Menyapa Nusantara 2025
Memberdayakan Pesisir Lewat Kampung Nelayan Merah Putih di Biak Numfor, Papua
Samber-Binyeri telah bertransformasi menjadi kampung nelayan modern, bahkan menjadi simbol kemajuan pesisir Indonesia.
Penulis: Munawir Taoeda | Editor: Primaresti
KKP mencatat, dari 12.968 desa tepi laut di Indonesia, sekitar 1.300 desa sudah memiliki koperasi, dan berpotensi menjadi lokasi untuk program ini.
100 kampung nelayan
Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan 65 lokasi untuk pembangunan Kampung Nelayan Merah Putih tahap pertama yang menjadi langkah awal dari target 100 kampung nelayan yang akan dibangun tahun ini.
Pembangunan 65 kampung yang siap dikerjakan pada tahap pertama memakan anggaran sebesar Rp1,34 triliun.
Sementara itu, 35 lokasi sisanya akan mulai dibangun pada akhir Oktober 2025. Targetnya, 100 kampung nelayan itu selesai dibangun akhir tahun ini.
Setiap lokasi kampung nelayan diperkirakan membutuhkan anggaran Rp 20,6 miliar.
Pemerintah akan melakukan intervensi dengan membangunkan sarana dan prasarana produksi, seperti dermaga kapal, cold storage, pabrik es, bengkel nelayan, tambatan kapal, stasiun pengisian bahan bakar nelayan (SPBUN), kantor pengelola, serta bantuan 10 unit kapal berbobot 3 gros ton (GT) yang disesuaikan dengan kebutuhan lokal.
Seluruh fasilitas ini akan menjadi unit bisnis yang dikelola oleh Koperasi Desa Merah Putih yang beranggotakan para nelayan.
Program 100 KNMP ini diproyeksikan menciptakan 7.000 lapangan kerja permanen dan 20.000 pekerjaan konstruksi non-permanen.
Tantangan
Keberhasilan program KNMP tidak lepas dari sejumlah tantangan yang harus dihadapi. Salah satu tantangan utama adalah kesiapan infrastruktur, sarana produksi, serta kapasitas masyarakat dalam mengelola fasilitas yang tersedia.
Selain itu, ketersediaan bahan bakar minyak (BBM) menjadi isu krusial yang sangat mempengaruhi operasional nelayan.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), BBM menyumbang sekitar 60–70 persen dari total biaya melaut.
Untuk mengatasi ini, pemerintah setiap tahun mengalokasikan kuota BBM bersubsidi bagi nelayan dengan kapal berbobot di bawah 30 GT sebagai bentuk dukungan terhadap aktivitas penangkapan ikan. Kebanyakan nelayan dengan kapal seberat di bawah 30 GT merupakan nelayan kecil.
Namun, realisasi pemanfaatan BBM bersubsidi masih jauh dari harapan. Vice President Retail Fuel Sales Pertamina Patra Niaga Windrian Kurniawan mengungkapkan bahwa dari total alokasi BBM bersubsidi untuk nelayan sebesar 2,2 juta kiloliter, pemanfaatannya baru mencapai 40–50 persen.
Salah satu penyebab rendahnya penyerapan tersebut adalah terbatasnya infrastruktur SPBUN.
Hingga Agustus 2025, hanya terdapat 416 SPBUN yang beroperasi, dengan 88 lokasi tambahan dalam tahap pembangunan dan 18 permohonan baru yang masih diproses.
Prabowo Subianto Beri Kesempatan BUMN Berbenah dengan Target 2-3 Tahun |
![]() |
---|
Insiden ID Pers: Saatnya Memperbaiki Model Komunikasi dengan Media |
![]() |
---|
Menko Muhaimin Iskandar Pastikan Pemerintah Serius Evaluasi Program MBG |
![]() |
---|
Infografis: Indonesia Jadi Anggota Dewan Badan Pos PBB |
![]() |
---|
Kemenkes Jamin Seluruh Vaksin yang Disediakan Pemerintah Aman |
![]() |
---|