TRIBUNTERNATE.COM - Guru pesantren di Bandung, Jawa Barat, Herry Wirawan alias HW (36) dituntut hukuman mati atas perbuatan bejatnya memperkosa belasan santri.
Tuntutan hukuman mati itu dibacakan oleh Kepala Kejati Jabar, Asep N Mulayana, dalam sidang digelar di Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LLRE. Martadinata, Selasa (11/1/2022).
Tuntutan hukuman mati terhadap terdakwa Herry Wirawan mendapat kontra dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Ketua Komnas HAM menyatakan tidak setuju terhadap pemberlakuan hukuman mati pada pelaku pemerkosaan 13 santriwati tersebut.
Penolakan Komnas HAM atas hukuman mati terhadap Herry Wirawan mendapat kritikan dari Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW).
HNW mengkritik Komnas HAM dan pihak lain yang ngotot agar RUU TPKS segera disahkan untuk melindungi korban kekerasan seksual, tapi menolak tuntutan dan vonis hukuman mati terhadap pelaku kejahatan kekerasan seksual terhadap anak-anak.
HNW mengingatkan mereka agar konsisten dengan menghormati dan melaksanakan prinsip konstitusi bahwa Indonesia adalah Negara Hukum sesuai Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945.
Sehingga, dalam praktik hukum juga merujuknya kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, bukan yang berlaku di Inggris dan lainnya.
“Ini sekaligus juga bukti keseriusan dan komitmen untuk memberantas kekerasan dan kejahatan seksual, apalagi ketika anak-anak yang menjadi korbannya," kata HNW kepada wartawan, Sabtu (15/1/2022).
Baca juga: Dipolisikan Jokowi Mania karena Laporkan Kaesang dan Gibran, Ubedilah Badrun Tolak Minta Maaf
Baca juga: Tantang KPK Usut Gibran dan Kaesang, Mardani Ali Sera: Semua Orang Kedudukannya Sama di Mata Hukum
"Sanksi hukuman mati itu diakui dalam sistem hukum di Indonesia, melalui UU Perlindungan Anak, yang malah dikuatkan Presiden Jokowi dengan Perppu yang menjadi UU No. 17/2016 tentang Perubahan Kedua UU Perlindungan Anak. Apalagi berdasarkan prinsip hukum dan HAM di Indonesia, ada Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa pemberlakuan hak asasi manusia di Indonesia harus tunduk pada pembatasan yang dibuat oleh undang-undang, seperti UU Perlindungan Anak di atas,” lanjut dia.
HNW menyatakan bahwa meski UUD NRI 1945 memberikan jaminan terhadap hak hidup sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 28I, tetapi pelaksanaan hak hidup itu dibatasi oleh Pasal 28J ayat (2) tersebut.
“Artinya, sanksi hukuman mati itu tetap sah diberlakukan selama diatur melalui undang-undang yang berlaku di Indonesia,” ujarnya.
Lebih lanjut, HNW mengatakan bahwa UU Perlindungan Anak telah dengan jelas mencantumkan beberapa ketentuan hukuman mati terhadap kejahatan serius terhadap anak.
Selain Pasal 81 ayat (5) terkait kekerasan seksual terhadap anak yang dikenakan kepada Herry Wirawan, ada pula Pasal 89 ayat (1) yang mencantumkan hukuman mati terkait pelibatan anak dalam kasus penyalahgunaan narkotika dan/atau psikotropika.
Di tengah semakin meningkatnya kejahatan/kekerasan seksual terhadap Anak, semestinya pasal-pasal dari UU Perlindungan Anak yang mengatur sanksi maksimal hingga hukuman mati, bila ketentuan yang masih berlaku itu dipraktikkan, seperti tuntutan Kejati Jabar terhadap terdakwa predator santriwati, Hery Wirawan.