Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Najwa Shihab Klarifikasi soal Fotonya dengan Tommy Soeharto, Mahfud MD Salut: Diserang Tetap Tenang

Mahfud MD memberikan pujian kepada Najwa Shihab yang telah memberikan klarifikasi atas fotonya bersama Tommy Soeharto.

Instagram/najwashihab - Tribunnews.com/Theresia Felisiani
Najwa Shihab dan Mahfud MD 

TRIBUNTERNATE.COM - Presenter Najwa Shihab baru saja mengalami kejadian kurang menyenangkan.

Fotonya bersama putra Presiden ke-2 RI Soeharto, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto, didiskreditkan lewat berbagai disinformasi.

Putri Quraish Shihab ini pun dituding menjadi antek Orde Baru karena pertemuannya dengan Tommy Soeharto.

Selain itu, sang ayah juga pernah diangkat sebagai Menteri Agama di era Soeharto.

Mendengar kabar kurang sedap tersebut, Najwa Shihab langsung memberikan klarifikasi.

Najwa Shihab mengatakan disinformasi itu menjadi serangan personal yang jahat terhadap dirinya.

Disebutkan oleh Najwa melalui akun media sosial Instagram miliknya, @najwashihab, foto tersebut diambil pada 22 November 2017 silam.

Foto lama itu diedarkan kembali bersama capture-an sebuah berita berjudul "Kabar Mengagetkan, Najwa Shihab, Tommy Soeharto, Noorsy dan Lieus Akhirnya Bersepakat Untuk..."

Kenang Sosok Idolanya, Najwa Shihab Ungkap Tangisan BJ Habibie Saat Dibisiki Quraish Shihab

"KLARIFIKASI ATAS DISINFORMASI FOTO PERTEMUAN NAJWA DAN TOMMY SOEHARTO

Sikap editorial Narasi TV dan Mata Najwa terkait situasi terakhir politik Indonesia, terutama isu KPK dan demonstrasi mahasiswa, membuat saya, Najwa Shihab, didiskreditkan lewat berbagai disinformasi," tulis Najwa pada keterangan foto yang diunggah, Sabtu (28/9/2019).

Sontak klarifikasi tersebut mendapat banyak perhatian dari warganet.

Termasuk, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD.

Pendekatan Lewat Hati, Mahfud MD Terharu Kenang Sosok Gusdur Ingin Lihat Matahari Terbit di Papua

Mahfud MD pun memberikan saran kepada Najwa Shihab untuk tetap tenang menghadapi serangan buzzer di media sosial.

Ia meminta agar Najwa Shihab mendiamkan saja serangan buzzer tersebut.

Sebab, lanjut Mahfud MD, warganet lah yang akan menjawab dengan sendirinya tanpa Najwa harus menanggapi.

"Mbak Najwa, Sy sering menyarankan teman2 pegiat medsos agar cool dan tenang menghadapi serangan buzzer di medsos.

Diamkan sj, tak usah ditanggapi, nanti akhirnya nitizen saling menjawab sendiri.

Dan dari situ bs diketahui, berapa jt yg mendukung dan berapa biji yg berbuzzerria," komentar Mahfud MD pada unggahan Najwa di Twitter.

Selanjutnya, Mahfud mengungkap jika awalnya ia ingin menyarankan Najwa Shihab agar meniru dirinya.

Namun, Mahfud mengurungkan niatnya tersebut.

Sebab, menurutnya Najwa lah yang harus dilihat.

"Semula sy ingin menyarankan, "Tirulah sy, Najwa. Biar sj buzzer di medsos berisik, jgn digubris, kita tetap cool dan tenang".

Tp sy tak jd menyarankan itu kpd Najwa krn sebenarnya Najwalah yg hrs dilihat, "Lihatlah jurnalis Najwa, diserang pun selalu tenang, cerdas, dan ceria"," imbuh Mahfud MD.

Mahfud MD Tegaskan Papua Tak Bisa Minta Bantuan Hukum Internasional untuk Referendum, Ini Alasannya

Berikut ini klarifikasi lengkap Najwa Shihab terkait foto pertemuannya dengan Tommy Soeharto:

"KLARIFIKASI ATAS DISINFORMASI FOTO PERTEMUAN NAJWA DAN TOMMY SOEHARTO

Sikap editorial Narasi TV dan Mata Najwa terkait situasi terakhir politik Indonesia, terutama isu KPK dan demonstrasi mahasiswa, membuat saya, Najwa Shihab, didiskreditkan lewat berbagai disinformasi.

Foto lama saya dengan Tommy Soeharto, Lieus Sungkharisma dan Ichsanuddin Noorsy diedarkan kembali bersama capture-an sebuah berita berjudul “Kabar Mengagetkan, Najwa Shihab, Tommy Soeharto, Noorsy Dan Lieus Akhirnya Bersepakat Untuk….”

