Nilai Pengesahan UU Cipta Kerja Tidak Sah, Pakar Hukum: Bertentangan dengan UU No. 12 Tahun 2011

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua DPR RI Puan Maharani, Wakil Ketua DPR RI Lodewijk Freidrich Paulus, Sufmi Dasco Ahmad (kiri) dan Rachmat Gobel saat memimpin Rapat Paripurna ke-19 masa persidangan IV Tahun 2022-2023 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/3/2023). Paripurna DPR RI mengesahkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker) menjadi Undang-undang.

TRIBUNTERNATE.COM - Sejumlah pengamat mengkritik keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI)  mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja menjadi Undang-undang Cipta Kerja.

Salah satu kritik datang dari Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari.

Diketahui, UU Cipta Kerja, dalam perjalanan pengesahannya, telah dianggap kontroversial.

Sejumlah pasal dalam aturan itu dikhawatirkan merugikan hak-hak kaum pekerja dan hanya menguntungkan pengusaha.

Tak berhenti sampai di situ, UU Cipta Kerja juga dinilai akan berpotensi semakin menambah kerusakan lingkungan.

Ratusan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Provinsi Jawa Tengah melakukan demo di depan halaman Kantor Dewan Provinsi Jateng yang intinya 'Menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja' yang justru isinya mendegradasi kesejahteraan buruh, Selasa (25/08/20). (Tribun Jateng/Hermawan Handaka) (TRIBUN JATENG/TRIBUN JATENG/HERMAWAN HANDAKA)

Adapun Feri Amsari menilai bahwa pengesahan UU Cipta Kerja itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, Pasal 52 ayat (4) dan ayat (5) tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

“Menurut saya pengesahan itu menentang UU Pasal 52, ayat (4) dan (5) UU No. 12 Tahun 2011, tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” kata Feri saat dihubungi Tribunnews.com, Jumat (24/3/2023).

Baca juga: Pemerintah Tancap Gas Sahkan UU Cipta Kerja Meski Banyak Penolakan: Aspirasi Rakyat Tak Didengar

Baca juga: BEM UI Bikin Meme Puan Maharani Berbadan Tikus, Bentuk Amarah terhadap Pengesahan Perppu Cipta Kerja

Baca juga: Outsourcing di UU Cipta Kerja, Partai Buruh: Negara telah Melegalkan Kembali Perbudakan Modern

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas itu mengatakan Pengesahan Perppu menjadi UU itu harus melalui sidang paripurna periode berikutnya dan pembentukan Perppu. 

Dilanjutkannya bahwa periode Paripurna masa sidang berikutnya itu terjadi pada bulan Januari dan Februari, bukan pada bulan Maret.

Jika kemudian tidak dipenuhi kepada masa sidang berikutnya, sejatinya sifat ihwal kegentingan memaksa itu menjadi hilang.

“Maka upaya melewati masa sidang berikutnya untuk disahkan pada bulan Maret ini menjadi tidak sah,” ucapnya.

“Sebab menurut ketentuan Pasal 52, itu jika melewati maka harus dinyatakan tidak berlaku dan dicabut Perppu-nya,” tuturnya.

Dalam perjalanan menuju pengesahan Perppu menjadi UU Cipta Kerja, berbagai elemen masyarakat berulang kali menyuarakan penolakan melalui sejumlah gerakan aksi.

Penolakan itu juga dilakukan serikat buruh, aktivis HAM dan mahasiswa. Setidaknya sejak tiga tahun lalu, aksi penolakan itu tetap disuarakan, dan sebagian melakukan langkah hukum untuk menolaknya.

Bahkan pada saat Rapat Paripurna pun diwarnai aksi ‘Walk Out’ oleh Anggota DPR itu sendiri, yakni Fraksi Partai Demokrat dan PKS.

Halaman
12

Berita Terkini