TRIBUNTERNATE.COM, SOFIFI - Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum (Kemenkum) Maluku Utara, Budi Argap Situngkir, menyoroti kuatnya ego sektoral dalam penyusunan produk hukum daerah di Maluku Utara.
Hal itu ia sampaikan dalam fasilitasi pembentukan produk hukum daerah yang digelar Pemerintah Provinsi Maluku Utara bersama Kanwil Kemenkum, Sabtu (23/8/2025).
Yang dihadiri Gubernur Maluku Utara Sherly Laos, bupati dan wali kota se-Malut, Sekretaris Daerah, serta pimpinan OPD terkait.
Baca juga: Gubernur Maluku Utara Sherly Laos Soroti Pemberhentian Kades Tanpa Dasar Hukum
Budi mengungkapkan, dalam tiga tahun terakhir terdapat 1.537 produk hukum daerah berupa peraturan daerah (perda) maupun peraturan kepala daerah (perkada) yang lahir di Maluku Utara.
Namun, hanya 289 produk hukum atau 18,8 persen yang melalui proses harmonisasi.
"Artinya, 81,2 persen produk hukum daerah ditetapkan tanpa melalui harmonisasi. Ini menunjukkan masih adanya ego sektoral dalam penyusunan peraturan perundang-undangan di daerah," tegas Budi.
Menurutnya, kondisi tersebut berpotensi menimbulkan tumpang tindih aturan dan permasalahan hukum baru di kemudian hari. Karena itu, ia menekankan pentingnya setiap daerah untuk patuh pada mekanisme harmonisasi sebelum menetapkan suatu produk hukum.
Selain rendahnya kepatuhan terhadap harmonisasi, Budi juga menyoroti masih minimnya Pos Bantuan Hukum (Posbakum) di desa-desa Maluku Utara. Dari total 1.185 desa, baru 140 atau sekitar 11,8 persen yang memiliki Posbakum.
Padahal, menurutnya, Posbakum tidak membutuhkan biaya besar tetapi sangat efektif dalam memberikan bantuan hukum kepada masyarakat kurang mampu, terutama di wilayah rawan konflik agraria maupun lingkar tambang.
"Penguatan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH,red) serta percepatan pembentukan Posbakum adalah kunci agar produk hukum daerah berkualitas, meningkatkan kepatuhan, inklusif, dan berpihak pada masyarakat," jelasnya.
Sementara itu, Gubernur Maluku Utara, Sherly Laos, dalam kesempatan yang sama menegaskan pentingnya kepala daerah menjadi pelopor kepatuhan hukum.
Ia mencontohkan kasus pemberhentian kepala desa tanpa prosedur hukum yang jelas dan mutasi guru yang tidak mempertimbangkan aspek sosial.
Baca juga: Fahruddin Maloko, Dari Aktivis Kampus hingga Advokat yang Tangani Kasus Besar di Maluku Utara
"Kepala daerah tidak boleh semena-mena. Kalau ada indikasi pelanggaran hukum, segera tuntaskan, jangan digantung karena suka atau tidak suka. Semua harus berdasarkan hukum yang berlaku," kata Sherly.
Fasilitasi pembentukan produk hukum daerah ini diharapkan menjadi momentum konsolidasi antara Pemprov Malut, pemerintah kabupaten/kota, dan Kemenkumham.
Sinergi ini penting untuk memperkuat tata kelola pemerintahan berbasis hukum, menghadirkan kepastian hukum bagi masyarakat, serta mendorong daerah agar lebih patuh terhadap norma hukum yang berlaku. (*)