Saya diframing sebagai antek Orde Baru karena bertemu Tommy Soeharto dan karena ayah saya, Prof. Quraish Shihab, pernah diangkat sebagai Menteri Agama di era Soeharto. Tidak hanya itu, sikap editorial Narasi TV dan Mata Najwa terkait KPK juga di-framing sebagai bentuk konflik kepentingan saya dengan KPK karena suami saya, Ibrahim Assegaf, partner di lawfirm Assegaf Hamzah & Partners yang didirikan — salah satunya oleh — Chandra Hamzah, mantan komisioner KPK.

Foto yang beredar itu diambil pada 22 November 2017. Saya datang bersama kru Narasi TV, termasuk CEO dan Pemimpin Redaksi Narasi TV saat itu yaitu Catharina Davy dan Olivia Rosalia. Tujuan pertemuan: menjajaki sekaligus mengundang kehadiran Tommy di Catatan Najwa (saat itu saya sedang jeda dari televisi). Tommy saat itu diundang dalam status sebagai pendiri Partai Berkarya yang baru saja lolos verifikasi KPU dan dinyatakan sebagai peserta Pemilu 2019.

Tommy menyatakan kesediaannya saat itu, namun perlu mencari jadwal yang tepat. Tommy berkali-kali menunda jadwal yang sempat disepakati. Tommy baru bisa diwawancarai di kediamannya pada 5 Juli 2018. Hasil wawancara itu tayang di Mata Najwa pada 11 Juli 2018 dengan tajuk “Siapa Rindu Soeharto”.

Tommy muncul dalam tiga segmen pertama. Dalam tiga segmen itu, saya menyoal sejumlah topik penting terkait rekam jejak Tommy dan kasus-kasus korupsi serta pelanggaran HAM yang dilakukan ayahandanya. Segmen 1 dibuka dengan memperkenalkan Tommy sebagai “dalang pembunuhan Hakim Syaifuddin”. Saya juga mencecar klaim Tommy soal masyarakat merindukan era Orde Baru di segmen ketiga.

Selain Tommy, hadir narasumber lain seperti Priyo Budi Santoso sebagai Sekjen Partai Berkarya. Saya juga mengundang Haris Azhar, seorang pegiat HAM, untuk menguji klaim-klaim yang disodorkan Tommy maupun Priyo.

Disinformasi yang disebarkan adalah serangan personal yang jahat. Tuduhan “antek Orde Baru” sama sekali tidak berdasar karena sikap saya jelas dalam menyangkut warisan-warisan Orde Baru. Tidak terbilang produk-produk jurnalistik Mata Najwa yang berisi sikap kritis terhadap Orde Baru dan itu juga tercermin dalam episode “Siapa Rindu Soeharto?”

Saya sangat keberatan sikap personal saya sebagai jurnalis dikait-kaitkan dengan keluarga saya.

Selain personal, disinformasi ini juga merupakan serangan terhadap kerja-kerja jurnalistik. Tidak terbilang cacian terhadap media yang memberitakan topik mengenai revisi UU KPK dan demonstrasi mahasiswa minggu lalu. Saya, Mata Najwa dan Narasi TV tidak sendirian dalam hal ini.

Kritik kepada pers jelas diperbolehkan, bahkan penting, bagi demokrasi, juga bagi pers. Tidak ada pers yang sempurna. Tetapi jika yang dilakukan adalah serangan personal, ad hominem, apalagi hingga membawa-bawa keluarga, persoalannya menjadi sangat berbeda.

Seseorang menulis serangan kepada saya sebagai kill the messenger. Saya menghargai pendapat tersebut, kendati sejujurnya saya tidak berpikir sejauh itu karena toh saya masih bisa bekerja dan beraktifitas seperti biasa. Saya menganggap hal ini sebagai sesuatu yang kontraproduktif bagi usaha merawat ruang publik yang sehat, yang menghargai perbedaan pendapat, yang tidak dicemari oleh doxing, disinformasi, dan pembunuhan karakter.

Hari-hari ini Indonesia memang sedang dilanda kompleksitas persoalan. Hal itu hendaknya disikapi dengan memperbanyak dialog: antara para elit dengan warga, antara warga dengan warga, antara sesama kita. Dalam episode Mata Najwa terakhir, bahkan saya membuka topik tentang perlunya pemerintah berdialog dengan para mahasiswa yang saat itu saya undang. Bahwa pertemuan itu batal adalah persoalan lain. Saat itu saya hanya membuka kemungkinan hadirnya percakapan yang setara karena saya percaya pers punya tanggungjawab merawat ruang publik sebagai arena yang terbuka bagi perdebatan, aneka pikiran, ragam kegelisahan, hingga kekecewaan.

28 September 2019
Najwa Shihab."

(TribunTernate.com/Rohmana Kurniandari)

Sumber: Tribun Ternate
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved