TRIBUNTERNATE.COM - Pernyataan sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang akan cawe-cawe dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2024 mendapat sorotan dari sejumlah pihak.
Salah satunya dari Analis Politik Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago.
Pangi menilai, ada lima dampak negatif yang bisa ditimbulkan bila Presiden Joko Widodo (Jokowi) campur tangan alias cawe-cawe menentukan calon penerusnya di Pilpres 2024.
Menurut Pangi, cawe-cawe Presiden Jokowi dalam menentukan calon penerusnya dapat menimbulkan keraguan dan ketidakpercayaan terhadap proses politik yang lebih luas.
"Ikut terlibat dan bahkan menyatakan secara terbuka tidak akan netral dalam rangkaian proses Pemilu 2024 adalah pernyataan yang tidak lazim dalam negara yang demokratis."
"Walaupun dibungkus dengan alasan demi bangsa dan negara, keberlanjutan pembangunan, stabilitas politik, dan segudang alasan lainnya," ungkap Pangi, Jumat (2/6/2023) melalui keterangan tertulis.
1. Netralitas Institusi
Pangi menilai, campur tangan Jokowi dapat mengaburkan garis pemisah antara kekuasaan eksekutif dan lembaga negara lainnya.
"Pemerintahan yang seharusnya netral dalam memfasilitasi pemilihan dan menjamin proses demokratis menjadi terlihat tidak objektif."
"Hal ini dapat merusak integritas lembaga negara, menciptakan kesan bahwa keputusan politik dipengaruhi oleh kepentingan pribadi atau partisan," ungkapnya.
Baca juga: Jokowi Mau Cawe-cawe di Pilpres 2024, Analis Politik: Tetap Bermasalah, Ada Potensi Abuse of Power
Baca juga: Pemilu 2024 Makin Dekat, Jokowi Diharapkan Bisa Bersikap Netral: Tidak Grasa-grusu Siapkan Pengganti
2. Pengurangan Pluralitas dan Partisipasi
Campur tangan Jokowi dalam menentukan penerusnya dinilai Pangi bisa mengurangi pluralitas politik dan partisipasi warga negara.
"Dalam demokrasi yang sehat, rakyat seharusnya memiliki kebebasan untuk memilih calon presiden sesuai dengan preferensi mereka."
"Namun, jika presiden saat ini memiliki pengaruh yang besar dalam menentukan calon, hal itu dapat membatasi pilihan politik warga negara atas munculnya kandidat potensial dan merampas hak mereka untuk terlibat secara aktif dalam proses politik," urai Pangi.
3. Potensi Kekuasaan Berlebihan
Dampak negatif ketiga menurut Pangi, campur tangan Jokowi dapat menimbulkan kekhawatiran tentang akumulasi kekuasaan yang berlebihan.
"Dalam demokrasi, penting untuk memastikan adanya pemisahan kekuasaan yang jelas antara lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif," ungkapnya.
Lanjut Pangi, jika presiden terlibat secara aktif dalam menentukan calon penerusnya, maka dapat menciptakan preseden yang berbahaya di mana presiden memiliki kendali penuh terhadap proses politik dan pemilihan.
4. Kehilangan Kepercayaan Publik
Campur tangan Jokowi juda dinilai dapat merusak kepercayaan publik (distrust) terhadap proses pemilihan dan integritas lembaga-lembaga terkait.
"Jika masyarakat merasa bahwa proses pemilihan tidak adil atau terdistorsi karena campur tangan presiden, maka mereka dapat kehilangan kepercayaan pada sistem politik dan pemimpin yang dipilih," kata Pangi.
Hal ini dinilai dapat menghasilkan ketidakstabilan sosial dan politik, serta mengurangi legitimasi pemerintah yang akan datang.
Baca juga: Kontrakan Milik Rafael Alun Trisambodo: Pendapatan Kotor Rp40 Juta per Bulan, Pegawai Digaji Mepet
Baca juga: Guru Ngaji Lecehkan 17 Murid Laki-laki, MUI Garut: Itu Ustaz Abal-abal, Tak Punya Sanad Keilmuan
5. Pembatasan Inovasi Politik
Dampak negatif kelima menurut Pangi, ada risiko terjadinya stagnasi politik.
"Calon-calon yang mungkin memiliki visi baru, gagasan inovatif, atau perspektif yang berbeda mungkin akan terhalang oleh pengaruh presiden saat ini."
"Hal ini dapat menghambat perkembangan demokrasi dan mencegah perubahan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang terus berubah dan dinamis," ungkapnya.
Jokowi Harus Netral
Lebih lanjut Pangi mengatakan, cawe-cawe Jokowi berpotensi terjadinya abuse of power alias penyalahgunaan kekuasaan.
"Presiden masih punya kendali total terhadap infrastruktur dan suprastruktur Pemilu 2024."
"Cara menghentikan itu semua, presiden harus netral dan cuti," ungkap Pangi.
Indonesia dinilai masih membutuhkan kekuasaan presiden dan negara yang netral karena sistem Pemilu masih lemah.
"Presiden cawe-cawe menurun wibawa citra menjadi politisi makelar, sementara presiden negarawan naik kelas bagaimana berpikir keras dan fokus menjaga pemilu berjalan sukses, equal dan bermartabat," pungkasnya.
Bilang Sendiri
Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengundang sejumlah pemimpin redaksi media massa dan pegiat media sosial di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, (29/5/2023).
Dalam pertemuan tersebut Jokowi menyinggung soal dirinya yang ikut campur dalam Pilpres 2024. Jokowi mengatakan tidak ada undang-undang yang dilanggar dengan dirinya ikut campur atau cawe-cawe dalam Pilpres.
“Ya dia (Jokowi) bilang cawe-cawe enggak melanggar undang-undang,” kata Pemred TV One Karni Ilyas seusai pertemuan.
Jokowi kata Karni mengatakan bahwa cawe-cawe di Pilpres 2024 bukan untuk kepentingan pribadi.
Jokowi mengklaim ikut cawe-cawe untuk kepentingan nasional.
“Jadi cawe-cawe itu demi negara, bukan demi pribadi,” katanya.
Hal senada disampaikan pegiat media sosial Helmy Yahya yang ikut dalam pertemuan tersebut.
Jokowi, kata dia, mengakui ikut cawe-cawe dalam Pilpres 2024.
“Tentang cawe-cawe pokoknya. Boleh cawe-cawe,” pungkasnya.
Klarifikasi Istana
Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung memberikan klarifikasinya trkait isu Presiden Jokowi cawe-cawe dalam urusan Pilpres 2024.
Pramono Anung menegaskan cawe-cawe yang dilakukan Presiden Jokowi bukanlah cawe-cawe untuk mempengaruhi hasil Pemilu.
Namun hanya untuk memastikan Pemilu pada 2024 mendatang bisa berlangsung dengan baik.
Tak hanya itu, Presiden Jokowi juga memastikan agar hilirisasi program kerja yang sudah dilakukan sebelumnya bisa terus berlanjut, termasuk soal IKN.
Mengingat IKN ini telah mendapat antusias yang luar biasa dari investor luar negeri.
"Enggak, bukan cawe-cawe untuk mempengaruhi hasil Pemilu, sama sekali enggak. Cawe-cawe itu menciptakan Pemilunya berlangsung dengan baik."
"Dan apa yang menjadi keinginan beliau untuk hilirisasi tetap berlanjut, kemudian IKN tetap bisa berlangsung dengan baik."
"Karena memang IKN ini juga mendapatkan antusias yang luar biasa dari investor luar negeri," kata Pramono Anung dalam tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Selasa (30/5/2023).
Lebih lanjut Pramono Anung menekankan bahwa Presiden Jokowi tidak akan melakukan endorse bagi siapapun yang menjadi Capres di Pilpres 2024 mendatang.
"Presiden enggak akan endorse (Capres)," tegasnya.
Pramono Anung menambahkan, cawe-cawe yang dilakukan Presiden Jokowi lebih kepada hal yang positif.
Di antaranya memastikan Pemilu berlangsung secara terbuka, transparan, serta sesuai dengan asas Pemilu yakni langsung, umum, bebas, dan rahasia (Luber).
Mengingat di era digital ini masih ada kemungkinan Pemilu berlangsung dengan tidak sesuai peraturan perundangan.
"Cawe-cawe untuk hal yang positif, artinya pelaksanaan Pemilu berlangsung transparan, terbuka."
"Karena sekarang ini udah nggak mungkin lah di era digital ini, segala sesuatu misalnya, katakanlah kalau kemungkinan ada hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan."
"Sehingga dalam semangat itu beliau menyampaikan sebenarnya. Karena ada juga pertanyaan berkali-kali kepada beliau mengenai hal itu."
"Dan yang paling penting adalah Pemilunya transparan, terbuka, Luber itu bisa dipenuhi," terang Pramono Anung.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul 5 Dampak Negatif Cawe-cawe Jokowi di Pilpres 2024 Menurut Pengamat