut sekuens SARS-CoV-2 yang diajukan ke inisiatif sains global GISAID selama empat minggu hingga 20 Juli 2021, prevalensi Delta melebihi 75 persen di beberapa negara di dunia.
Di antaranya, Australia, Bangladesh, Botswana, Inggris, Cina, Denmark, India, Indonesia, Israel, Portugal, Rusia, Singapura, dan Afrika Selatan.
“Bukti yang berkembang mendukung adanya peningkatan transmisibilitas (penularan) varian Delta dibandingkan dengan varian non-VOC. Namun, mekanisme yang tepat untuk peningkatan transmisibilitas masih belum jelas,” kata WHO.
Baca juga: Najwa Soroti Marahnya Jokowi saat Tegur Menteri agar Hati-hati Bicara, Ini Penjelasan Pramono Anung
Baca juga: Akankah Jokowi Minta Maaf soal Covid? Ini Jawaban Pramono Anung: Tidak akan Mengurangi Wibawa
Baca juga: Kritik Istilah PPKM, Cak Sholeh: Rujukan Hukum Tidak Ada, Mestinya Tetap Pakai Istilah PSBB
KASUS NAIK 12%
WHO juga mengatakan secara keseluruhan, ada 3,4 juta kasus baru Covid-19 dilaporkan dalam rentang waktu seminggu hingga 18 Juli 2021 - naik 12 persen pada minggu sebelumnya.
Pada tingkat ini, diperkirakan jumlah kumulatif kasus yang dilaporkan secara global dapat mencapai lebih dari 200 juta kasus dalam tiga minggu ke depan, kata WHO.
Organisasi tersebut mengatakan, ada empat faktor yang mendorong meningkatnya penularan Covid-19 secara global, yakni: varian yang lebih menular; relaksasi atau pelonggaran kebijakan kesehatan masyarakat; peningkatan pembauran sosial masyarakat, dan sejumlah besar orang yang tidak/belum divaksin.
Kasus baru Covid-19 naik 30 persen di wilayah Pasifik Barat, sementara di wilayah Eropa naik 21 persen.
Jumlah kasus baru tertinggi dilaporkan dari Indonesia (350.273 kasus baru; naik 44 persen), Inggris (296.447 kasus baru; naik 41 persen), dan Brasil (287.610 kasus baru; turun 14 persen).
Namun, jumlah kematian mingguan, tetap stabil di angka 57.000, mirip dengan pekan sebelumnya dan mengalami penurunan yang stabil selama lebih dari dua bulan.
Baca juga: Penelitian: Dua Dosis Vaksin Covid-19 Pfizer atau AstraZeneca Terbukti Efektif Lawan Varian Delta
Baca juga: ECDC: Virus Corona Varian Delta Bisa Mencapai 90 Persen Kasus Covid-19 Baru di Uni Eropa
Empat Hal yang Perlu Diketahui tentang Virus Corona Varian Delta
Inci Yildirim, MD, PhD, spesialis penyakit menular pediatrik dari Yale Medicine, mengatakan bahwa semua virus berevolusi dari waktu ke waktu dan mengalam perubahan saat menyebar dan bereplikasi.
Hal ini pula yang terjadi pada virus corona penyebab penyakit Covid-19.
Salah satu varian baru dari mutasi virus corona Covid-19 yang menjadi sorotan adalah varian Delta, yang disebut-sebut lebih menular dibandingkan versi original Sars-CoV-2.
Dari apa yang diketahui para ahli sejauh ini, orang yang sepenuhnya telah divaksinasi dapat memiliki perlindungan terhadap virus corona varian Delta.
Sementara itu, orang yang belum divaksinasi menjadi yang paling berisiko terinfeksi varian baru.
Dilansir dari Yale Medicine, berikut adalah empat hal yang penting diketahui tentang varian Delta yang sangat menular:
1. Delta lebih menular
Kasus virus corona varian Delta pertama kali diidentifikasi pada bulan Desember 2020 di India.
Ia menyebar dengan cepat dan dalam waktu singkat menjadi kasus dominan di India dan Inggris.
Menjelang akhir bulan Juni 2020, Delta telah mencatat lebih dari 20 persen kasus di Amerika Serikat (AS), menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC).
Delta menyebar 50 persen lebih cepat dibandingkan varian Alpha, yang penularannya 50 persen lebih cepat dari varian asli SARS-CoV-2.
Dengan demikian, World Health Organization (WHO) menyebut varian Delta sebagai “yang tercepat dan terkuat”.
2. Orang yang tidak divaksin berisiko terinfeksi
Orang yang belum sepenuhnya mendapat vaksin Covid-19 adalah kelompok yang paling berisiko terinfeksi.
Selain itu, anak-anak dan remaja juga menjadi perhatian. Dr. Yildirim mengatakan, sebuah studi baru-baru ini menunjukkan bahwa anak-anak dan orang dewasa di bawah 50 tahun 2,5 kali lebih mungkin terinfeksi Delta.
“Ketika kelompok usia yang lebih tua divaksinasi, mereka yang lebih muda dan tidak divaksinasi akan berisiko lebih tinggi terkena Covid-19 dari varian apapun,” ujarnya.
3. Vaksinasi adalah perlindungan terbaik terhadap varian Delta
Hal terpenting yang dapat dilakukan untuk melindungi diri dari varian Delta, selain menerapkan protokol kesehatan, adalah mendapatkan vaksinasi lengkap.
Misalnya, seseorang yang sudah mendapatkan suntikan pertama vaksin harus mendapatkan suntikan kedua pada periode vaksinasi berikutnya.
Vaksinasi juga membantu melindungi dari gejala infeksi Covid-19 yang parah, seperti sesak napas dan nyeri dada.
4. Tingkat keparahan dan gejala virus corona varian Delta
Studi dari Skotlandia menunjukkan bahwa varian Delta sekitar dua kali lebih mungkin mengakibatkan rawat inap pada individu yang tidak divaksinasi dibandingkan varian Alpha.
Meski demikian, penelitian lebih lanjut mengenai tingkat keparahan akibat infeksi varian Delta masih dibutuhkan.
Mengenai gejalanya, Dr. Yildirim mengatakan, Delta dapat ditandai oleh gejala batuk, sakit kepala, sakit tenggorokan, pilek, dan demam.
Hal ini berdasarkan pada survei terbaru di Inggris, yang lebih dari 90 persen kasusnya disebabkan oleh Delta.
Untuk melawan Delta, Analisis Public Health England menunjukkan setidaknya ada dua vaksin yang efektif.
Pertama, vaksin Pfizer-BioNTech, yakni 88 persen efektif terhadap penyakit simtomatik dan 96 persen terhadap rawat inap dari Delta.
Kedua, vaksin Oxford-AstraZeneca, yakni 60 persen efektif terhadap penyakit simtomatik dan 93 persen efektif terhadap rawat inap.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "4 Hal yang Penting Diketahui tentang Varian Delta"
SUMBER: CHANNEL NEWS ASIA, Kompas.com
(TribunTernate.com/Rizki A.) (Kompas.com/Lulu Lukyani)